"Uncle...." lagi-lagi Jane menggigit bibir bawahnya, sungguh perutnya tak lagi dapat menampung makanan yang pria itu suguhkan. Namun Arthur terus menyekoki Jane dengan segala makanan yang ia buat.
"bisakah sekali saja kau tidak membantah Jane?" desis Arthur yang kini tengah duduk menyantap makanan disamping Jane, sungguh Jane tidak dapat melawan pria itu. Satu kali saja bantahan akan membawanya kedalam hukuman Arthur.
Arthur makan dengan tenang, sementara Jane yang nafsu makannya menghilang karena melihat segelas s**u disampingnya, padahal kali ini Jane ingin meminum segelas teh dingin dengan sedikit perasan jeruk lemon. Tapi Arthur melarang, katanya kandungan kafein tidak terlalu bagus untuk tubuhnya. Jane mendesah pelan, Arthur sudah seperti Ayah baginya. Namun kala malam tiba pria itu bagai pria dewasa seperti pada umumnya, jika kau mengerti...
Hari libur seperti ini Arthur nampak lebih santai, polo shirt berwarna gelap dipadukan dengan Jeans berwarna senada. Pria itu nampak lebih muda dari umur aslinya yang telah menginjak 46 tahun, apalagi saat brewoknya tercukur habis. Jane tersenyum jahil membayangkan sesuatu yang selalu menggelitik tubuhnya.
Sementara Jane yang hari inu bebas dari jadwal pemotretan membuatnya sedikit lega, setidaknya ia bisa menghindari kerja lemburnya.
"bersiaplah! Uncle akan mengajakmu berbelanja" ucap Arthur lalu meninggalkannya sendiri dimeja makan setelah menyelesaikan makannya.
Jane terdiam bingung, biasanya pria itu akan menggunakn jasa maid untuk memenuhi kebutuhannya. Namun kali ini entah mengapa pamannya itu mengajaknya berbelanja.
…
Jane mengenakan jeans panjang, dipadukan dengan tanktop putih yang dibalut jaket LeVis. Masih dengan gaya casualnya Jane lebih menyukai mengenakan sepatu dari pada heels, Jane tercengang melihat kearah halaman depan.
Pria itu telah menunggunya sembari bersandar dipintu mobilnya dengan satu tangan didalam saku celana Jeans dan tangan lainnya menenteng sebuah jaket dibahunya, pakaian santai dengan nuansa serba hitam membuatnya terlihat maskulin. Belum lagi ditambah dengan kacamata hitam yang bertengger dihidungnya serta jam tangan yang menjadi ciri khas Arthur.
Oh, Jantung. Berhentilah berdegub jika kau tak ingin membuatku malu...
Arthur membukakan pintu untuk Jane, gadis itu sempat terpana melihat perhatian Arthur. Namun wajahnya berubah suram setelah melihat ekspresi yang selalu ditujukan oleh pamannya itu, bisakah pria tua itu tersenyum sedikit saja? Jane yakin jika Arthur menyunggingkan senyumnya akan menjadi poin tambah ketampanannya.
Jane melirik kesamping, wajah itu nampak tak memiliki kerutan sedikitpun. Walau jemari dan lengannya memperlihatkan urat-urat dan otot yang tercetak sempurna, jelas sekali menunjukan bahwa ia adalah pria yang telah berumur.
Jane melirik keluar jendela, jalanan nampak sepi tak ada lalu lalang seperti biasanya. Mungkin karena ini adalah hari libur dan semua orang sedang menikmati akhir pekan mereka. Arthur sempat melirik gadis itu sesaat saat Jane lengah, mengapa gadis ini sangat menggemaskan? Racau Arthur dalam hati namun ia segera membuaah jauh pikiran itu dan fokus kekemudinya.
Aroma wangi dari rambut pirang gadis yang ia biarkan terurai itu mengalahkan pengharum yang ada dimobilnya, Arthur mengumpat dalam hati. Mengapa pikirannya terus tertuju pada gadis ini?
"Uncle..."
"hmm?" seakan kembali dari khayalnya Arthur berdeham menjawab panggilan Jane.
"kau melewati supermarket" ujar gadis itu, Arthur sempat merutuki kebodohannya sebelum memutar kembali mobilnya lalu menuju tempat tujuannya.
Mobil berhenti tepat ditempat parkir dan kedua orang itu segera keluar dari mobil, Arthur merangkul pinggul Jane secara posesif hingga tubuhnya membentur tubuh besar Arthur. Jane meringis, ia sempat khawatir jika awak media menguntit aksi mereka saat ini dan akan menjadi pemberitaan heboh.
Karena pamannya itu adalah salah satu pengusaha yang perusahannya selalu menempati pemeberitaan dikoran maupun televisi, belum lagi Jane adalah salah satu potograper model ternama. Akankah itu menurunkan prestasinya? Atau malah menjadi alat untuknya agar bisa terkenal dengan cara instan.
Well, walaupun begitu. Arthur tetaplah pamannya. Awak media tidak akan mempermasalahkan itu jika mereka tahu..
Jane sempat berpikir mengapa Pamannya itu secara terang-terangan menggandeng lengannya dan memeluknya erat dikhalayak orang banyak, padahal setau dirinya Arthur tidak pernah menggandeng wanita manapun apalagi diruang ramai seperti ini.
Setelah kepergiam sang istri, Arthur hanya gila bekerja tanpa berniat melirik wanita manapun. Yeah, walaupun Jane tahu jika Arthur mengencani seorang wanita, maka wanita itu hanyalah seorang jalang yang siap dibayar untuk memuaskan dirinya. Selebihnya, Arthur tidak pernah berniat sekalipun. Sifat Arthur yang sangat Jane ketahui sejak Jane bersekolah di highschool karena Arthur sering berkunjung kerumah Ibunya yang berada diLondon yang tak lain adalah kakak angkat Arthur.
Arthur berjalan santai mengabaikan tatapan lapar para wanita disana, seperti sudah terbiasa Arthur lebih memilih menulikan pendengaran ketika wanita-wanita itu menggodanya meski sudah ada Jane disampingnya.
Jane sempat merasa sangat kecil, saat melihat wanita diluar sana dengan gaya dewasa mereka dan lekuk tubuh yang sempurna sementara dirinya hanyalah seorang gadis belia yang sangat beruntung menjadi simpanan Arthur, pamannya sendiri...
"ada yang ingin kau beli Jane?" tanya Arthur memecah suasana, Jane sontak menggeleng.
"aku bisa membelinya sendiru dengan kartu kredit yang uncle berikan" jawabnya pelan.
Arthur menyunggingkan senyum, padahal ia tahu. Jane tidak pernah sama sekali menggunakan credit card yang ia berikan kepada gadis itu beberapa bulan lalu.
"benarkah? Tapi uncle ingin membelikanmu saat ini juga" ujar Arthur yang akhirnya diangguki oleh Jane sebelum pria itu menekan dirinya lagi untuk mematuhi segala perintahnya.
Jane menggandeng lengan Arthur memasuki kawasan butik ternama, seperti telah terbiasa lengan besar itu selalu ia genggam kesana kemari sembari memilih sebuah gaun.
"untuk apa kita membeli gaun Uncle? Untuk apa aku memakai gaun?" cecar Jane yang memilihkan gaun dengan potongan d**a rendah berwarna navy sepajang mata kaki.
"nanti kau akan tahu"
"sekarang kenakanlah!" titah Arthur, Jane mengambil gaun dengan bahan yang terasa halus itu ditangannya dan menuju ruang ganti.
Arthur melirik kearah arlojinya lalu memasukan kedua tangannya kedalam saku celana, pegawai yang ada dibutik itu sempat melirik Arthur beberapa kali namun tak dihiraukan olehnya.
"Uncle?" panggil Jane membuat Arthur berbalik menatap gadisnya yang sangat cantik dengan balutan gaun yang ia pilihkan, hanya saja tidak dengan sepatu yang Jane kenakan.
"kita harus mencarikanmu sebuah heels" ucap Arthur sembari mengelus pelan dagunya memilih beberapa heels yang terpajang rapi disana.
Arthur mengambil sebuah heels berwarna hitam dengan taburan swarowski diatasnya, menyerahkan pada gadis itu dan Jane langsung mencobanya.
Jane berdiri, memperlihatkan lekuk tubuhnya yang sangat pas ditambah lagi dengan kaki jenjang yang dialasi dengan heels pilihan pria itu.
Arthur meyeringai senang menatap Jane..
"sempurna!" ucap Arthur.