PART. 8 KINGKONG JADI PANDA

1108 Words
Sampai sore Prana masih lemas. Pak Sodik ingin membawa Prana ke rumah sakit, tapi Prana menolak, karena diarenya sudah tidak separah saat siang setelah minum teh pekat buatan Nana. "Na, malam ini kamu kerja ya? Ajak saja kedua adikmu ke sini. Kalian menginap di sini saja," kata Pak Sodik. "Menginap di sini mau tidur di mana, Pak?" Tanya Nana. "Nanti saya bawakan kasur kapuk. Kamu dan adik perempuanmu bisa tidur di kasur. si Nino tidur di sofa. Kasihan Bos kalau sendirian. Kalau kamu setuju nanti aku bicara dengan Bos." "Baik, Pak. Kalau bos setuju. Saya pulang dulu menjemput kedua adik saya." "Ya sudah kamu tunggu di sini saya bicara dengan bos dulu." "Baik, Pak." Pak Sodik masuk ke dalam ruangan pribadi Prana. Tak lama kemudian Pak Sodik keluar dari sana. "Bos setuju kamu dan kedua adikmu menginap di sini. Sekarang kamu pulang jemput kedua adikmu. ingat bawa pakaian ganti dan alat mandi. Bawa keperluan sekolah sekalian. Jadi mereka berangkat sekolah dari sini saja. Soal makan nanti saya bawakan makan untuk kalian. Sarapan gampang, nanti saya kasih uang untuk kamu beli sarapan." "Terima kasih, Pak. Saya pulang sekarang, assalamualaikum." "Wa'alaikum salam." Nana pamit kepada yang lain juga. Nana keluar dari kantor, lalu keluar dari gerbang pabrik. Satu sepeda motor berhenti di samping Nana. "Pulang, Na?" "Iya, Acil." Nana tersenyum kepada Acil Jumah, salah satu karyawan pabrik bagian diameter. "Ayo aku antar, Na. Sekalian aku mau ke rumah Nini Idang tetangga kamu." "Terima kasih, Cil." Nana naik ke boncengan sepeda motor Acil Jumah. Tiba di depan rumah Nana, motor berhenti, Nana turun dari sepeda motor. "Terima kasih banyak, Acil." "Sama-sama, Na. Assalamualaikum." "Waalaikumsalam." Nana menatap Acil Jumah yang melanjutkan perjalanan ke rumah Nini Idang. Rumah Nini Idang hanya berselang lima rumah dari rumah Nana. Kemudian Nana melangkah ke teraa rumahnya. Nina membukakan pintu untuk Nana "Assalamualaikum." "Waalaikum salam." Nino dan Nina mencium punggung tangan kakaknya. "Ada yang ingin kakak bicarakan dengan kalian." "Ada apa kak." "Kalian duduk dulu." Nana duduk diikuti adik-adiknya. "Malam ini temani kakak menginap di pabrik " "Hah, kenapa menginap di pabrik kak. Kakak lembur pengiriman ekspor?" Tanya Nino. Karena biasanya saat menjelang ekspor, Nana bekerja dari jam delaian pagi, sampai jam delapan pagi esok harinya. "Tidak. Bos Kakak kena diare. Pak Sodik minta Jakak menemani bos di kantor. Nanti Kakak dan Nina tidur di kasur kapuk yang dibawakan Pak Sodik. Nino tidur di sofa. Jadi kalian persiapkan baju ganti, alat mandi, baju seragam ke sekolah, buku pelajaran sesuai jadwal. Besok pagi kalian berangkat sekolah dari pabrik." "Baik, Kak." "Kalian siapkan semua keperluan kalian. Kakak mau mandi." "Baik, Kak." Nana masuk ke dalam kamar untuk mengambil handuk dan pakaian ganti. Lalu ia keluar dari kamar menuju kamar mandi yang ada di dekat dapur. Nana mandi dengan cepat, karena takut Prana mencarinya. Setelah mandi, Nana kembali ke kamar dan menyiapkan barang apa saja yang ingin ia bawa. Setelah semua barang Nana siap, Nana keluar dari kamar. Ternyata adik-adiknya sudah menunggu di ruang tamu. "Sudah siap?" "Sudah, Kak." "Kompor di dapur sudah diperiksa?" "Sudah. Ini makanan yang ada di dapur Nina bawa, sayang kalau tidak dimakan." Nina memperlihatkan rantang plastik tiga tingkat di atas meja. "Iya tidak apa. Jemuran sudah diangkat semua kan?" "Sudah, Kak." "Lampu teras dinyalakan dulu sebelum berangkat." "Iya, Kak." "Ayo berangkat. Nino bonceng kakak ya." "Iya, Kak." Tiga kakak beradik itu pergi dari rumah setelah mengunci pintu dan memastikan semuanya beres. Mereka menuju pabrik. "Kok pada ikut?" Tanya Pak Yudo satpam yang bertugas malam hari. "Bos sakit. Pak Sodik minta saya menginap di sini bersama adik-adik untuk menemani bos." "Oh, pantas saja tadi pak Sodik datang membawa kasur. Untuk kalian rupanya." "Iya, Pak." "Sepeda kalian parkir terpisah saja dari yang lain. Dirantai kalau ada. Takutnya kalau malam saya tidak melihat siapa yang membawa sepeda." "Oh iya, rantainya ada kok, Pak." Kedua adik Nana memarkir sepeda di dekat dapur pabrik. Kedua sepeda itu di rantai pelangnya menjadi satu. Lalu Nana mengajak kedua adiknya masuk ke dalam kantor. "Kalian duduk saja." Nana menunjuk sofa. Pak Sodik datang dari bangunan belakang. "Sudah datang, Na?" "Sudah, Pak." "Ini tadi saya belikan nasi kotak masakan Padang tiga kotak. Saya belikan mie instan juga kalau malam-malam kalian ingin makan. Ada roti dan biskuit." Pak Sodik menunjuk plastik berisi tiga kotak besar nasi, dan satu goodie bag yang ada di atas meja Mbak Titi. "Terima kasih, Pak." "Titip bos ya, Na. Bapak harus pulang, karena ibu sedang tidak enak badan." "Iya, Pak." Nana menganggukkan kepala. Pak Sodik memang terkenal baik, entah di kampung mereka, ataupun di pabrik ini. "Assalamualaikum." Pak Sodik memberi salam. *Wa'alaikum salam." Nana dan kedua adiknya menjawab salam Pak Sodik Saat malam begini, tidak banyak karyawan yang berurusan di kantor. Sehingga Nana bisa menggelar kasur di lantai kantor, agar Nina bisa berbaring. "Kalian di sini. Kakak ingin melihat keadaan bos di dalam." "Iya, Kak." Nana beranjak menuju pintu ruangan Prana. "Bos!" "Masuk!" Nana membuka pintu lalu masuk ke dalam. "Aku di kamar." Pintu kamar tidak tertutup, Nana berdiri di depan pintu. Prana duduk di sofa, masih seperti tadi siang, hanya memakai kaos oblong dan handuk di pinggangnya. "Bagaimana keadaan Bos?" "Buatkan aku teh pekat seperti tadi, Na. Aku rasa teh pekat itu cukup manjur mengatasi diare." "Baik, Bos." Nana menuju dapur. Ia membuatkan Prana teh pekat seperti tadi. Prana ternyata mengikuti Nana ke dapur. "Bos ingin di masakan apa malam ini?" Tanya Nana seraya menyeduh teh. "Tidak usah. Aku tidak selera makan gara-gara sate SD." Prana duduk di sofa. "Tapi Bos harus makan, biar tidak bertambah lemas." Nana meletakkan teh di atas meja. "Bos itu kalau sehat terlihat seperti kingkong, pas lemas persis Panda." Nana akhirnya mengucapkan apa yang ada di pikirannya. "Huh, kamu ini asal bicara! Kamu dan adik-adik kamu jadi menginap?" "Iya. saya sudah menggelar kasur yang dibawakan Pak Sodik di ruang tamu kantor. Kedua adik saya ikut menginap di sini." "Kamu masak saja untuk kamu dan adik-adik kamu." "Pak Sodik sudah membelikan kami makan malam. Bos ingin makan apa biar saya masak makan malam untuk Bos." Nana berdiri di hadapan Prana. "Entahlah. Untuk saat ini aku tidak punya selera makan." "Saya buatkan bubur mau?" "Bubur ayam?" "Iya." "Aku ingin makan yang manis-manis tidak ingin yang gurih." "Saya manis, mau makan saya?" Canda Nana. "Kamu bicara apa?" Prana menatap wajah Nana. "Tidak ada. Ngemut gula kalau ingin yang manis, Bos." "Huh! Kamu ini. Kamu ke luar saja. Kalau aku butuh kamu nanti aku panggil." *Siap, Bos." Nana ke luar dari ruangan pribadi Prana. Nana menutup pintu. "Sebentar lagi maghrib. Nino salat Maghrib di musholla ya. Nina gantian dengan Kakak salat di sini saja." "Iya, Kak." Nana bangga dengan kedua adiknya, tak pernah menuntut dan selalu menurut. "
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD