Berduka

1333 Words
Suasana duka masih menyelimuti kediaman keluarga Byan. Setelah sang ibu tercinta telah selesai dikebumikan, kini Byan tampak hadir menyalami para pelayat yang masih berdatangan. Byan memang tidak menangis, namun orang-orang tertentu pasti paham jika dari balik wajah sendunya, Byan menyimpan kesedihan yang sangat mendalam. Apalagi sang ibu adalah satu-satunya sandaran tempat Byan mengadu dan mengeluh ketika ia tengah dirundung oleh berbagai macam masalah. Salah satunya adalah masalah dengan Anggita mantan istrinya. Kini satu-satunya seseorang yang selalu Byan jadikan sandaran telah berpulang, satu-satunya orang yang selalu mengerti dan memahaminya telah diambil oleh sang maha kuasa. Byan tentu saja merasa amat terpukul atas kepergian sang ibu, bahkan bisa dibilang dirinyalah yang paling sedih dan terpukul atas musibah ini. Kedua kakak laki-lakinya tampak hadir, sedangkan satu adiknya masih belum datang dari Jerman. Malam pun mulai datang, satu persatu pelayat mulai mengundurkan diri dari kediaman keluarga Byan, dan kini hanya ada beberapa saudara dari sang ibu yang masih berada disana untuk membantu. "Pi!" Panggil Cinta pada Byan. Cinta Aurelia adalah gadis cantik berusia enam belas tahun yang merupakan anak tunggal Byan bersama Anggita. Setelah perceraian Byan dan Anggita, hak asuh Cinta pun jatuh ke tangan Byan. "Hm?" Byan pun langsung menoleh pada sang putri. "Aku mau pulang Pi, aku nggak nyaman disini." Ungkap cinta dengan terang-terangan sembari menatap beberapa saudara Byan yang ada disana dengan tatapan tak suka. Selalu seperti ini memang jika Cinta sedang berkumpul dengan para saudara dari ayahnya, Cinta selalu merasa tidak nyaman karena tatapan-tatapan benci yang diberikan oleh saudara ayahnya. "Tunggu sebentar lagi, papi masih mau disini." Ujar Byan pada sang putri. "Pi please... Buat apa kita lama-lama disini kalau nggak ada satupun orang yang sambut kehadiran kita. Papi lihat sendiri kan dari pagi sampai malem nggak ada satupun orang yang mau ngajak papi ngomong, bahkan nyapa papi pun enggak." Tutur Cinta pada Byan dengan nada kesal. "Cinta... Ini masih suasana berkabung, maklum kalau semua orang masih dalam masa berduka. Harusnya kamu bisa memaklumi." "Papi selalu aja begini, jadi orang tuh jangan terlalu naif dong Pi, naif sama bego beda-beda tipis, kalau papi kayak gini terus sama aja papi injak-injak harga diri papi sendiri." Cinta terus saja menggerutu membuat Byan merasa kesal, putri tunggalnya satu ini memang agak bar-bar, beda sekali dengan dirinya yang terkesan kalem. "Cinta..." Byan menatap Cinta dengan tatapan penuh permohonan, seolah tengah memohon supaya putrinya itu berhenti untuk menggerutu terus. "Kamu masih disini?" Tanya Maya, kakak perempuan Byan. Selama ini Maya sangat tidak suka dengan Byan karena mendiang sang ibu selalu membela dan berada di pihak adiknya itu. Menurut Maya Byan selalu datang membawa masalah dan membuat ibunya tertekan, bahkan menurutnya sang ibu meninggal dunia semua itu gara-gara Byan, Byan yang selalu membuat ibunya stress dan tertekan karena masalah-masalahnya dengan Anggita. "Mbak aku-" "Lebih baik kamu pulang, dari pagi kamu udah disini, sekarang sudah malam, dari pada kamu disini hanya menambah masalah, lebih baik kamu pulang dan jangan kesini lagi!" Sahut Maya dengan suara yang cukup keras sehingga membuat saudara yang lainnya langsung menoleh kearahnya dan Byan. "Mbak! Aku juga anak ibu mbak, ibu juga orangtua kandungku, aku masih mau disini setidaknya sampai tujuh harinya." Tutur Byan pada Maya dengan tatapan tak habis pikir. "Anak kamu bilang? Anak apa yang datang ke ibunya dengan selalu membawa masalah? Anak apa yang selalu datang membawa beban besar untuk orangtua yang sudah sakit-sakitan. Kamu tau kenapa mbak sangat benci sama kamu? Itu karena ibu selalu membela kamu, padahal nyatanya kamu selalu memberikan beban mental sama ibu sampai dia kena serangan jantung dan akhirnya meninggal. Kamu adalah anak pembawa sial, pembawa masalah yang bisanya nyusahin orangtua." "CUKUP BUNDA CUKUP! Bunda nggak berhak ngatain papi kayak gitu, selama ini papi selalu berusaha sendiri, papi rawat aku sendiri tanpa nyusahin siapapun." Ujar Cinta dengan tatapan marah pada Maya. Cinta tentu saja tak terima jika sang ayah dikatai seperti itu oleh Maya. "Dulu ibu bilang jangan menikahi Anggita karena Anggita itu wanita nggak bener, tapi kamu tetep ngeyel, kamu kawin lari sama Anggita dan akhirnya apa? Anggita mengkhianati kamu dengan selingkuh sama pria lain, lalu kalian berdua bercerai, apa kamu tau kalau waktu itu ibu pernah sakit gara-gara masalah kamu? Dimana kamu nangis-nangis minta maaf, dan dengan tangan terbuka ibu memaafkan kamu. Lima tahun kemudian Anggita kembali lagi dan kamu pun menerimanya lagi, padahal sudah ibu bilang jangan tapi kamu lagi-lagi tetep ngeyel, kalian kembali menikah, dan apa yang terjadi selanjutnya? Lagi-lagi dia selingkuh. Ibu selalu tersenyum kalau didepan kamu By, mana pernah dia nunjukin wajah sedih dan tertekan dia, padahal dibelakang dia selalu nangis mikirin nasib kamu. Tapi yang dipikirin malah kayak gini, kamu selalu datang dengan masalah yang sama sampai ibu capek dan akhirnya collapse. Bukan cuma ibu, mbak juga tertekan By gara-gara masalah kamu. Sekarang lebih baik kamu pergi!" "Mbak a-" "Pergi sekarang juga, pergi!" Sahut Maya dengan tangis tertahan. "Ayo kita pergi Pi! Kita nggak punya tempat disini." Cinta pun segera menarik tangan sang ayah untuk pergi, dan Byan pun hanya bisa menurut tanpa protes lagi. Ucapan Maya barusan tentu saja membuat Byan merasa begitu sedih. Airmatanya tiba-tiba menetes namun segera ia usapi karena ia tak ingin Cinta melihatnya menangis. "Bunda itu emang jahat, judes, nggak berperasaan, aku dari dulu tuh nggak suka sama dia." Ungkap Cinta ketika sudah berada didalam mobil. "Jangan begitu, walau bagaimanapun dia itu adalah saudaranya papi, kakak kandung papi, budhe kamu. Jadi kamu nggak boleh benci sama dia." Ujar Byan pada Cinta. "Papi kenapa sih Pi masih anggap mereka semua saudara papi? Padahal mereka kan udah jahat banget sama papi, mereka selalu aja salah-salahin papi, tapi papi selalu diem aja, papi nggak pernah ngelawan kalau mereka ngehina papi, aku tuh sedih Pi lihat papi selalu direndahin." Cinta tampak berkaca-kaca membuat Byan segera memeluk putrinya. "Cinta... Papi memang salah, papi selalu mengakuinya. Ini semua memang sudah konsekuensi atas segala kesalahan papi dimasalalu, jadi papi menerimanya. Wajar kalau mereka semua marah, papi yang sudah menyebabkan Oma kamu meninggal." "Pi... Jangan ngomong gitu dong, Oma meninggal itu semua karena udah takdir, bukan salah papi, papi nggak salah apa-apa." Cinta pun lantas membalas pelukan Byan. "Sekarang satu-satunya kekuatan papi hanyalah kamu, Oma kamu sudah pergi meninggalkan papi, sekarang papi hanya punya kamu didunia ini." Mendengar ucapan sang ayah, Cinta pun jadi semakin sedih. "Papi kalau mau nangis, nangis aja jangan ditahan-tahan, ada aku Pi... Aku bakalan selalu ada untuk papi sampai kapanpun." "Terimakasih sayang." Ungkap Byan dengan penuh kasih sayang. "Abis ini kita mampir makan yuk! Papi belum makan dari siang, nanti papi sakit. Tuh wajah papi pucet, papi boleh sedih, tapi papi jangan lupa makan, inget maag akut peliharaan papi, jangan sampai dia dateng, besok aku ada ujian disekolah." "Hm, papi selalu nyusahin kamu ya?" Tanya Byan dengan tatapan memelas. "Ck, papi tuh ya sad boy mulu kerjaannya." "Becanda manis. Cantik banget anak papi, gemes." Byan lantas mencubit pipi Cinta dengan gemas. *** Keesokan harinya Byan lupa jika hari ini ia ada meeting penting dengan CEO dari Gunawan Corporation. Karena yang ia temui ini adalah orang yang sangat penting, jadi Byan tidak mungkin menunda pertemuannya. Robby Ardian Gunawan adalah salah satu seniornya di kampus dulu, dan merupakan orang yang cukup ia segani karena Robby mempunyai kepribadian yang sangat baik. Byan pun buru-buru pergi dan hanya memakan sehelai roti untuk mengganjal perut. Pria tampan itupun buru-buru pergi ke kantor Robby dengan menaiki Mercedes Benz bersama dengan supirnya. Setelah ia tiba di kantor Gunawan Corporation, Byan pun segera masuk ke dalam gedung pencakar langit tersebut. Disana iapun bertemu sekretarisnya yang sudah lama menunggu. Byan lantas duduk sejenak di atas sofa yang terdapat di lobby, sekretarisnya bilang meeting akan berlangsung sepuluh menit lagi, oleh sebab itu, Byan diperkenankan untuk menunggu sejenak. Lama pria itu menunggu sampai sepuluh menit, dan akhirnya tiba-tiba ada sosok gadis cantik yang keluar dari ruangan CEO tengah berjalan menuju kearahnya. Byan sendiri sedikit tertegun dengan penampilan gadis muda itu, begitupula dengan sang gadis yang tampak terpesona melihat betapa tampannya seorang Fabyan Baghawanta Aryasetya. Gadis itu bahkan merasa gugup sampai-sampai ia lupa dengan apa yang harus ia sampaikan kepada Byan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD