Senin pagi kali ini diawali dengan gerimis di sertai mendung, namun tidak terlalu tebal. Anginnya mampu membuat bulu kuduk siapa saja pasti berdiri akibat hembusan dinginnya. Tidak heran jika sebagian orang memakai jaket sebagai pelindung dari serangan dingin itu.
Sama halnya dengan Kinan, gadis itu tengah berjalan menuju sekolahnya sembari menggosokkan ke dua telapak tangannya untuk menciptakan sensasi hangat di tubuhnya.
Saat melintasi koridor sekolahnya, ada sedikit keanehan di sana. Di mana seluruh siswa-siswi yang ada matanya tidak pernah lepas dari Kinan dan gadis itu juga mendegar bisikan-bisikan aneh yang mereka ciptakan.
Kinan tersenyum tipis ketika melihat Gavin tengah berjalan berlawanan arah dengannya. Kinan berjalan cepat untuk menghampiri lelaki itu.
“Vin, makasih ya lo udah mau nganterin mama gua kemaren,” ucap Kinan wajahnya dibuat seramah mungkin.
Gavin hanya melewatinya begitu saja tanpa menatap Kinan sedikit pun. Bahkan Kinan dapat merasakan tatapan jijik yang Gavin layanglan untuknya.
Kesal! Kinan sangat kesal sekali dengan respon Gavin. Niat awal Kinan ingin memperbaiki hubungannya dengan lelaki itu, tapi pada akhirnya dia bersikap seenaknya.
“Apa kabar ketos yang terhormat?” tanya Desi tangannya sibuk memainkan rambut panjangnya.
“Pastilah baik, sekarang kan dia lagi jadi pembicaraan terhangat di sekolahan ini,” ucap Jesika menimpali.
Jesika meneliti penampilan Kinan, sesekali bibirnya berdecak mengejek. “Kinan, Kinan. Gua nggak nyangka ya, ternyata gadis sepolos lo bisa bertindak nekat seperti itu.”
Kinan mengerutkan keningnya. “Lo berdua kenapa sih? Hidup lo berdua nggak berwarna ya kalo nggak gangguin gua?” tanya Kinan memincingkan alisnya tak kalah mengejek.
“Des, lebih baik kita cabut yuk, nggak ada gunanya juga ngobrol sama gadis sok polos, ya ketos kita ini,” ucap Jesika lalu melenggang pergi dari hadapan Kinan kemudian disusul oleh Desi yang berjalan di belakang Jesika.
Setibanya di kelas, Kinan masih saja mendapat tatapan cemooh dari teman satu kelasnya tidak terkecuali Della. Sahabatnya itu memandang Kinan dengan tatapan terluka dan kecewa.
“Dell, ini ada apa sih?” tanya Kinan ketika sudah duduk di bangkunya.
Della tidak menjawab pertanyaan Kinan, gadis itu beranjak dari duduknya membawa tasnya ikut serta.
Kinan menatap heran perubahan Della yang sangat berbeda pagi in, sahabatnya itu berpindah tempat menjadi paling belakang. Ada yang tidak beres.
Bahkan saat Kinan menatap Gavin pun, lelaki itu langsung membuang pandangannya ke tempat lain dan begitu pula dengan Pipin. Tidak ada yang bisa Kinan lakukan selain diam dan menunggu sebenarnya ada apa di balik semua ini.
“Kinan, bisa ikut dengan saya, sekarang!” ucap Momina dengan raut wajah yang tidak biasanya.
“Baik buk.”
Kinan beranjak dari duduknya lalu mengikuti momina dari belakang. Sebelum Kinan benar-benar keluar dari kelasnya, semua teman-temannya menyorakinya, seolah Kinan tengah melakukan kesalahan yang fatal. Tatapan Gavin dan Kinan pun bertemu, namun Gavin langsung mengalihkan pandangannya,
“Kinan!”
Suara tegas dari Momina membuat Kinan langsung keluar dari kelasnya.
Kinan dibawa ke ruang kepala sekolah dan di sana juga sudah terdapat Vania sebagai guru BK. Kinan begitu tekut dengan suasana yang mencekam saat ini, bahkan Vania menatapnya penuh ketidak percayaan dan Caka—kepala sekolah SMK Paripurna Negara—pun menatap sama.
“Duduk!” perintah Caka.
Kinan menuruti perintah Caka, gadis itu duduk di antara Momina dan Vania. Suasana hening beberapa saat dan Kinan pun tidak tahu harus berbicara apa.
Namun, tiba-tiba Caka mengambil sebuah selembaran spanduk besar yang di sana tertuliskan anggota osis SMA Paripurna Negara. Kinan hanya melihatnya tanpa bisa berkata.
“Pak!” Kinan berteriak ketika selembaran itu dirobek oleh Caka.
“Ada apa Kinan, bukankah kamu sudah tidak pantas lagi menjadi ketua osis di sini?” tanya Caka tajam.
“Maksud bapak?” tanya Kinan penuh ketidak percayaan.
“Kinan, tingkah kamu sudah mencoreng nama baik sekolah ini. Saya sebagai guru BK menjadi salah satu penggemar kamu, karena ketegasan, kecerdasan, dan kedisiplinan kamu. Namun, pertunjukan kamu saat ini mampu membuat saya sangat kecewa,” ucap Vania.
Kinan menatap Vania dan Momina secara bergantian. “Bu, sungguh. Saya tidak mengerti dengan apa yang bapak dan ibu bahas.”
“Kinan, kenapa kamu masih saja mengelak? Sedangkan barang bukti sudah ada di depan mata,” ucap Momina.
Kinan menatap Caka yang sibuk dengan gawainya, nampaknya lelaki itu tengah mencari sesuatu dari sana.
“Kamu bisa jelaskan ini.” Caka menyerahkan ponselnya.
Kinan membekap mulunya sediri ketika melihat isi gawai itu yang di mana terdapat dirinya dan seorang pria tengah duduk bersama dan terlihat saling berbicara.
“Jelaskan Kinan!” perintah Caka.
“Pak, saya memang tengah bekerja di sana, hanya bekerja pak. Tidak lebih.” Kinan menatap Caka penuh dengan ketegasan.
“Jangan mengelak Kinan, bukti sudah ada di depan mata kamu. Apa masih kurang jelas?” tanya Vania semakin memojokkan Kinan agar mengakui semuanya.
“Bu, jika saya tidak bersalah, saya harus menjelaskan apa lagi?” tanya Kinan pada Vania.
“Tidak ada maling yang mau ngaku. Sama halnya denganmu Kinan.” Kali ini Momina yang angkat bicara.
“Bu, sayamengatakan yang sejujurnya.”
“Bu Momina, kumpulkan semua murid, kita akan berkumpul di lapangan dan melepas jabatan osis Kinan secara tidak hormat,” ucap Caka.
“Pak.” Kinan menatap Caka memohon agar jabatan osisnya tidak dilepas.
Wajah Kinan berubah sendu, ketika Caka sudah tidak lagi mengindahkan ucapannya. Ini tidak adil! Foto itu memanglah dirinya dan Banyu waktu permata kali bertemu. Kinan tidak habis pikir dengan orang yang memotretnya secara diam-diam dan memfitnahnya secara habis-habisan seperti ini.
Pantas saja Della, Gavin, dan Pipin tidak mau menatapnya. Mereka jijik dengannya. Itu hal yang wajar, siapa pun kalau melihat fotonya yang terlihat akrab dengan Banyu pasti akan menganggapnya seperti gadis murahan yang menjual tubuhnya untuk uang.
Akan tetapi, kenyataanya tidak seperti itu. Kinan dan lelaki paruh baya itu hanya mengobrol, tidak ada hal lain.
Kinan membeku di tempatnya ketika ingatannya melanyang pada beberapa hari yang lalu di mana dirinya bertemu dengan Banyu. Di saat yang bersamaan juga Gavin berada di sana dan kemungkinan besarnya ….
***
Kinan berlari menyusuri koridor sekolahnya dengan amarah yang hampir saja meledak-ledak. Gadis itu membuka pintu kelasnya kasar.
“PUAS LO!” Kinan berteriak menghampiri Gavin yang tengah asyik memainkan gawainya.
Gavin mendongak sembari memincingkan sebelah alisnya. “Maksud lo apa?” tanya Gavin.
“LO LICIK, LO b******k. GUA SALAH APA SAMA LO VIN? LO TEGA UDAH FITNAH GUA!” Kinan menatap Gavin penuh dengan kilatan marah.
Gavin berdiri dari duduknya lalu memakukkan ke dua tangannya di saku celanannya. “Oh, jadi lo udah tau.”
Kinan mengampiri Gavin lalu melayangkan pukulan bertubi-tubi pada d**a lelaki itu. “Puas lo liat gua jatuh?! Atau masih ada lagi kejutan buat gua saat ini? Mumpung gua masih ada di sekolah ini, puas-puasin lo jatuhin gua, Vin.”
“Selain nggak tau diri, lo juga nggak punya malu ya Kin?’ tanya Gavin menyindir. “Lo tau siapa lelaki yang ada di foto itu? Itu bokap gua Kin, nggak ada lelaki lain apa selain bokap gua?” tanya Gavin menatap Kinan penuh luka.
“Lihat.” Gavin menujukan foto pernikahan ke dua orang tunya. “Mereka terlihat bahagia bukan?” tanya Gavin diakhiri dengan kekehan kecil. “TAPI, LO NGERUSAK KEBAHAGIAAN MEREKA! DIBAYAR BERAPA LO SAMA BOKAP GUA? BIAR GUA BAYAR TIGA KALI LIPAT ASAL LO TINGGALIN BOKAP GUA! JAWAB KINAN BERAPA HARGA LO!”