Naomi menarik diri dari rasa sedih yang terus membuatnya tersiksa. Mumpung ada gadis kecil yang baru dikenalnya duduk di samping, dia mencoba memanfaatkan waktunya bersama dengan Zahwa untuk menghibur diri.
“Kenapa kamu melihatku seperti itu?” tanya Naomi merasa diperhatikan oleh Ayu.
Lantas Ayu tersenyum seraya duduk melipatkan tangan di atas meja dan tatapannya makin terpusat pada Naomi. “Aku lihat kalian berdua sudah kaya ibu dan anak. Apa ini tanda bahwa kamu harus segera menikah lagi usai lepas masa iddah?”
“Ah, ngaco kamu. Sama mas Sakhi saja kaya gini, gimana sama orang lain? Aku sama sekali enggak mau menulis story yang sama untuk kedua kalinya.”
“Semua orang, kan gak sama. Cuma kebetulan saja Sakhi itu titisan Fir’un.”
“Hush, jangan ngomong seperti itu! Meskipun dia berprilaku buruk, tapi dia masih suamiku.”
“Ok. Tunggu setelah hakim ketuk palu, baru aku bebas memakinya.”
Naomi tersenyum menggeleng kepala, lalu dia kembali mengelap sisa es krim yang menempel di sudut bibir Zahwa.
“Anak itu sudah terlalu lama loh sama kita. Apa gak sebaiknya kita kembalikan sama orangtuanya? Kasihan loh, pasti mereka kerepotan mencari putri mereka.” Setelah sekian lama mereka duduk menikmati es krim, bahkan makan siang bersama. Barulah Ayu mempertanyakan keberadaan Zahwa di sisi mereka yang terlihat anteng.
Naomi tertegun. “Kamu benar. Tapi kenapa gak ada satu pengumuman pun ya?”
“Entahlah. Sebaiknya kita balikin anak itu pada tempat dia bermain.”
Naomi mengangguk setuju. Dia menurunkan Zahwa dari kursinya kemudian membawanya menuju tempat permainan anak. Begitu tiba, mereka langsung mengamati keadaan sekitar, mencari sus Rini dan tentunya mereka menggunakan penglihatan Zahwa, karena hanya dia yang mengenal sus Rini.
“Gimana, Awa? Ada orang yang mirip sus Lini?” tanya Ayu menatap lekat manik mata Zahwa.
Lantas Zahwa memberi jawaban dengan gelengan kepala, hingga Ayu dan Naomi berdengkus kasar.
“Sudah jam segini kenapa orang yang jaga Awa masih belum datang mencari?” Ayu sama sekali tidak habis pikir dengan suster yang bertugas menjaga Zahwa, harusnya bisa mengemban amanah dengan baik, ini malah hilang, seakan-akan memang sengaja meninggalkan gadis kecil yang tak berdosa di tengah mall.
“Nao, apa jangan-jangan anak ini sengaja ditinggalkan?”
“Masa sih?” Naomi bergeming.
“Menurutmu apa, anak 5 tahun ditinggalkan di mall sendirian, sudah mau sore tapi belum ada yang mencari? Harusnya kalau memang datangnya secara baik-baik, pasti akan ada pengumuman kehilangan anak.”
Lagi Naomi tertegun dengan penjelasan Ayu. Semakin dicoba pikirkan, semakin logikanya membenarkan ucapan Ayu.
“Duh, aku gak mau su’udzon. Lebih baik kita minta petugas untuk membuat laporan.”
Naomi berusaha untuk berpikir positif, meskipun logikanya terus mengatakan bahwa yang dikatakan Ayu ada benarnya, jadinya dia berperang antara logika dengan perasaannya.
Namun, meskipun demikian, dia tetap membawa Zahwa ke kantor keamanan terlebih dahulu untuk meminta bantuan pada mereka untuk membuat pengumuman atas penemuan anak yang terpisah dari keluarga.
Naomi dan Ayu tak beranjak sedikitpun. Dia tetap duduk menemani Zahwa sampai sus Rini datang mengambilnya.
Lantas prediksi Naomi sama sekali tidak menguntungkan. Sudah hampir satu jam mereka berada di kantor keamanan untuk menunggu sus Rini datang, tapi tidak juga muncul, hingga akhirnya Ayu angkat bicara. “Nah, kan, ini anak memang sengaja ditinggal sama susnya.”
“Jadi gimana dong?” tanya Naomi bingung.
“Bawa saja pulang. Anggap saja anak ini hadiah dari Allah untuk kita,” jawab Ayu dengan gamblang. Seakan tidak ada beban sedikitpun. Beda halnya dengan Naomi yang malah ragu-ragu.
“Pak, ini kartu nama saya! Kalau ada yang cari anak ini, kasih saja kartu saya,” ujar Naomi menyerahkan kartu nama pada petugas keamanan.
“Jadi Ibu mau bawa pulang anak ini?”
“Iya. Ini juga sudah sore. Gak mungkin kami terus ada di sini. Jadi anak ini kami bawa pulang saja.”
“Baik, Bu.”
Naomi berjongkok, menatap manik mata Zahwa yang terlihat resah sedari tadi karena sus Rini. “Awa, gimana kalau Awa ikut Aunty pulang ke rumah?”
“Bonyeh, Oti?”
“Boleh dong.” Ayu malah menjawab lebih cepat dari Naomi.
“Yee.” Zahwa langsung melompat kegirangan. Tidak peduli dia tidak pulang ke rumahnya, tapi gadis kecil itu sudah terlalu nyaman dengan Naomi dan Ayu, sehingga dia merasa aman dan senang berada di sisi mereka.
Naomi dan Ayu kini membawa pulang Zahwa. Dalam perjalanan Zahwa terlalu lelah sehingga langsung tidur di jok belakang kemudi, hingga sampai di rumah, mereka tidak berani membangunkan Zahwa. Naomi mengambil alih menggendongnya, membawa masuk dan membaringkan di atas kasur.
Sementara itu, perempuan kepala 3 yang tadi dicari oleh Zahwa masih asik menikmati bakso sambil mengobrol dengan seorang laki-laki yang dikenal lewat sosial media.
Seakan lupa waktu dan tugasnya sebagai babysitter-nya Zahwa, telinganya sama sekali tidak mendengar pengumuman dari petugas keamanan mall. Mungkin karena yang disebut sus Lini, sedangkan namanya Rini, selain itu nama anak kecil yang dia jaga Zahwa, bukan Awa.
“Sudah mau sore. Mau pulang apa kita nonton dulu?” tanya laki-laki itu pada Sus Rini.
“Rini harus pulang dulu. Besok Rini datang lagi ke sini,” jawab Sus Rini tersenyum penuh cinta. Dalam kepalanya sudah tersusun rencana untuk minta izin pada majikannya dengan alasan membawa Zahwa jalan-jalan, padahal tujuannya untuk menemui pacar onlinenya.
“Baiklah. Berarti kita ketemu di sini lagi ya!”
“Iya.” Sus Rini mengangguk mantap. “Kalau begitu Rini duluan ya!”
Sudah berjam-jam mereka duduk berdua, mengobrol banyak hal, seakan-akan tidak ada hari esok untuk dibicarakan, dan setelah sore menyapa, barulah mereka berpisah. Sus Rini cengengesan sembari melangkahkan kakinya menuju tempat Naomi bermain. Sebelumnya dia sudah menitipkan Naomi pada temannya, sus Leha, kebetulan juga membawa anak majikan bermain ke mall, sehingga Sus Rini sama sekali tidak terlalu mencemaskan Zahwa.
Namun, betapa kagetnya saat setelah berputar-putar di tempat bermain anak, sama sekali tidak menemukan sosok gadis kecil yang dia bawa dari rumah, bahkan sus Leha juga tidak ada. Rasa cemas menggerogoti hati dan pikiran Sus Rini, dia segera menghubungi temannya untuk menanyakan keberadaan Zahwa.
“Loh, tadi Leha pikir Zahwa kamu ajak.”
“Ajak bagaimana, toh? Aku sudah titipkan Zahwa sama kamu, kenapa malah ditinggal? … aduh, Leha, Leha, kamu bikin aku pusing,” seru Sus Rini dengan logat medok. Tangan memijat pelipis, masih belum hilang rasa cemasnya.
“Lega ndak tau.”
Sus Rini enggan mendengar pembelaan dari sus Leha lagi. Buru-buru dia tutup panggilannya kemudian mencari keberadaan Zahwa seraya berteriak. Sekelebat kemudian, dia malah dikagetkan dengan video call dari Samudra.
“Duh, gimana ini?” Sus Rini jadi gelisah. Zahwa tidak ada di sisinya, dan andai dia tidak menjawab panggilan dari majikannya malah tambah berabe. Alhasil, tapi pikir panjang lagi, dia pun menggeser tombol hijau hingga wajah Samudra memenuhi layar ponselnya.
“Sus Rini, Zahwa di mana?” tanya Samudra langsung to the point. Sebagai seorang ayah, juga majikan, dia tidak masalah Sus Rini membawa anaknya jalan-jalan. Malahan dia merasa bersyukur ada orang yang mau menghabiskan waktu untuk menyenangkan putri tercintanya karena dia sendiri sibuk dengan pekerjaannya sebagai dokter kecantikan.
“Anu … anu, Tuan …”
“Anu apa?” tanya Samudra menatap wajah resah Sus Rini. Tidak ingin menerka, dia malah menanti jawaban dari Sus Rini.
“I—itu, non Zahwa hilang, Tuan,” jawab Sus Rini terbata-bata. Dia sudah pasrah dengan amarah tuannya, karena memang salah.
“Apa? Zahwa hilang? Kenapa bisa?” pekik Samudra, sama sekali tidak ada jawaban dari Sus Rini yang memilih membisu.
“Cari Zahwa sampai dapat! Kalau sampai dia kenapa-napa, kamu harus tanggung akibatnya!” tekan Samudra memberi ancaman keras pada Sus Rini.
Selama ini Samudra selalu baik pada orang yang bekerja untuknya. Bahkan dia selalu memberikan bonus besar demi menyenangkan mereka yang telah berjasa dalam hidupnya. Namun, jika ada yang melakukan kesalahan, dia sama sekali tidak dapat mengampuninya, terlebih jika itu menyangkut putri tercintanya. Urusan hilang harta, dia bisa mencarinya lagi, tapi jika anak? Ke mana dia akan mendapatnya lagi?