Kedua insan yang dulu digadang-gadang sebagai couple tiada duanya kini harus mendiamkan satu sama lain karena suatu hal yang hanya mereka berdua saja yang mengetahui, Rekal sesekali melirik melaluo ekor matanya melihat gadis tersebut yang berbincang dengan kedua gadis lainnya. "Kal, kalau kangen mah enggak usah gengsi, nyuruh kita buat jangan bahas lu aja masih curi-curi pandang," cetus Riki dengan entengnya membuat Bimo yang mendengar jelas menyenggol sahabatnya yang membuat Riki menatap dengan tanda tanya.
Rekal terdiam, ia menyeruput minumannya. "Bacot lu bisa di rem enggak," bisik Bimo dengan kesal, Riki mengerutkan keningnya seolah tidak mengerti namun beberapa saat kemudian ia mengerti ketika meliat sahabatnya beranjak berdiri laku berlalu dari hadapan mereka.
"Kal mau kemana? Makanan lu belum habis ini!" seru Riki membuatnya menjadi pusat perhatian, Anastasia yang mendengar melihat getir ke arah laki-laki yang melangkah menjauh dari kantin tersebut.
Bimo menyela, "Lu si gara-garanya, lu kan tahu dia lagi sensitif banget."
"Ya sorry deh, habisnya gue gregetan sama dia si," balas Riki sambil menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal. Bimo beranjak berdiri membuat Riki jelas mengernyitkan dahinya lalu bertanya, "Lu mau kemana?"
Bimo menoleh lalu menjawab, "Ya nyusul Rekal lah."
"Lah ikut gue." Riki lalu beranjak berdiri dan melangkah bersama Bimo untuk menyusul sahabatnya yang entah kemana, ketiga gadis yang berada di sebrang meja mereka hanya terdiam memperhatikan saja.
"Mungkin dia enggak mau nglihat gue," ucap Anastasia dengan senyuman getir dibibirnya. Heni dan Mila yang mendengar jelas menatap sendu. "Apaan si Na, mungkin emang Rekal mau ke toilet atau mau ke perpustakaan mungkin," ucap Heni yang seolah untuk menghibur.
Mila yang mendengar ucapan Heni jelas menoleh ke sahabatnya dengan sorot mata melotot tidak percaya. "Rekal ke perpustakaan? Lu kalau mau ngarang yang benaran dikit apa," cetus Mila yang membuat Heni hanya menatap jengah saja.
"Si maemunah emang! Namanya juga lagi ngehibur," ujar Heni yang membuat Anastasia yang melihat dan mendengar perdebatan tidak penting tersebut jelas terkekeh pelan. "Sudah, sudah, kenapa malah kalian yang ribut si," kata Anastasia.
Mila menyela, "Tuh kupret duluan yang mulai." Heni hanya bermenye-menye mendengar selaan dari sahabatnya tersebut.
Sedangkan di sisi lain Rekal kini sampai di atap sekolah, ia duduk sambil menghembuskan kepulan asap dari isapan rokoknya, laki-laki tersebut menatap ke arah langit yang teduh seolah mengerti soal perasaannya. "Kenapa takdir gue harus kaya gini?" tanya Rekal.
"AARHGGGGG!!!!" seru Rekal berteriak hingga ia membuang rokok yang baru saha ia hisap, ia menginjak dengan rasa emosi yang tak terluapkan. "KENAPA?! KENAPA HARUS GUE YANG NGALAMIN INI?! KENAPA HARUS ORANG YANG GUE SAYANG YANG NGELUKAIN GUE?!" seru Rekal bertanya dengan teriakan lantangnya, ia menunduk dengan tangisan yang pecah begitu saja.
Kedua sahabatnya terdiam ketika sudah berada di pintu atap tersebut, ia mendengar semua teriakan pertanyaan dari sahabatnya tersebut. Riki dan Bimo saling menatap satu sama lain sebelum akhirnya melangkah perlahan mendekat ke arah Rekal. "Kal," panggil Bimo yang membuat laki-laki tersebut menoleh dengan air mata yang masih membasahi pipinya.
"Gue enggak bisa, hati gue sakit," ucap Rekal dengan sangat amat sesak, kedua sahabatnya mendekat dengan raut wajah sendu mereka. "Tuhan pasti punya rencana yang indah buat lu Kal," kata Riki sambil mengelus punggung sang sahabat yang membungkuk menangis.
Bimo menghela nafasnya kasar, ia sangat paham yang di alami sahabatnya tersebut. "Kal, berdamai sama luka masa lalu itu bukan berarti lu kalah Kal. Coba maafin, biar lu sama Anastasia juga baik-baik saja," ucap Bimo dengan pelan.
Rekal menatap lekat ke arah sahabatnya, ia menyeka air matanya lalu beranjak berdiri yang membuat kedua sahabatnya sedikit terkejut. "Gue enggak masalah kalau dia anak angkat tuh wanita jahat, yang gue masalahin kenapa dia harus berbohong buat deketin gue? Kenapa dia harus buat gue sayang dulu baru dia cerita semuanya? Kenapa?!" seru Rekal dengan nada penuh emosi.
"Kal, sabar! Lu enggak boleh kaya gini, wanita yang lu sebut jahat itu nyokap kandung lu, yang ngelahirin lu," ujar Riki yang sedikit kesal.
Laki-laki tersebut terdiam menunduk, tangisannya kembali pecah membuat kedua sahabatnya tanpa pikir panjang langsung memeluknya. "Gue cuman mau bahagia, gue juga enggak mau kaya gini, kenapa disaat gue nemunin Anastasia dia malah terlibat sama masalalu gue yang buat trauma," kata Rekal dengan sesak.
"Kita liburan besok, lu butuh liburan buat hati plong," kata Riki.
Bimo menyela, "Kita ke pantai, seenggaknya walau sehari lu bisa tenang Kal dan luapin semuanya."
Rekal menatap kedua sahabatnya dengan penub lekat, Riki dan Bimo menatap balik sahabatnya lalu menepuk bahu seolah memberikan semangat. "Lu enggak sendirian, santai saja," kata Riki sedangkan Bimo mengangguk seraya setuju atas perkataan Riki.
"Lagi si mostwanted nangis, kalau gue rekam yakin virak banget si," ledek Riki setelahnya yang membuat Rekal hanya tertawa pelan.
Bimo menyela, "Apa kita viralin saja kali nih, yang cocok judulnya apa ya?" Riki terdiam sejenak seolah berpikir atas pertanyaan sahabatnya. "Viral! Seorang Rekal menangis di apa gedung sekolah," kata Riki mengusulkan.
Bimo tertawa perlahan mendengar perkataan sahabatnya tersebut. "Boleh tuh, kita jualin ajalah videonya kan lumayan duitnya," cetus Bimo.
"Lah setuju itu gue," ucap Riki sambil menaikkan kedua alisnya, Rekal hanya menggelengkan kepalanya pelan menatap kedua sahabatanya, laki-laki tersebut sangat bersyukur mempunyai sahabat seperti mereka berdua.
Rekal menyela, "Gue yang ngajakin olahraga enggak? Gue lagi mau turun nih." Kedua sahabatnya jelas menatap satu sama lain. "Perasaan tadi habis nangis, sekarang menggebu-gebu buat ribut," kata Riki.
"Daripada lu berdua yang gue ributin," kata Rekal dengan sorot mata yang serius, Riki yang melihat jelas bergidik merinding. "Idih amit, gue masih mau hidup," ujar Riki yang membuat Rekal hanya terkekeh saja.
Bimo menyela, "Kumpul saja nanti sama anak-anak di War-Um." Laki-laki tersebut hanya membalas dengan anggukan, mereka bertiga lalu melangkahkan kakinya keluar dari atas gedung tersebut.
Bell masuk kembali berbunyi membuat semua siswa-siswi yang tadinya sedang bersantai jelas bergegas menuju ruang kelasnya begitu juga dengan ketiga gadis yang kini melangkah menyusuri lorong sekolah menuju kelas mereka. Anastasia terpaku sejenak ketika berpapasan dengan Rekal dkk yang baru saja menuruni anak tangga, gadis tersebut menatap dan mengangkat tangan untuk menyapa. "Hai Kal."
Rekal? Ia melanjutkan langkah kakinya dan tidak menggubris atau membalas sapaan yang di berikan oleh gadis tersebut, para siswa-siswi yang melihat jelas menatap terkejut dan berbisik tidak percaya setelah apa yang mereka lihat barusan. Anastasia tersenyum dengan sangat lebar menutupi luka karena di abaikan, kedua sahabatnya mengelus punggung gadis tersebut yang kini kembali melangkahkan kakinya.
"Serius Rekal ngabaikan Anastasia?"
"Berita heboh si ini, benaran putuskah mereka?"
"Rekal dingin banget si, tatapannya bikin ngeri."
"Gue kalau jadi Ana malu, sakit hati pula."
"Sok cantikk si jadi cewek."
Anatasia terdiam mendengarkan bisikan-bisikan tersebut, kedua sahabatnya geram dan ingin berteriak untuk menyudahi namun Anastasia mencegahnya sambil menggelengkan kepalanya pelan. "Enggak papa," kata Anastasia dengan senyuman manis, sebenarnya gadis tersebut juga ingin berkata kasar namun dalam situasi tersebut ia seolah tidak memperdulikan akan bisikan dan gosip.
Pelajaran kembali di mulai setelah istirahat telah usai, kelas kembali hening dan fokus kepada sang guru yang mengajar di depan ruang kelas tersebut. Anastasia terdiam melamun hingga ia disadarkan oleh kedua sahabatnya, "Na! Ana!" Sambil menggoyahkan tubuh sahabatnya perlahan.
"Hah, kenapa?" tanya Anastasia to the point ketika sadar dari lamunannya.
Guru wanita dengan kaca mata yang bertengger di hidungnya bertanya, "Ana kamu kenapa sedari tadi Ibu perhatikan kamu melamun dan dipanggil tidak menyahut? Ada apa Nak?" Dengan nada lembut yang membuat gadis tersebut terdiam sejenak sebelum menjawab, "Saya tidak apa-apa Bu, maaf Bu."
"Lebih baik kamu cuci muka sana bair segaran," kata Guru tersebut.
Gadis tersebut beranjak berdiri dan melangkah keluar kelas namun sebelumnya ia berpamitan dulu, "Saya ijin mencuci muka dulu Bu." Wanita paruh baya tersebut mengangguk dengan senyuman, sedangkan Heni dan Mila saling memandang satu sama lain lalu menatap sang sahabat yang keluar dari ruang kelas.