Three

1733 Words
Happy Reading^-^ Maaf kalau nemu typo yah Calvin berhenti berlari. Dia mencoba menghubungi Catherine. Saat teleponnya tersambung, dia kembali berjalan dan mengedarkan tatapannya ke sekeliling untuk mencari Catherine. Calvin mendesah kesal karena Catherine tidak mengangkat panggilannya. Dia pun kembali menghubunginya. "Kau dimana?" tanya Calvin tiba-tiba saat tahu Catherine mengangkat teleponnya. "Apa maksudmu? Aku ada dimana? Kau bahkan lupa aku ada dimana," jawab Catherine. Calvin langsung mematikan sambungan teleponnya dan berlari pulang. Melihat tidak ada lift yang terbuka, dia terpaksa menaiki anak tangga menuju ke atap gedung apartemennya. Calvin tiba-tiba lupa jika setiap mereka bertengkar, pasti Catherine pergi ke atap gedung. Dia hanya kebingungan dan menjadi bodoh tiba-tiba karena kelakuan Catherine. Sampainya di atap gedung apartemennya yang berlantai 20, Calvin cukup terengah-engah saat membuka pintu dan melihat Catherine berdiri jauh di depannya. Wanita itu memandangi pemandangan kota dengan kedua tangan dia lipat di depan d**a.  Calvin sangat bersyukur karena Catherine tidak berniat untuk bunuh diri di tempat sesepi ini. Dia berjalan pelan mendekat ke arah Catherine. Setelah berjarak satu meter, Calvin berhenti mendekat karena Catherine berbalik dan menatapnya. "Kenapa kau berhenti?" tanya Catherine setelah cukup lama mereka saling memandang satu sama lain. Calvin tidak bisa melihat wajah Catherine dengan jelas karena suasana gelap. Mereka hanya di terangi oleh cahaya bulan dan bintang. Tapi Calvin tahu kalau wanitanya baru saja menangis. Dan itu karena ulahnya. "Kalau aku melangkah maju, apa kau akan mundur?" tanya Calvin membalas ucapan Catherine. Catherine menatap ke arah lain. Dia sangat mencintai Calvin dan mempercayai lelaki itu. Tapi, jika Calvin semakin mengabaikan perasaannya, mungkin Catherine akan mundur. "Jawab pertanyaanku dengan jujur," pinta Catherine. Calvin maju selangkah dan menatap Catherine. "Tanyakan saja apa yang ingin kau tanyakan," jawab Calvin. "Kau tahu kalau manusia mempunyai satu hati dan hanya ada satu pemiliknya saja, siapa pemilik hatimu?" "Kau tahu jawabannya," ucap Calvin. "Tidak! Katakan saja siapa?!"  Calvin maju selangkah, lagi. Mata Catherine semakin jelas melihat wajah Calvin. Sekarang jarak mereka hanya dua langkah. "Kau, Catherine Sea," jawab Calvin. "Pembohong!" sentak Catherine tiba-tiba. Emosinya kembali menguasai dirinya mengingat sikap Calvin pada mantan kekasihnya. Calvin melangkah lagi sehingga jarak mereka hanya selangkah. Dia menatap Catherine lekat-lekat. Calvin masih melihat emosi di dalam mata Catherine. "Kau tahu kalau aku tidak pandai berbohong," ucap Calvin dan meraih kedua tangan Catherine, "Jika menurutmu ada orang lain, siapa dia? Siapa wanita yang pernah aku panggil kutu kaki? Siapa wanita yang memanggilku dengan sebutan Big Boss? Siapa wanita yang dulu berpura-pura menjadi tunanganku? Siapa wanita yang pernah masakannya aku makan? Siapa wanita yang pernah memasakkanku spaghetti setiap kali aku memintanya? Siapa wanita yang sangat aku sayangi? Siapa wanita yang pertama kalinya mendengar pernyataan cinta dan lamaranku? Siapa wanita yang sangat cerewet sampai aku merasa tidak ada wanita lain yang seperti dirinya? Siapa dia?" Kedua mata Catherine menyerbak. Dia tidak tahu Calvin akan mengatakan hal itu. Tanpa sadar airmata Catherine lolos membasahi pipinya. Calvin langsung memeluknya hingga membuat suara tangis Catherine pecah.  "Maafkan aku, aku tidak ingin kau meninggalkan aku," ucap Calvin dan mengelus punggung Catherine. Catherine tidak langsung menjawab ucapan Calvin. Dia membalas pelukan lelaki itu dan menangis di pundaknya. Calvin mencium tengkuk Catherine dan masih mengelus punggung wanita itu. "Aku mencintaimu," bisik Calvin.  Setelah cukup lama Calvin pun melepaskan pelukannya. Dia menghapus airmata Catherine dan mencium keningnya.  "Aku mungkin berubah, tapi hatiku tidak akan pernah berubah," ucap Calvin. Catherine menundukkan wajahnya dan sesenggukan. Mungkin sifatnya masih seperti anak kecil karena memutuskan sebuah hubungan begitu saja. Tapi, dia tidak tahan melihat sikap Calvin pada wanita itu sehingga membuat hati dan pikirannya sudah di luar kendali.  "Aku ingin kau seperti dulu," pinta Catherine, "Maksudku, aku ... aku ..." Catherine tidak bisa melanjutkan ucapannya karena merasa bingung harus menjelaskannya seperti apa. "Iya, aku berjanji padamu. Tapi, aku ingin kau mengerti dan tidak salah paham lagi. Aku akan tetap membantu Caitlin mencari tempat tinggal karena-" "Jangan berbicara tentang wanita lain di depanku," potong Catherine kesal. "Baiklah," Calvin mengangguk. Dia meraih satu tangan Catherine dan memasangkan kembali cincin pertunangan mereka, "Jangan pernah lagi kau melepaskannya, mengerti?" "Itu tergantung padamu," jawab Catherine dan pergi mendahului Calvin.  Calvin tersenyum melihat Catherine dan mengejar wanitanya. Mereka berjalan beriringan masuk kedalam lift. Di dalam lift Calvin mengatakan kalau dia baru saja menaiki anak tangga sampai di atap dan Catherine mengolok-oloknya. Mengingatkan tentang masa lalu mereka saat pertama kali Catherine bekerja di perusahaan Calvin dan lelaki itu menyuruhnya menaiki anak tangga setiap kali pergi ke ruangannya.  "Kau tidak masuk ke dalam?" tanya Calvin karena Catherine tidak ikut keluar dari lift di lantai apartemennya. "Aku tidak ingin melihatmu mengabaikanku dan justru mempedulikannya," jawab Catherine cepat dan langsung menekan tombol lift tanpa menunggu respon dari Calvin. Calvin hanya tersenyum mendengar ucapan Catherine. Dia pun melanjutkan langkahnya masuk ke apartemen. Saat dirinya baru menutup pintu, Caitlin berlari ke arahnya dan berhenti tepat di depan Calvin. "Apa yang terjadi?" tanya Caitlin. "Bukan apa-apa," jawab Calvin. Dia berpikir sejenak dan kembali menatap Calvin, "Apa kau bisa bermalam di hotel malam ini? Aku akan mengantarmu." Raut wajah Caitlin berubah. Dia tidak ingin tinggal di hotel sendirian. Dirinya ingin tinggal di apartemen ini bersama dengan lelaki itu. Sikap Calvin sangat berubah, lelaki itu bukanlah lelaki patung yang berhati dingin. Sehingga membuat Caitlin ingin terus di sampingnya. Walaupun kenyataannya lelaki itu sudah bertunangan. "Bagaimana?" tawar Calvin. Caitlin tertegun dan tersenyum kaku, "Calvin, tidak bisakah kau mengijinkanku bermalam disini saja? Aku takut jika di hotel sendirian, dia akan menemukanku dan terus menghajarku." "Kau tenang saja, aku yang akan me-" Calvin menggantungkan ucapannya melihat Caitlin meringis kesakitan sembari memegang kepalanya. "Caitlin, kau tidak apa-apa?" "Kepalaku ... pusing," ringis Caitlin. Calvin pun menuntun Caitlin duduk di sofa. Dia berjalan ke arah dapur untuk mengambil segelas air. Lalu Calvin memberikan minuman pada Caitlin.  "Apa harus ku panggilkan dokter lagi?"  "Tidak. Tidak usah Calvin," jawab Caitlin. Calvin tidak punya pilihan lain. Dia pun membiarkan Caitlin menginap di apartemennya.  Tepat tengah malam suasana apartemen sudah mulai sepi. Caitlin tidur di kamar Calvin sedangkan lelaki itu ada di lantai bawah di ruang tengah. Calvin mondar-mandir di depan televisi. Dia ingin pergi dari apartemennya tapi Caitlin juga sepertinya sedang sakit.  ~ Calvin membuka pintu apartemen itu perlahan. Dia mengendap-endap masuk kedalam kamar. Sepanjang jalan suasana sudah gelap dan sepi. Sampainya di lantai atas, tangannya memegang knop pintu dan mendorongnya perlahan mencoba untuk tidak mengeluarkan bunyi.  Setelah berhasil masuk, Calvin menutupnya kembali dan berjalan mendekat ke arah ranjang. Tatapannya memperhatikan seorang wanita yang sedang terlelap. Calvin tersenyum dan berbaring di sampingnya. Dia juga membenarkan selimut wanita itu sembari memeluknya.  Waktu berlalu dengan cepat. Calvin mengeratkan pelukannya di perut wanita itu saat merasa terganggu oleh cahaya matahari. Bahkan dia bersembunyi di belakangnya. Satu tangannya yang di jadikan bantal untuk wanita itu, menggenggam satu tangan wanita itu. Catherine tertegun saat merasa ada orang lain yang tidur di belakangnya. Seingat dia Alexa tidak pulang malam ini karena dia pergi ke Quebec untuk memgunjungi orangtuanya. Catherine membuka matanya dengan malas dan melihat telapak tangan besar menggenggam tangannya. Dia membuka matanya lebar dan menoleh ke belakang. Melihat Calvin ada diranjangnya, Catherine sontak bangkit duduk membuat Calvin juga ikut terbangun. "Apa yang kau lakukan di ranjangku?!" sentak Catherine. Calvin ikut bangkit duduk dan mengucek matanya, "Aku hanya tidur." "Tapi aku kan sudah mengatakannya padamu kalau aku tidak ingin kita melakukannya sebelum menikah!" "Melakukan? Melakukan apa?" tanya Calvin yang masih bingung karena dia masih mengantuk. "Apa yang kau lakukan disini?" tanya Catherine cepat. Dia meraih selimut untuk menutupi tubuhnya yang sudah tertutupi pakaiannya sendiri. "Dia menginap di apartemenku karena tiba-tiba semalam dia sakit. Jadi, aku datang kemari untuk tidur disini," jawab Calvin dan mulai memperhatikan Catherine yang terlihat gugup dan terus berusaha menutupi tubuhnya menggunakan selimut. "Kenapa kau menutupi badanmu dengan selimut? Apa kau kedinginan?" Catherine mendesah kesal dan membuang wajahnya. Dia kembali menatap Calvin saat lelaki itu melanjutkan ucapannya, "Atau ... jangan-jangan ... kau berpikir kalau kita ... " "Hei!" Calvin tertawa tiba-tiba membuat wajah Catherine merona. "Keth, aku hanya ingin tidur saja jadi kau tidak perlu khawatir. Lihat, aku masih memakai pakaianku utuh. Aku tidak akan melakukannya tanpa sepengatahuan darimu." Catherine menurunkan selimutnya perlahan. Dia berdecak kesal dan berniat untuk bangkit dari ranjang namun Calvin mencegahnya. Calvin menarik lengan Catherine hingga Catherine berada di depannya. "Apa?!" tanya Catherine kesal. "Kapan Alexa akan pulang?" "Kenapa? Kau ingin tidur disini lagi? Tidak akan," ucap Catherine dan melepaskan genggaman tangan Calvin. Dia bangkit ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya. Calvin mengikutinya. Dia berdiri di samping Catherine dan bersandar di dinding. "Kalau aku tidak tidur disini, lalu aku harus tidur dimana? Apa kau ingin kalau aku tinggal berdua dengan Caitlin di apartemenku?" "Kalau begitu suruh dia pergi saja," jawab Catherine. "Dia banyak membantuku dulu. Aku hanya ingin membalas kebaikannya saja." "Oh yah?" Catherine melirik kearah Calvin sekilas dan kembali memperhatikan bayangan wajahnya di kaca saat mencuci wajahnya. "Aku lapar," Calvin mencoba mengalihkan pembicaraan. Dia tidak ingin Catherine kembali marah padanya di waktu sepagi ini.  Catherine hanya bisa menghela napas pelan. Selesai mencuci wajahnya, dia pergi ke dapur untuk menyiapkan makanan untuk Calvin. Pagi ini Catherine tidak ingin membuatkan spaghetti karena lelaki itu terlalu sering memakannya.  Selang sepuluh menit Catherine sudah menyelesaikan masakannya. Dia membawa dua piring pancake. Mereka pun menyantap sarapan bersama. "Oh yah, lalu bagaimana dengan dia?" tanya Catherine. Calvin tahu kemana perbincangan Catherine. Dia pun meminum jusnya hingga setengah gelas dan menatap Catherine, "Itu?" ~ Caitlin terbangun dan memperhatikan keadaan sekitar. Merasa suasananya menjadi sepi, dia pun keluar kamar dan mengelilingi apartemen untuk mencari Calvin. Caitlin merasa bingung karena tidak menemukannya. Dia pun turun ke lantai bawah. "Calvin?" panggilnya cukup keras dan berlari ke arah dapur. Tidak ada. Saat Caitlin melewati ruang tengah, dia menghentikan langkahnya dan menoleh kearah meja. Keningnya berkerut melihat ada selembar kertas serta sebuah ecard. Caitlin pun mendekat dan meraih kertas itu. Dia pun mulai membaca isi pesannya. Itu apartemen barumu. Tepatnya di Apartemen Hudson di kamar 1267 lantai 12. Jika kau sudah menemukan apartemennya, kau bisa menghubungiku. Maafkan aku karena pergi tanpa pamit denganmu. Aku akan menemuimu nanti. Kau juga tidak perlu khawatir tentang lelaki yang mengejarmu. Dia tidak akan tahu kau tinggal disana karena aku sudah mengurusnya. +1 776590 itu nomer ponselku. Calvin Caitlin meremas kertas itu. Tiba-tiba saja dia merasa kesal. Apa karena wanita yang menjadi tunangannya itu sehingga membuat Calvin mengusirnya? Benar, Caitlin merasa kalau lelaki itu mengusirnya karena memberikan sebuah apartemen tanpa bertemu langsung dengannya.  Tak lama kemudian Caitlin pun pergi dari apartemen. Dia pergi ke apartemen yang di berikan Calvin untuknya.  ~ TBC ~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD