Perdebatan mereka berlanjut hingga salah satu ponsel mereka berdua ada yang berdering. Telepon yang berdering itu merupakan telepon milik lelaki itu. Lelaki tersebut tampak mengecek ponselnya yang berada di dalam saku jas miliknya dan segera mengangkat panggilan tersebut. Agni tidak tahu dan lebih tepatnya tidak ingi tahu juga apa yang sedang dibicarakan laki-laki di hadapannya dengan seorang penelepon.
Setelah beberapa menit kemudian, laki-laki di hadapannya kini mematikan panggilan tersebut. Namun bukannya ponsel itu dimasukkan kembali ke dalam saku jasnya, justru ponsel tersebut di hadapan ke arah Agni seperti orang yang bersiap untuk memotret Agni. Benar saja laki-laki itu ternyata memotret Agni dan persetujuan Agni sama sekali.
“Eh loh mas ngapain ngefoto saya, nggak sopan mas.” Agni kesal dengan laki-laki di hadapannya yang berani-beraninya memotret dirinya tanpa persetujuannya.
“Gue ngefoto buat jaminan aja biar lo nggak kabur dan mau ganti rugi karena mobil gue yang lecet kena baretan tas lo itu karena gue lagi ada urusan.” Laki-laki itu dengan nada santai menjawab pertanyaan Agni yang sudah diselimuti amarah.
Laki-laki itu kemudian segera masuk ke dalam mobil dan melajukan mobilnya pergi meninggalkan Agni di jalan sendirian.
“Itu orang nggak ada sopan santunnya sama sekali, kenapa ya hari ini aku sial banget.” Agni menempelkan telapak tangannya tak sanggup melalui beberapa kejadian yang tak terlupakan di hari pertama ia tiba di Jakarta.
Agni memilih berjalan ke warung yang berada di dekatnya, namun saat ia akan pergi meninggalkan tempat berdirinya saat ini, Agni melihat sebuah flashdisk yang tergeletak persis di depan kakinya. Agni mengambil flashdisk tersebut dan segera pergi menuju warung yang berada di dekatnya sambil membawa flashdisk di genggamannya.
“Permisi Bu…” Agni memanggil seorang ibu yang sedang menata barang dagannya di warung.
“Iya Mba silahkan mau beli apa?” Ibu tersebut menjawab sapaan Agni dan menanyakan apa yang sedang Agni butuhkan.
“Saya mau beli air mineral botolnya satu ya Bu, yang dingin kalau ada.” ucap Agni yang sudah menahan dahaga sedar tadi.
“Oh iya sebentar ya Mba.” Ibu tersebut tampak pergi meninggalkan Agni untuk mengambil air mineral dingin yang tersimpan di sebuah box yang berisi es batu untuk mendinginkan botol air mineral tersebut.
“Ini Mba minumnya.” Ibu itu menyerahkan botol air mineral tersebut kepada Agni.
Agni mengambil minumannya dan segera mengambil uang lalu membayarnya.
“Terimakasih ya Bu, saya numpang istirahat sebentar di sini ya Bu.” Agni meminta izin kepada Ibu si penjual warung untuk duduk beristirahat sejenak di warungnya.
“Iya Mba silahkan.” Ibu itu dengan baik mempersilahkan Agni untuk beristirahat di warungnya.
Agni kemudian duduk di kursi yang sudah disediakan di depan warung, ia mulai meneguk sebotol air mineral dingin yang kini sudah berada di genggamannya. Agni tampak menghela napas sejenak karena kelelahan, jujur saja saat ini ia bingung mau kemana karena ongkos untuk menaikki tranportasi pun sepertinya sudah sangat terbatas mengingatt dompetnya dicuri tadi saat berada di angkot.
Agni teringat akan flashdisk yang tadi ia ambil, ia memandangi flashdisk tersebut sambil mengira-ngira siapa pemilik flashdisk itu.
“Apa mungkin ini flashdisk punyanya cowok tadi ya?” di dalam pikirannya, Agni langsung terbesit jika flashdisk yang kini berada di genggamannya adalah milik laki-laki yang tadi hampir menabrak dirinya.
Tak berapa lama Agni duduk, ada seorang bapak yang terlihat ingin duduk di sebelahnya setelah memakirkan motornya di samping warung. Bapak itu terdengar memesan segelas kopi, sebelum duduk Bapak tersebut tampak tersenyum sebentar ke arah Agni dan Agni pun membalas senyumannya.
“Bukan orang Jakarta ya Mbak?” tanya Bapak itu tiba-tiba membuka pembicaraan dengan Agni.
“Iya Pak, kok Bapak bisa tahu kalau saya bukan orang sini?” tanya Agni dengan polosnya karena ia bingung mengapa Bapak tersebut bisa mengetahui kalau dirinya bukan asli Jakarta.
“La itu bawaannya banyak heheh, asalnya dari mana Mbak?” tanya Bapak itu.
“Saya dari Solo Pak.” jawab Agni.
“Oh ya, saya asalnya juga dari Solo lo Mbak, Nama saya Parjo, Mbaknya namanya siapa?” tanya Parjo.
“Saya Agni Pak.” balas Agni.
“Mau kemana Mbak Agni rencananya?” tanya Bapak tersebut kembali.
“Saya mau ke tempat kerja saya di Jakarta Pak, alhamdulillah keterima kerja di sini jadi saya dateng ke Jakarta.” balas Agni dengan nada yang sangat sopan.
“Saya anter aja gimana Mbak? Kebetulan saya tukang ojek di Jakarta jadi lumayan paham kalau mau nganter ke tempat tujuan Mbaknya.” ucap Parjo menawarkan tumpangan.
“Maaf Pak bukannya saya mau menolak tawaran Bapak, tapi saya udah nggak punya ongkos lagi buat bayar ojeknya karena tadi saya kecopetan waktu di angkot.” ujar Agni menjelaskan kejadian yang menimpanya tadi.
Pak Parjo terlihat nampak terkejut dengan apa yang diucapkan Agni.
“Astaghfirullah, sabar ya Mbak, tapi Mbak Agni nggak papa kan? Nggak ada yang luka kan?” tanya Parjo memastikan keadaan Agni.
“Saya nggak papa Pak.” balas Agni sambil tersenyum.
“Ya udah saya anter yuk Mbak, tenang aja Mbak Agni nggak usah mikirin ongkosnya, saya anter kemana pun tujuan Mbak Agni.” balas Pak Parjo kekeuh ingin mengantarkan Agni.
“Terima kasih Pak.” Agni akhirnya mau untuk diantarkan oleh Pak Parjo menuju tempat yang akan ia tuju.
Agni menyerahkan selembar kertas berisi alamat tujuan yang akan ia datangi ke Pak Parjo. Pak Parjo menganggukkan kepalanya paham akan alamat yang ingin dituju Agni. Pak Parjo mengambil motornya lalu mempersilahkan Agni untuk naik ke atas motornya dan kemudian segera melajukan motornya ke tempat yang akan dituju.
***
Cakra tampak sibuk mencari sesuatu di saku jas maupun saku celananya.
“Gue taruh dimana ya tadi flashdisknya.” Cakra terlihat bingung mencari flashdisk yang akan ia gunakan untuk meeting nanti.
“Apa ketinggalan di mobil ya.” Cakra kemudian segera keluar dari ruangannya dan menghampiri mobilnya kembali yang sudah terpakir di parkiran.
Sesampainya di parkiran, ia segera membuka pintu mobilnya dan mencari flashdisknya dengan sangat teliti, namun setelah sepuluh menit ia mencari tetap saja tidak kunjung ia temukan.
“Mana sih flashdisk gue, mana bentar lagi meetingnya mulai.” Pikiran Cakra semakin cemas saat ini.
Ia kemudian kembali ke ruangannya dengan rasa tegang yang tidak karuan mengingat bentar lagi rapat dengan kliennya akan dimulai dan tidak mungkin juga ia tunda atau batalkan karena kliennya ini klien yang spesial baginya.
“Lo kenapa sih Cak?” tanya Dona yang tidak betah melihat Cakra terlihat bingung kesana-kemari.
Gue nyari flashdisk buat bahan meeting nanti, tapi nggak ada.” balas Cakra sambil terus mencari flashdisknya barangkali terselip dengan file-file di tasnya.
“Ketinggalan di rumah kali?” tebak Dona.
“Kalo ketinggalan di rumah nggak mungkin karena tadi pas gue lagi jalan masih ada kok.” ucap Cakra.
“Atau jatuh di jalan? Lo tadi ada keluar mobil ngga pas lagi di jalan?” tanya Dona kembali.
“Cakra teringat ketika tadi ia sempat keluar dari dalam mobil ketika hampir menabrak seorang perempuan.
“Iya sih tadi sempet keluar bentar dari mobil, tapi kayaknya nggak mungkin deh jatuh di situ.” balas Cakra.
“Ya udah gini deh, lo tenangin diri lo dulu, karena waktu juga udah mepet kita presentasi apa adanya dulu aja, gue yakin lo pasti bisa kok, lo kan juga udah sering ketemu klien dan udah sering juga presentasi ini-itu kan.” Dona berusaha menenangkan Cakra agar tidak panik terlebih dahulu.
Cakra akhirnya mendengarkan perkataan Dona untuk menenangkan dirinya sejenak, ia juga sadar waktunya sudah mepet tidak mungkin ia kembali ke rumah atau ke tempat tadi untuk mencari flashdisknya.