0.03

4091 Words
*** “Pak, maaf saya terlambat, tadi saya sudah lama menuggu Bus, tapi tidak ada Bus yang lewat, jadi saya harus berlari ke sini” ucap pemuda itu jujur. Dan diiyakan oleh teman-temannya yang sedang berbaris yang bernasib sama dengannya “Iya pak, saya juga nunggu Bus tapi tidak datang-datang” “Iya pak bener tu, supir bus pada mogok kerja.” Balas mereka sambil bersaut-sautan. “Jangan banyak alasan kalian” ujar pak satpam yang sudah sedikit tua berbeda dengan satpam yang satunya lagi yang malah terlihat lucu di mata para siswa “Alah kalian, selalu saja begitu, cakep-cakep tapi tukang terlambat, saya aja yang jelek ga pernah terlambat!” Ucap pak satpam dengan logat Betawi aslinya. Mereka tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan pak satpam kecuali pemuda itu ia hanya memilih diam saja menanggapi ucapan pak satpam, dan memilih pasrah akan nasibnya yang selalu sial. Saat semua sedang asyik menertawakan pak satpam tiba-tiba, sebuah suara terdengar membuat semua mulut tiba-tiba terkunci rapat seperti lupa bagaimana cara membuka mulut. Seseorang perempuan dengan tubuh agak gendut dan dengan gaya rambut khasnya yang disanggul membentuk tempurung terbalik menghampiri mereka, “Apa yang kalian tertawakan?” ucap Bu Ratna, guru paling killer se SMA Nusa Buana, “Kenapa kalian diam saja? Kemana perginya suara kalian tadi?” Tanya Bu Ratna sekali lagi, murid-murid yang terlambat hanya diam seribu bahasa, terlalu takut bahkan untuk sekedar menjawab ya atau tidak. Bu Ratna sangat geram kepada para murid-murid yang ada di depannya, Bu Ratna adalah tipe guru yang sangat membenci kata terlambat, menurutnya murid-murid yang sangat suka terlambat berarti mencerminkan sikap ketidakteraturan dalam mengatur dan mengelola kehidupan mereka sendiri. Jika mereka mampu mengatur hidup mereka pasti mereka tidak akan terlambat dan dapat memperkirakan waktu agar tidak terlambat ke sekolah. “Jika tidak ada yang menjawab pertanyaan saya, silahkan kalian berdiri saja disini sampai pulang.” Teriak bu Ratna, karena tidak ada satupun dari murid yang ingin menjawab pertanyaannya. Para murid-murid begitu takut menjawab pertanyaan Bu Ratna, karena menurut mereka Bu Ratna akan menyerang orang tersebut dengan pertanyaan balasan jika orang tersebut berani menjawab pertanyaannya, jika orang tersebut tidak dapat menjawab pertanyaan yang dia berikan, orang itu akan dihukum lebih berat. Setelah teriakan dari Bu Ratna, para murid-murid bernafas lega. Walaupun mereka harus berjemur di bawah teriknya matahari yang penting mereka tidak mendengarkan ocehan dari Bu Ratna. *** Setelah setengah jam pemuda itu dan murid-murid yang terlambat lainnya berdiri, dibawah sinar terik matahari yang menyengat permukaan kulit membuat peluh keringat bercucuran, akhirnya datang seorang guru perempuan yang berjalan kearah mereka, para murid-murid berharap hukuman yang hampir mirip dengan siksaan ini segera berakhir, tetapi harapan tinggalah harapan setelah melihat siapa guru yang sedang berjalan kearah mereka, yaitu Bu Siti, Guru BK sekaligus guru paling killer nomor dua se SMA Nusa Buana, bahkan dari penampilannya saja sudah terlihat kekilleran seorang bu Siti, dengan rambut disanggul tinggi, tampak seperti ondel-ondel, lipstick merah menyala, dan tubuh gempal dengan tubuh pendek, dan jangan lupa tatapan yang mampu membunuh dalam sekejap mata, membuat bulu kuduk berdiri tegak dan hampir lari dari tempatnya. Begitulah penggambaran bu Siti sekiranya. “Kalian!” satu kata yang terucap dari bibir seorang Bu Siti, membuat seluruh tulang-tulang para murid mati rasa, seakan-akan tubuhnya sebentar lagi akan luruh ke tanah. “Iya Bu” ucap murid-murid berbarengan dengan suara yang hampir tidak terdengar, rasa takut membuat suara mereka hilang entah kemana. “Alfian dalam satu minggu ini, kamu sudah terlambat berapa kali? Jawab!!!” Pertanyaan Bu Siti kepada salah satu murid yang terlambat, bernama Alfian. Alfian ternyata tepat berada di sebelah pemuda itu, dan hal ini semakin sukses membuat pemuda itu bergidik ngeri, Alfian menjawab “Lima kali Bu” jawabnya, “Oh baru lima kali, coba ibu tes ya 5 dikali 2 berapa Fian?” Tanya Bu Siti dengan seringaian dimukanya menambah keseraman di wajah ibu Siti, Perasaan Alfian semakin tidak enak saja “10 Bu”, “Pintar sekali Alfian ini, karena sudah menjawab pertanyaan Ibu, apakah Alfian melihat lapangan sekolah kita yang luas itu, alangkah baiknya Ananda Alfian mencoba mengelilingi lapangan itu sebanyak 10 kali, bagaimana?” perkataan Bu siti memang terdengar sangat lembut, tidak berhenti disana ibu Siti kembali melanjutkan kalimatnya “Kan kasian jika Alfian sendirian mengelilingi lapangan sekolah, lebih baik lagi jika ditemani oleh yang lain, kan sesame teman harus saling tolong menolong, ringan sama dijinjing berat sama dipikul.” Perkataan Bu Siti kali ini benar benar mampu membuat para murid mengumpat didalam hati tak terkecuali pemuda itu “SI…” u*****n mereka terhenti saat Bu Siti berteriak didepannya “Tunggu Apalagi, CEPAT!!!”. Akhirnya dengan gontai mereka semua mengambil ancang-ancang untuk berlari mengelilingi lapangan. *** *Teeet Teet* Bunyi bel tanda istirahat berbunyi, menghentikan semua proses belajar mengajar di semua kelas yang ada di JIS. Aku membereskan buku-buku yang telah aku gunakan pada saat belajar tadi, “ah syukurlah, aku sudah lapar sekali.” Ucap teman sebangkuku yang bernama Sari Aku membalas dengan senyuman. “Yuk kantin Tlys” ajaknya, dan tentu saja aku dengan cepat mengangguk mengiyakan ajakan Sari, karena tidak bisa dipungkiri bahwa cacing-cacing diperutku juga sudah protes, karena tadi pagi aku hanya memberikan mereka sepiring roti dengan porsi yang tidak seperti biasanya dan itu malah membuat mereka semakin menggila. *** Ternyata hari ini kantin cukup sepi dari hari-hari biasanya, “Untung sepi” batinku dalam hati, karena cukup sepi hari ini antrean untuk mengambil makanan pun tidak terlalu panjang. Kantin sekolahku ini bergaya modern, kalian pernah lihat di drama-drama korea kantin ala ala modern, yang kantinnya menyajikan makanan-makanan sehat yang dimasak oleh chef-chef yang sudah terjamin rasa dan kualitasnya, tapi bedanya di kantin ini kami bebas mengambil apa saja yang telah di sediakan tidak diatur atur oleh si pegawai penjaga kantinnya, palingan cuman diingatkan untuk selalu makan-makanan empat sehat lima sempurna. Saat tiba ditempat pengambilan makanan, tersedia berbagai macam pilihan menu, kira-kira ada lebih dari sepuluh. Aku memilih mengambil beberapa jenis menu yang telah disiapkan oleh kantin sekolah, ada semur ayam, capcay bakso, dan tidak ketinggalan tahu goreng kesukaanku. Aku mengambil secukupnya, Setelah memenuhi piringku dengan makanan yang telah aku ambil, aku menunggu Sari mengambil makanannya sembari melihat seluruh kantin untuk mencari tempat duduk yang kosong, dan tersenyum saat aku melihat seseorang melambaikan tangan ke arahku, orang itu tak lain adalah Sidhen Savalas Rahabian, sahabatku. Sari menghampiriku “Yuk Tyls”, aku menunjuk bangku yang kosong di dekat Shiden, untuk memberitahu Sari bahwa kita akan duduk disana. Kami berjalan ke arah meja Shiden, aku dan Sari duduk di kursi panjang yang ada di hadapan Shiden. Dan kalian tahu apa yang Shiden lakukan, kalian pasti kaget, dia mengerling genit kepadaku sambil menendang-nendang kecil kaki ku yang ada di bawah. Oh aku tahu maksudnya apa, karena sudah aku bilang sebelumnya bukan, kalau aku mengenal Shiden luar dan dalam. Tentu saja aku sangat paham dengan kerlingan genit itu. Ya benar dia memintaku mengenalkan dirinya kepada teman di sampingku, Sari. Dengan malas aku memutar bola mataku berusaha untuk tidak mengerti dengan gaya modusannya kali ini. Tapi kerlingannya semakin menjadi jadi bukan seperti orang genit lagi lebih seperti orang yang sedang sakit mata. Aku akhirnya menyerah, tidak tahan dengan apa yang dilakukan Shiden. “Ehm..ehm” aku berdehem menyesuaikan suaraku, membuat Sari yang sedang asyik makan melihat ke arahku, “Ada apa Tyls?” tanya Sari heran. Dengan jujur aku menjawab “Ada yang mau kenalan sama lo Sar.” Jawabanku sukses membuat Shiden membelalakkan matanya, sambil menggerakkan jarinya ke arah lehernya, seperti gerakan seseorang yang sedang mengarahkan pisau ke leher korbannya. Aku tertawa jahat dalam hati, sambil memeletkan lidahku kearahnya. “Siapa?” ujar Sari dengan polosnya. “Ini yang ada di depan gue.” Setelah mendengar jawaban dari ku, Sari segera menoleh melihat kearah Shiden “Mampus” teriakku dalam hati, Shiden tersenyum kikuk, karena sikapku yang terlalu frontal, sekarang aku yang tersenyum mengejek melihat mukanya, lalu aku menoleh ke Sari, aku begitu terkejut melihat tingkah Sari dia terus melanjutkan menyuap makanannya ke dalam mulutnya dengan santai terlihat acuh tak acuh, hal ini menimbulkan keanehan pada diriku dan Shiden, bagaimana bisa Sari bersikap tenang dan terkesan tidak peduli saat seorang Shiden ingin berkenalan dengannya, biasanya malah mereka yang ingin berkenalan dengan Shiden. Karena situasi yang aneh ini, Shiden kembali menendang kakiku lagi untuk memberi semacam kode kepadaku, “Sar, Shiden mau kenalan lho? Lu udah kenal?” Tanya ku kepadanya memastikan apa yang terjadi padanya, aku dan Shiden tertohok mendengar jawaban yang keluar dari mulut Sari. Sungguh jawaban yang tidak terduga bagi ku dan Shiden. *** Sekarang aku dan Shiden sedang ada di rooftop, tempat paling aku sukai di sekolah ini, bahkan setiap istirahat aku selalu menyempatkan diri kesini, terkadang hanya untuk menghirup udara segar setelah suntuk belajar ataupun sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja. “Hahahahaha” aku tak henti-hentinya tertawa mengingat kejadian di kantin tadi “Bisa bisanya si Sari ngomong kek gitu ke kamu den” ucapku sambil menahan tawa, “Bisa berhenti nggak kamu, kalau tidak aku turun nih.” Ucap Shiden sebal. Aku langsung menarik tangan Shiden “Eh, jangan dong Shiden ganteng deh.”, Shiden langsung menghentikan langkahnya yang ingin beranjak pergi, aku menepuk bangku yang ada di sebelahku sebagai tanda menyuruhnya duduk. Shiden duduk di kursi sebelahku, dan mengeluarkan sesuatu dari sakunya. “Ini buat kamu” ucap Shiden sambil menyodorkan s**u pisang kesukaanku, aku dengan semangat mengambil s**u pisang yang diberikan Shiden, “Giliran dikasih s**u pisang aja, cepat banget ngalahin kereta express.” Ujar Shiden sambil menggelengkan kepalanya heran melihat tingkahku, aku menyengir menampakkan seluruh gigiku “Thank u my bestie dunia akhirat” ucapku dengan nada manja dibuat-buat Cepat-cepat aku melindungi s**u pisangku agar tidak diambil kembali oleh Sidhen “Jangan nyengir kek gitu deh, udah kek iklan odol Hahaha.” Ledek Shiden, aku bukannya segera menutup mulutku tapi malahan memperlebar cengiranku, aku rela dibilang apapun yang penting aku bisa mendapatkan s**u pisang, menurutku s**u pisang adalah minuman terenak yang pernah aku coba, tidak ada satupun yang dapat menandingi rasa dari s**u pisang. Apalagi dengan keadaan yang sangat mendukung, di atas rooftop dengan angin sepoi-sepoi ditemani pemandangan kota Jakarta, yang sangat indah dilihat dari atas, gedung-gedung pencakar langit terlihat menjulang tinggi sepenuh mata memandang. Rooftop dan s**u pisang adalah kombinasi yang sangat cocok saling melengkapi seperti aku dan kamu, aseekk. *** Setelah hampir empat puluh lima menit melaksanakan hukuman yang diberikan Bu Siti, akhirnya pemuda itu bisa menyelesaikan sepuluh putaran. Bukan hal yang mudah untuk menyelesaikan hukuman bu Siti, banyak dari siswa yang mengeluh tidak kuat, bahkan ada yang tidak kuat lagi menopang tubuhnya dan berakhir di tanah, untung saja tidak pingsan. Begitulah bu Siti sudah terkenal sebagai guru yang memberi hukuman yang sangat tidak masuk akal. Bukan Bu Siti namanya jika memberi ampun kepada siswanya, ketika banyak yang tumbang bu Siti membiarkan mereka beristirahat 5 menit tapi setelah itu bu Siti akan menambah hukumannya lagi, sungguh perilaku yang tidak pantas dimiliki oleh seorang guru. Sebenarnya guru-guru yang lain ingin menegur bu Siti yang keterlaluan tapi apa mau dikata, bu Siti adalah guru paling senior di sekolah ini dan juga paling tua, guru-guru lain merasa bahwa mereka tidak pantas menegur bu Siti, dan mereka pun takut karena kepribadian bu Siti yang sangat tidak suka dikritik, jadi mereka mau tidak mau harus menutup mata melihat apa yang dilakukan bu Siti kepada murid-muridnya. Bu Siti tiba-tiba berteriak dari pinggir lapangan “Baik yang sudah menyelesaikan lima putaran silahkan kembali ke kelas, jika saya melihat ada diantara kalian yang kekantin maka saya akan menghukum kalian lagi, mengerti?” “Baik Bu, mengerti” balas mereka dengan lesu, bagaimana tidak mereka sudah dijemur selama setengah jam oleh bu Ratna dan ditambah 10 putaran oleh bu Siti tanpa sedikitpun diberi air dan sekarang tidak boleh ke kantin, jadi bagaimana mereka mengembalikan energi mereka yang hilang karena hukuman yang diberikan, mereka butuh air, pemuda itu butuh air. Tapi mau tidak mau ia harus menuruti perintah gurunya itu, dengan langkah gontai dan helaan nafas yang panjang menuju ke kelasnya XI IPA 1. *** Pemuda itu, pemuda yang dikenal oleh sebagian orang atau bahkan seluruh orang mengenalnya dengan sifatnya yang dingin dan cuek, tidak peduli dengan apa yang akan terjadi ataupun yang sedang terjadi, ia seperti hidup di dunianya sendiri dengan dinding dinding yang berdiri kokoh memisahkan dunianya dengan dunia luar. Dunia yang tidak bisa ditembus oleh kekuatan manapun begitulah gambaran kokohnya dinding pemuda itu, ia mampu menyembunyikan segalanya dibalik dinding itu. Pemuda itu bahkan memiliki senyum yang sangat manis, dengan lesung pipit sebagai pemanisnya yang uniknya hanya ada di satu sisi wajahnya, tubuh tinggi dengan badan ideal sungguh indahnya makhluk ciptaan tuhan. Sayang sungguh sayang, ia seperti menyembunyikan keindahan senyuman itu dari dunia, bahkan jika bumi tempat tinggal kita ini bisa berbicara, mungkin bumi akan marah bagaimana bisa pemuda itu tidak pernah tersenyum padahal tuhan sudah menciptakannya dengan senyuman yang sangat indah, dan bumi akan berkata kepada tuhan “Tuhan berikan saja senyuman pemuda itu kepadaku” pinta bumi kepada tuhannya. Tapi begitulah tuhan, tuhan sudah menciptakan manusia sesuai kodratnya tidak lebih dan tidak kurang, jadi jangan pernah merasa bahwa tuhan tidak adil, tapi cobalah berfikir bagaimana cara kita membalas kebaikan tuhan yang masih memiliki keinginan untuk menciptakan manusia seperti kita padahal dari awal tuhan tau bahwa kita pasti akan mempersoalkan bentuk dan rupa yang telah ia ciptakan. Jika dilihat dari fisik pemuda itu, tidak ada sedikitpun kekurangan yang tuhan berikan kepadanya, selain senyum yang manis tubuh tinggi yang sangat proposional dengan tinggi mencapai 180 cm, dengan d**a yang bidang kulit putih, sangat mampu membuat para kaum hawa tergila-gila padanya. Tapi tetap saja tak ada seorang pun yang mampu masuk ke dalam dunia pemuda itu Pemuda itu, pemuda yang memiliki nama lengkap ERLANDA SAGUNA *** Tok… Tok… Erlanda mengetuk pintu kelas XI Ipa 1, menandakan bahwa dirinya sedang meminta izin untuk masuk ke kelas mengikuti pembelajaran yang sedang berlangsung. Bu guru yang sedang menerangkan pelajaran, menghentikan penjelasannya karena suara ketukan yang datang dari pintu, Bu guru melihat Erlanda yang sedang menunggu untuk dipersilahkan masuk. “Silahkan masuk Erlanda.” Ucap Bu guru, sembari kembali menerangkan. Setelah dipersilahkan masuk, Erlanda segera masuk ke dalam kelas. Kemudian langsung duduk dibangku paling belakang, bangku spesial yang hanya boleh diduduki oleh seorang Erlanda, begitulah kata Choki, teman sebangku Erlanda sejak kelas X. Choki adalah teman Erlanda satu-satunya, berbeda dengan Erlanda, Choki adalah sosok yang jenaka ada saja yang bisa dijadikan bahan lelucon olehnya. Misalnya saja sekarang ini, Choki sedang meledek Erlanda yang terlihat sangat acak-acakan setelah mengerjakan hukuman Bu Siti. “Eh Buset… sejak kapan kita jadi punya kesamaan Er?” Celetuknya saat Erlanda berhasil mendaratkan bokongnya ketempat duduk, celetukan Choki mampu membuat alis seorang Erlanda bertaut memikirkan jawaban dari pertanyaan Choki, sebab menurutnya dia dan Choki tidak pernah ada kesamaan. Karena tidak mendapatkan jawaban dari seorang Erlanda, akhirnya Choki menjawab pertanyaannya sendiri “Sama-sama Jelek” sambil tertawa dengan suara keras, dan saat Choki ingat bahwa dirinya sedang berada didalam kelas, ia segera menghentikan tawanya sambil menutup mulutnya. “Choki” Teriak bu Guru sambil berjalan mendekat ke arah Choki. Melihat hal itu Choki semakin tidak berkutik, usahanya untuk menutup mulutnya agar tidak ketahuan bahwa dirinya lah yang tertawa sangatlah tidak berhasil. “Sepertinya Choki yang ganteng ini sedang dalam suasana yang sangat bahagia, coba kamu kerjakan soal di halaman 11 silahkan Choki!” Pernyataan Bu Guru, sukses membuat sekelas menahan tawa bagaimana tidak Choki memang sering membuat ulah pada jam pelajaran tapi tetap saja ia tidak pernah jera, herannya setiap hari ada saja tingkah seorang Choki yang bisa membuat guru marah. Choki dengan sigap berdiri untuk melangkah ke depan kelas. Tapi suara bu guru segera menghentikannya “Et, mau kemana kamu?” tanya bu guru “Saya mau mengerjakan soal Bu.” Jawab Choki serius tapi seserius apapun seorang Choki wajahnya tetap saja sangat tawaable. “Disini aja Chok, ibu tidak menyuruh kamu untuk menulis di papan tulis.” Balas Bu Guru “Ke depan aja deh Bu, biar dapet hidayah.” Jawaban Choki semakin mengundang tawa seluruh kelas, terkecuali Erlanda, ia hanya diam menyaksikan kejadian antara guru dan murid yang ada di depannya. “ Disini aja Choki!” perintah Bu Guru, akhirnya Choki menurui perintah ibu guru, dan kembali ke tempat duduknya. Choki sibuk mencoret-coret buramnya, sesekali ia menyenggol Erlanda yang ada di sebelahnya untuk meminta bantuan, tapi dasar seorang Erlanda ia adalah orang yang sangat tidak peka. Saat tau Choki mencoba meminta bantuan kepada Erlanda Bu Guru yang bernama bu Suci ini segera bertanya kembali kepada Choki “Bagaimana Choki sudah ketemu hasilnya?” sebenarnya ibu Suci sudah sangat hafal bagaimana Choki, Choki sangat lemah pada pelajaran matematika tapi ia tetap saja tidak ada keinginan untuk belajar, bahkan Bu Suci heran bagaimana orang seperti Choki bisa masuk ke dalam kelas unggulan. “Belum Bu” ujar Choki sambil terkekeh, mau tidak mau karena kasihan dan menigngat jam pelajaran akan semakin habis jika menunggu Choki menemukan jawabannya. Akhirnya Bu suci menyerah “Baiklah jangan kamu ulangi lagi ya Choki, jika ibu menerangkan perhatikan ya!” nasehat Bu Suci kepada Choki. Dan dibalas oleh anggukan yang kencang dari seorang Choki, menimbulkan gelak tawa dari murid-murid yang lain. Bu Suci kembali menerangkan pelajarannya dan melangkah meninggalkan meja Choki dan Erlanda. Erlanda kemudian mencoba menyadarkan Choki dari kebiasaan buruknya dengan menepuk pelan pundak Choki “Ah gemessshh…” Respon yang menggelikan dari seorang Choki Membuat Erlanda seketika menyesali tindakannya kepada Choki, bukan semakin sadar Choki malah semakin larut dalam kegilaannya. *** “Er..lu bawa baju olahraga kan?” Choki bertanya kepada Erlanda karena melihat Erlanda masih nyaman duduk dikursinya, sedangkan yang lain sudah sibuk pergi ke ruang ganti. Hari ini giliran para siswa lelaki yang harus berganti pakaian ke ruang ganti, dan para siswa perempuan berganti baju di ruang kelas. Erlanda hanya mengangguk sambil memejamkan mata, menandakan bahwa ia membawa baju olahraga tetapi terlalu malas untuk bergerak dari tempat duduknya karena sudah terasa nyaman. “Eh Chok, lu mau ngintipin kita ganti baju” salah satu siswi perempuan bertanya kepada Choki, karena masih melihat Choki dan Erlanda di kelas padahal siswa laki-laki yang lain sudah pergi ke ruang ganti. Choki tak mau tinggal diam ia langsung menyahut perkataan siswi itu “Yaelah ngapain gue ngintipin lu, ga ada bagus-bagusnya” Choki merasa kesal sebenarnya mengapa hanya dirinya saja yang disalahkan oleh teman-temannya padahal disana tidak hanya Choki sendirian disana juga ada Erlanda, tapi begitulah perempuan selalu dibutakan mata hatinya oleh fisik dan ketampananan, jadi jika orang tampan berbuat salah mereka akan melimpahkan kesalahan orang tampan tersebut kepada orang jelek yang ada disampingnya, seperti kasus Choki sekarang. Choki segera menarik Erlanda tak tahan dengan ocehan dan teriakan manja para siswi perempuan. “Yuk Er,, gue ga tahan dengan bacotan para manusia disini.” Setelah mendengar ucapan Choki, Erlanda segera beranjak mengambil baju olahraganya dan mengekori Choki ke ruang ganti. *** Setelah satu jam para siswa kelas XI IPA 1 mengikuti pelajaran olahraga, akhirnya guru menyuruh mereka beristirahat, hari ini adalah hari terlelah menurut Erlanda. Bagaimana tidak ia sudah dihukum oleh bu Siti dan Bu Ratna, dan sekarang harus mengikuti pelajaran olahraga. Walaupun sebelumnya ia sudah mengisi tenaganya pada jam istirahat tapi tetap saja rasa lelah dan capek terus menggerogoti tubuhnya, apalagi ditambah dengan jam olahraga. Erlanda yang merasa tubuhnya semakin lelah, akhirnya membaringkan diri di lapangan yang berumput hijau sambil memejamkan mata menikmati angin yang berhembus. Saat sedang berbaring ia masih mendengar suara-suara bisikan yang ada di sekitarnya. “Liat tu Erlanda tidur aja cakep” “Bener kapan sih dia jeleknya” Bisik-bisik siswi yang lain yang sedang memperhatikan Erlanda yang sedang berbaring. Ternyata bisikan itu merambat dan menembus ke telinga seorang Choki, membuatnya tak tahan untuk tidak melihat kearah bisikan tersebut, dan menampilkan tatapan menggoda kepada para siswi itu. “Kalau abang ganteng ga dek?” ujarnya sambil merapikan rambutnya, ia pikir hal itu akan membuat para siswi tersebut menjadi terpesona tapi bukannya terpesona para siswi itu malah berlari menjauh dengan memasang wajah geli dan yang terlihat jelas dari wajah mereka adalah ini cowo aneh banget. “Yah ditanya malah lari, gakuat ya liat kegantengan abang?” teriak Choki kepada siswi yang berlari menjauh. Kemudian Choki ikut membaringkan tubuhnya disamping Erlanda, dan melakukan hal yang sama dengan Erlanda. Tiba-tiba “Permisi Kak” sebuah suara memecah keheningan yang tercipta sejak beberapa menit yang lalu. Dan ternyata respon Choki adalah yang paling cepat, ia langsung membuka matanya dan dengan sigap membentuk posisi duduk sempurna karena melihat siapa yang bersuara tadi. “Eh Diva….” Dengan refleks Choki menyenggol Erlanda membuat Erlanda membuka matanya, Erlanda mengerenyit heran karena melihat seorang gadis yang tengah melihatnya. Erlanda kembali menutup matanya ia tak merasa mengenal gadis itu. “Kak Erlanda” panggil gadis itu kepada Erlanda Choki tahu bahwa Erlanda tidak suka diganggu dengan hal semacam itu, dan dengan cepat Choki segera merespon gadis itu, menurutnya jika Erlanda tidak peduli dengan gadis itu berarti sekarang kesempatannya mendekati gadis itu, sayang kesempatan bagus ini terbuang kan kesempatan hanya datang satu kali pikirnya dalam hati. “Iya, ada apa Diva?” tanya Choki dengan ramah “Aku mau ngomong sama kak Erlanda bukan sama Kak Choki.” Jawab Divandra sarkas. Mendengar jawaban Diva, Choki tersenyum lebar akhirnya ada seorang gadis cantik dan popular seperti Divandra tau namanya, hal ini adalah sebuah keajaiban kedelapan bagi dirinya. “Ngomong sama aku aja, Erlanda orangnya galak.” Choki berusaha mengalihkan Diva dari keinginannya untuk berbicara dengan Erlanda. “Kak Choki bisa diam dulu nggak? Aku mau ngomong sama kak Erlanda.” Gadis itu akhirnya merasa jengkel karena bukannya mendapat respon dari Erlanda ia malah mendapat respon dari Choki. Erlanda merasa terganggu dengan percakapan antara Choki dan gadis itu, ia tak tega temannya diperlakukan seperti itu oleh seorang gadis, bagaimanapun setidak pedulinya Erlanda ia tidak akan sudi jika temannya diperlakukan seperti itu. Mau tidak mau Erlanda mengubah posisinya dari berbaring menjadi duduk sambil menatap lurus kepada gadis itu dan kemudian bertanya dengan nada dingin seorang Erlanda “Ada apa?” kepada gadis yang diketahui ternyata bernama Divandra Shalsabilla, terlihat dari name tag dibajunya yang tidak sengaja Erlanda lihat. Erlanda merasa asing dengan gadis tersebut, bahkan Erlanda tidak pernah mengenal gadis itu jangankan mengenal melihatnya saja belum pernah. “Ini buat kakak, kenalin aku Divandra, anak kelas 10.” Sembari menyodorkan sebotol air mineral kepada Erlanda. Divandra tahu bahwa Erlanda pasti sangat haus setelah pelajaran olahraga, ia sangat yakin bahwa Erlanda akan mengambil air mineral yang telah dibawanya, mana mungkin seorang Erlanda akan menolak pemberian dari gadis cantik seperti Divandra. Tapi Divandra tidak tahu bagaimana sikap seorang Erlanda, ia tidak akan memandang fisik seseorang, jika ia merasa tidak nyaman maka ia akan berusaha menghindari orang itu dan hal yang terkait dengan hal itu. “Ini kak” ucap Divandra sekali lagi, melihat Erlanda tak juga mengambil air mineral yang ia berikan. Divandra tersenyum senang saat Erlanda bergerak dari posisinya, ia kira Erlanda akan mengambil minumannya tapi ternyata diluar dugaan. Divandra sangat terkejut dengan apa yang dilakukan Erlanda, bukannya mengambil minuman yang Divandra berikan, Erlanda malah berdiri dan berlalu begitu saja dari hadapan Divandra, mengacuhkan pemberian gadis itu. Choki yang melihat kejadian itu ternganga bagaimana mungkin Erlanda menolak pemberian dari seorang Divandra, gadis cantik idaman para laki-laki yang ada di sekolah ini, tidak hanya cantik Divandra juga terkenal pintar dan berasal dari keluarga berada, paket komplit yang tepat jika dijadikan pacar. Divandra menatap punggung Erlanda yang semakin menjauh, teman-temannya benar bahwa ia tak akan berhasil mendekati seorang Erlanda yang terkenal dingin dan cuek, tapi ia kembali menguetkan diri “Ini baru percobaan pertama wajar jika gagal, percobaan selanjutnya pasti berhasil” semangatnya dalam hati. Choki yang merasa kasihan kepada Divandra akhirnya berdiri dan mengambil minuman yang ada di tangan Divandra “Buat kakak aja ya…Haus ni” setelah mengatakan hal tersebut Choki segera menyusul Erlanda yang sudah berjalan menjauh. *** TING Terdengar bunyi notifikasi pesan masuk dari hp Erlanda, segera ia mengecek hpnya karena heran siapa yang mengirimnya pesan pada jam pelajaran seperti ini. Ia mengernyit heran melihat nama siapa yang tertera di layar hpnya, kemudian segera membaca pesan yang dikirim oleh orang tersebut. “Nanti pulang bareng aku ya…!” Setelah membaca pesan itu ia segera menutup kembali pesan dan menekan tombol kunci di layar hpnya, tanpa ada niatan membalasnya sedikitpun. *** Tyilisia POV *Teet Teet* Bunyi bel mengakhiri kegiatan belajar mengajar di JIS, semua siswa berteriak senang di dalam hati tak terkecuali aku akhirnya setelah seharian penuh belajar bisa menghirup udara kebebasan. “Baiklah kita akhiri pelajaran hari ini, silahkan ketua kelas dipimpin doanya.” Ujar Bu Guru setelah mendengar suara bel yang berbunyi “Semua siap, berdoa mulai.” ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD