MBH 10

1399 Words
Myco dan Salwa melangkah bersama memasuki kafe. Beberapa pasang mata pengunjung kafe menatap takjub pada pasangan yang luar biasa cantik dan tampan. Langit cerah berwarna biru dengan gumpalan awan-awan putih. Myco dan Salwa memilih untuk duduk di bangku dekat jendela. Myco melambaikan tangan kepada salah satu pelayan di sana. "Selamat datang, Tuan dan Nyonya. Mau pesan apa?" Pelayan itu tersenyum ramah pada Myco dan Salwa. "Saya mau ini dan minumnya ini," ucap Myco menunjuk menu makanan dan minuman yang ia pilih. Pelayan tersebut mengangguk, segera mencatat pesanan milik Myco. Salwa mengedarkan pandangan, mencari keberadaan Nando. Rasanya ia sudah tak sabar ingin bertemu dengan laki-laki itu. Walau baru beberapa hari tak jumpa, tapi rasa rindu sudah memupuk dalam hati Salwa. "Kamu sedang mencari apa, Sayang?" Myco memicing mata pada Salwa. "Ha? Nggak. Saya nggak lagi mencari apa-apa," elaknya. Myco mengangguk. "Kamu mau pesan makan apa?" "Eum, apa ya?" Salwa nampak berpikir sejenak. "Mungkin nanti saja." "Katanya lapar? Kenapa nanti?" tanya Myco heran. Salwa menyengir lebar. Tangannya mengusap-usap perut. "Mendadak perut saya terasa sakit. Ah, sepertinya saya harus ke toilet dulu." Tanpa menunggu jawaban dari Myco, buru-buru Salwa pergi ke arah toilet. Myco menghembuskan napas panjang. Menolehkan kepala pada pelayan yang masih berdiri di sampingnya. "Sementara hanya itu pesanannya. Mungkin setelah dari toilet istri saya baru memesan." Pelayan tersebut tersenyum ramah dan mengangguk. "Baik, Tuan. Mohon di tunggu pesanannya." Setelah merasa aman dari jangkauan Myco, Salwa kembali mencari keberadaan Nando. Pandangannya mengedar ke kanan lalu ke kiri. "Baby, dimana kamu sebenarnya?" "Aku di sini, Baby." Suara Nando terdengar, sontak Salwa menoleh ke arah sumber suara. Nando tersenyum dan langsung membawa tubuh Salwa ke dalam pelukannya. "Hai, Baby. I miss you so much," ucap Nando sembari mengusap punggung Salwa. "Aku juga sangat merindukanmu, Baby." Salwa memeluk erat tubuh Nando. Pelukan itu terlepas, Nando mengusap pipi Salwa dengan lembut. "Kamu terlihat sangat cantik. Aku seperti sedang berhadapan dengan seorang bidadari." Salwa mengulum senyum. Pipinya bersemu merah karena pujian dari Nando. "Kamu membuatku malu." Nando terkekeh pelan. Kemudian mengedarkan pandangan ke sekeliling. "Dengan siapa kamu ke sini, Sayang?" "Suami sementara ku," jawab Salwa. "Dimana dia?" Salwa berdecak kesal. "Sudahlah, jangan memikirkannya. Lebih baik sekarang kita duduk, aku ingin bermanja dengan mu." Salwa bergelayut pada lengan Nando. "Baik, Sayang." Nando tersenyum. Menggenggam tangan Salwa, membawanya duduk di salah satu bangku yang ada di sana. Salwa menyandarkan kepala pada Nando yang sedang mengusap-usap bahunya. Dua gelas minuman jus sudah tersaji di meja, lengkap dengan kentang goreng kesukaan Salwa. "Baby, bagaimana dengan suami kamu saat mengetahui hubungan kita masih terjalin? Apa dia menyakiti kamu?" Nando bertanya. Salwa ingat saat kejadian saat malam resepsi pernikahan, Myco memergoki dirinya bersama Nando. Dan pada saat kemarin malam, bahkan Myco mengambil paksa handphone Salwa dan mengatakan pada Nando untuk tidak menghubungi Salwa lagi. "Ya, dia marah dan nggak terima jika kita masih terjalin hubungan." Salwa menjawab. "Lalu, apa yang dia lakukan padamu?" Salwa menggeleng. "Nggak ada. Dia hanya mengatakan kalau kami sudah menjadi suami istri dan nggak seharusnya aku menjalin hubungan dengan lelaki lain." Nando mengangguk-anggukan kepala. "Bagaimana kalau dia sampai mengatakannya pada orang tuamu, Sayang?" Salwa terdiam. Rasanya tidak mungkin jika Bara melaporkannya pada Azka dan Delia. "Aku rasa dia nggak akan mengatakan itu sama Papa dan Mama. Dia lelaki berpendidikan, nggak mungkin gegabah mengambil risiko." "Hm, semoga saja itu nggak terjadi." Kemudian Nando mengambil satu potongan kentang goreng dan menyantapnya. Meninggalkan kebersamaan Salwa dan Nando, di tempat yang berbeda Myco merasa khawatir karena Salwa belum juga kembali dari toilet. Meninggalkan kebersamaan Salwa dan Nando, di tempat yang berbeda Myco merasa khawatir karena Salwa belum juga kembali dari toilet. "Kenapa Salwa belum juga kembali? Apa perutnya semakin sakit?" pikir Myco, kemudian meminum minumannya. Myco berpikir untuk menghubungi Salwa dan menanyakan bagaimana kondisinya. Menempelkan handphone pada telinga dan berharap Salwa segera mengangkat panggilan darinya. Suara dering ponsel yang berada di dekatnya membuat Myco menghela napas berat. Ternyata handphone Salwa tidak di bawa. "Apa sebaiknya aku cek saja ke toilet?" Myco mengetuk-ngetukkan jari di atas meja. Sampai akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke toilet, barangkali terjadi sesuatu pada Salwa. ♡♡♡ Nando mengusap dagu, melihat ke arah Salwa yang sedang bergelayut manja di lengannya. "Baby," panggil Nando. "Iya." Salwa masih bertahan pada posisinya. Ia merasa nyaman saat berada di dekat Nando, lain halnya saat bersama Myco. Ah, mengingat laki-laki itu yang sudah cukup lama ia tinggalkan membuat Salwa sedikit khawatir. Bisa berbahaya kalau Myco menangkap basah dirinya sedang bersama Nando. "Sebenarnya aku sedang ada masalah." Mendengar itu, sontak Salwa menatap cemas pada Nando. "Masalah apa? Kenapa kamu baru mengatakannya padaku?" Nando tersenyum tipis. "Aku malu mengatakannya, Honey." Salwa berdecak kesal. "Aku nggak suka dibohongi. Cepat katakan sekarang!" Menarik napas dalam-dalam, kemudian Nando mengatakan permasalahannya saat ini. "Derry, adik aku di kampung terkena kanker. Dia harus segera di operasi, tapi kondisi keuangan sedang turun. Aku ingin sekali membantu, tapi kamu tahu sendiri kalau aku belum mempunyai penghasilan." Salwa mengusap bahu Nando. Merasa kasihan dengan apa yang menimpa pada adik Nando. "Aku merasa nggak berguna sebagai seorang kakak. Aku sangat malu," ucap Nando dengan raut wajah sedih. "Nggak. Kamu nggak boleh bicara seperti itu." Salwa berusaha menguatkan. "Tapi itu memang kenyataannya, Sayang." "Ya sudah, kalau begitu kamu pakai saja uangku untuk biaya operasi adik kamu, bagaimana?" Salwa menawarkan bantuan. "Benarkah?" Salwa tersenyum. "Iya. Aku nggak mungkin membiarkan Derry tumbuh dengan penyakitnya." Nando tersenyum lega saat mendengar ucapan Salwa. "Kamu sangat baik, Honey. Aku semakin mencintaimu." Salwa terkekeh pelan, mengusap-usap rambut Nando. "Sudah seharusnya aku bersikap baik pada siapa pun. Apalagi Derry adalah adik kamu." "Tapi bagaimana dengan suamimu? Apa dia nggak akan keberatan?" Salwa menghembuskan napas panjang. "Jangan pedulikan dia. Lebih baik kamu fokus untuk kesembuhan adikmu. Nanti setelah pulang dari sini aku akan segera mentransfer uangnya pada rekening mu," ucapnya tersenyum manis. "Aku semakin mencintaimu, Baby." ♡♡♡ Myco berjalan mondar-mandir di depan toilet wanita. Sedari tadi ia menunggu, namun Salwa belum juga keluar dari dalam sana. Membuat Myco semakin dibuat khawatir. "Apa yang terjadi sebenarnya padamu, Salwa?" Untuk masuk ke dalam toilet bukan pilihan terbaik. Jadi terpaksa Myco harus menunggu di luar dan berharap Salwa segera keluar. "Myco! Apa kabar? Long time no see." Seseorang datang menghampiri Myco. "Leo! Ah, nggak yangka sama sekali kalau kita akan kembali bertemu hari ini." Myco dan Leo saling bersalaman. "By the way, selamat atas pernikahan lo. Maaf karena gue nggak bisa hadir di hari bahagia lo itu," ucap Leo. Myco tertawa pelan. "Thanks, Bro. Nggak apa, bukan masalah besar. Gue juga tahu kalau lo orang yang sangat sibuk." "Lo ini bisa saja," kekeh Leo. "Dimana istri lo? Gue penasaran mau lihat gimana rupa gadis itu, sampai dia mampu meluluhkan hati lo." "Dia sedang di dalam toilet." Leo melirik sekilas ke arah toilet wanita, lalu ia tertawa. "Kalian sangat romantis, pergi ke toilet saja harus ditemani." "Lo ini suka banget godain gue" kekeh Myco. "Gimana kalau sekarang kita mengobrol?" Leo mengangguk. "Iya. Banyak yang mau gue tanyain sama lo, Brother." Leo adalah sahabat dekat Myco sejak duduk di bangku kuliah. Mereka bekerja di perusahaan yang sama, hanya saja berbeda tempat. Myco di kantor pusat dan Leo di kantor cabang. Leo sudah menikah dan mempunyai satu anak perempuan berusia tiga tahun. "Jadi gimana, apa lo udah berhasil gantiin posisi pacar istri lo sendiri?" "Masih proses," jawab Myco dengan santai. Leo berdecak pelan. "Bahkan sampai sekarang pun gue nggak percaya kalau lo menikahi seorang gadis yang masih menjalin hubungan dengan kekasihnya sendiri. Kalau gue jadi lo, nggak mungkin gue mau nerima pernikahan itu. Lebih baik gue cari perempuan lain yang jelas-jelas masih single dan nggak mempunyai pacar," ujar Leo. Myco menghembuskan napas berat. "Kita memang berbeda. Dan gue percaya ini adalah takdir terbaik yang Tuhan berikan sama gue." Leo menganggukkan kepala beberapakali. "Gue takjub banget sama lo. Lo berani ngambil risiko dengan menikahi gadis yang nggak begitu lo kenal. Apalagi gadis itu terpaksa demi mempertahankan fasilitas dan harta warisan dari papa-nya." Salwa yang tidak sengaja mendengar pembicaraan Myco dan Leo, terkejut karena ternyata Myco mengetahui jika dirinya menerima permintaan orangtuanya demi mempertahankan fasilitas dan harta warisan. Dan juga Myco telah mengetahui hubungan asmara antara Salwa dan Nando, sebelum pernikahan mereka terjadi. Lalu kenapa Myco bersikap seolah dirinya tidak mengetahui apa-apa? Salwa tidak mengerti kenapa Myco mau melakukan itu. "Maksudnya apa ini?" Kedatangan Salwa yang tiba-tiba, mengejutkan Myco dan juga Leo.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD