***
Ketika dirinya akan sampai rumah, Agni melihat ibunya duduk di kursi depan rumahnya seperti menunggu kehadiran dirinya.
“Kok nggak masuk Bu?” Agni menghampiri ibunya yang tengah duduk sendirian di depan rumah.
“Ibu lupa bawa kunci tadi cepet-cepet waktu mau ke rumah Bu Siti.” jawab Yuni berdiri menunggu Agni mengambil kunci dari saku roknya.
Agni mengambil kunci dari dalam sakunya lalu segera membuka pintu rumahnya. Mereka bertiga segera masuk ke dalam rumah.
“Laeli belum pulang ya?” tanya Pardi yang belum melihat keberadaan putri keduanya itu di dalam rumah.
“Iya belum Pak, mungkin sebentar lagi.” jawab Yuni.
Agni masuk ke dalam sambil membawa rantang makanan yang sudah kosong. Pikirannya sedari tadi sama sekali masih belum tenang, ia masih memikirkan bagaimana caranya untuk membicarakan tentang lowongan pekerjaan tersebut kepada ibu dan ayahnya.
Malam harinya semuanya berkumpul di ruang tamu yang juga merupakan ruang keluarga untuk makan malam bersama. Laeli membantu Agni untuk membawakan masakan ke depan setelah itu mereka duduk lesehan bersama sambil menikmati tontonan sinetron di televisi tabung milik keluarganya. Selesai makan Agni bersiap untuk mengambil piring kotor agar dapat ia cuci, namun sudah lebih dulu dilarang oleh Laeli.
“Biar aku aja Mbak yang nyuci piringnya.” ujar Laeli yang sudah berdiri terlebih dahulu sambil membawa piring kotor.
“Yaudah kalau gitu, makasih dek.” balas Agni.
Sebenarrnya sedari tadi Pardi sudah bisa melihat gerak-gerik Agni yang sepertinya ingin mengatakan sesuatu namun selalu ditahan.
“Ada yang mau kamu omongin Ni?” tanya Pardi sambil pandangannya melihat ke arah Agni.
Agni tampak ragu untuk memulai pembicaraan malam ini, namun ia harus mengatakannya segera karena ia tidak ingin kehilangan kesempatan itu.
“Iya kalau ada yang mau kamu omongin, omongin aja Ni.” ucap Yuni menimpali perkataan suaminya.
“Sebenarnya memang ada yang mau Agni omongin Pak, Bu.” Agni benar-benar akan memulai pembicaraannya kali ini.
“Apa Ni?” tanya Pardi.
Agni tampak menghela napas dalam sebelum akhirnya mengatakan hal yang sudah ia tahan sejak tadi pagi tadi.
“Sebenarnya aku udah dapet lowongan pekerjaan Bu, tapi di Jakarta, Agni mau ambil pekerjaan itu tapi kalau Ibu sama Bapak nggak ngijinin Agni nggak akan berangkat kok.” ujar Agni.
“Ibu sama Bapak pasti ngijinin kamu asalkan pekerjaan itu nggak ngebebanin kamu dan kamu bisa jaga diri, iya kan Pak?” Yuni bertanya kepada suaminya untuk menimpali perkataannya barusan.
“Iya bener katamu Ibumu, kalau kamu sudah yakin ambil aja, tapi kalau kamu masih ragu bisa dipikirin lagi.” Pardi menimpali perkataan istrinya.
Sebenarnya ia merasa berat hati jika haurs membiarkan putrinya untuk merantau ke luar kota, apalagi merantau ke Jakarta yang termasuk kota besar dan sangat padat penduduk. Tapi Pardi tahu jika Agni sepertinya sangat ingin mengambil pekerjaan tersebut jadi ia mengijinkan putrinya untuk merantau.
“Iya Pak, Bu, Agni pikirin mateng-mateng dulu.” balas Agni sembari tersenyum tipis.
Ketika hari sudah mulai larut dan semua anggota keluarga sudah tertidur, kini giliran dirinya yang sama sekali belum bisa tidur dengan nyenyak. Agni khawatir jika tawaran pekerjaan yang ditawarkan oleh Puput tidak berlaku lagi karena sudah ada yang mengambil pekerjaan tersebut, tapi tidak mungkin juga kalau saat ini ia ke rumah Puput karena waktu juga sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Agni memejamkan matanya seraya terus berdoa dan berharap dalam hati jika lowongan pekerjaan itu masih tersedia.
***
Pagi-pagi buta Yuni sudah lebih dulu bangun dibanding suami dan kedua putrinya untuk menyiapkan sarapan. Yuni melihat Agni yang melakukan pekerjaan rumah lebih awal dari biasanya. Biasanya Agni mulai melakukan pekerjaan mulai jam tujuh pagi, tapi kini jam dinding rumahnya masih menunjukkan pukul enam pagi, Agni sudah bersiap berkegiatan seperti biasanya ketika pagi hari.
Setelah menyelesaikan semua pekerjaan rumahnya, Agni berniat ingin pergi ke rumah Puput untuk menanyakan perihal lowongan pekerjaan kemarin. Agni menghampiri ibunya yang masih berada di dapur.
“Bu, Agni pergi dulu ya sebentar.” ucap Agni berpamitan kepada ibunya.
“Mau kemana pagi-pagi Ni?” Yuni bertanya kepada putrinya karena tidak biasanya Agni pergi dalam keadaan belum sarapan.
“Mau ke rumah Puput sebentar Bu, mau ngomongin tentang lowongan pekerjaan kemarin, semoga aja masih ada lowongannya Bu.” balas Agni menjelaskan kepada ibunya.
“Yasudah, Ibu doain semoga lowongannya masih ada.” Yuni mendoakan hal yang sama seperti yang diharapkan oleh Agni.
“Amiinn Bu, yaudah Agni pergi dulu ya Bu kalau gitu.” Pamit Agni sekali lagi.
“Iya hati-hati.” ujar Yuni.
Agni keluar dari rumahnya dan segera pergi menghampiri Puput, dalam perjalanan ia selalu berharap jika lowongan pekerjaan tersebut masih ada. Agni mengetuk pelan pintu rumah Puput. Tak lama kemudian pintu tersebut dibuka oleh Puput sendiri.
“Ada apa Ni kok pagi-pagi udah ke sini?” tanya Puput sambil membenahi kacamata yang ia kenakan.
“Itu Put aku mau nanyain lowongan pekerjaan kemarin kira-kira masih ada nggak ya?” tanya Agni dengan penuh harap.
“Oh yang kemarin itu? Coba ku tanyain kesepupu ku dulu ya, semoga aja masih ada.” jawab Puput.
“Iya Put coba tolong telponin sepupumu.” Agni meminta tolong Puput untuk segera meneleponkan sepupunya dan menyakan terkait lowongan pekerjaan kemarin.
“Oke sebentar.” Puput mangambil ponsel di saku roknya dan segera menelepon sepupunya tersebut.
Raut wajah Agni terlihat dengan penuh harap ada kabar baik yang ia dengar dari percakapan Puput dengan sepupunya melalui telepon. Puput tampak berbincang sebentar dengan sepupunya sebelum akhirnya panggilan tersebut dimatikan.
“Gimana Put? Masih ada lokernya?” tanya Agni dengan penuh harap.
“Masih adaa Ni!!!” balas Puput dengan sangat antusias.
“Beneran Put?” tanya Agni belum percaya, namun segera dibalas anggukan oleh Puput.
“Alhamdulillah akhirnya aku bisa kerja lagi.” Raut wajah bahagia terpancar di wajah Agni saat ini. Walaupun memang pekerjaannya hanya sebagai asisten rumah tangga tapi ia sangat bersyukur karena masih bisa bekerja di saat yang lain sulit untuk mencari pekerjaan.
“Makasihhhh Puput.” Agni refleks memeluk sahabatnya.
“Sama-sama Ni, aku ikut seneng akhirnya kamu bisa kerja lagi.” balas Puput sambil tersenyum riang.
“Oiya Put aku mau minta alamat lengkapnya bisa?” tanya Agni agar sesampainya di Jakarta ia bisa segera menemmukan alamat tersebut.
“Bisa Ni, kamu kapan rencana mau berangkat ke Jakarta?” tanya Puput sembari jarinya mengetik pesan berisi alamat lengkap lalu ia kirimkan ke Agni melalui sms.
“Besok pagi aku berangkat ke Jakarta Put, hari ini mau siap-siap dulu.” jawab Agni dengan mantap.
“Oke besok aku temenin ke terminal.” ujar Puput.
“Ngga usah repot-repot Put, Aku bisa berangkat ke terminal sendiri kok.” Agni tidak bermaksud menolak Puput untuk mengantarkannya ke terminal, tapi ia hanya merasa tak enak saja kalau harus merepotkan sahabatnya terus-menerus.
“Sama sekali nggak ngerepotin, pokoknya besok aku temenin kamu ke terminal.” Puput tidak menerima penolakan apapun dari Agni karena ia benar-benar ingin mengantarkan Agni ke terminal.
“Ya udah deh kalau gitu aku tak langsung pulang dulu ya, mau nyiapin baju-baju.” Agni berpamitan untuk pulang ke rumah kembali.
“Oke Ni hati-hati.” balas Puput melambaikan tangannya.
Agni kembali ke rumah dengan raut wajah yang sudah dapat dipastikan sangat gembira ketika lowongan pekerjaan itu masih tersedia untuknya. Dan besok ia sudah akan ke Jakarta untuk memulai pekerjaan barunya di sana.