Bab 3. Remember

1324 Words
Tak lama, warga pun mulai berkerumun mendekati TKP. Sang sopir kembali ke mobil. “Tuan, wanita itu pingsan. Dia memakai pakaian rumah sakit.” Sopir tersebut memberikan laporan. Tuannya pun turun dan mendekati wanita yang menghalangi jalannya. Begitu netranya melihat dengan jelas sosok wanita tersebut dia tertegun sesaat. “Sakira!” gumamnya lalu berlutut dan dia mengangkat Kira seorang diri. Sopir dengan cekatan membuka pintu mobil belakang agar tuannya dapat masuk. Dihiraukannya warga yang berkerumun di sekitar mobil. Sopir itu melaju meninggalkan TKP. “Kita bawa ke mana Tuan?” tanya sang sopir. “Ke rumah saja,” jawab tuannya. Lelaki itu kemudian menelepon dokter untuk segera datang. “Kira ada apa denganmu? Lama tidak bertemu kenapa kau sekarang seperti ini? Maafkan aku yang lalai menjagamu, sehingga aku kecolongan. Sadarlah Kira, aku tak ingin kau tinggalkan lagi.” Lelaki itu terus mengajak Kira yang pingsan bicara. *** “Dia, baik-baik saja, tetapi sepertinya dia baru saja menjalani operasi Caesar, terlihat dari luka di perutnya bekas operasi. Di kepalanya juga ada jahitan. Tubuhnya masih lemah. Jika dilihat dari pakaian dan keadaannya dia seperti melarikan diri dari rumah sakit. Aku sudah memasang infus, nanti aku akan kirim perawat ke sini untuk merawat dia.” Dokter menjelaskan panjang lebar. “Bisakah kau merahasiakan keberadaannya di sini?” “Tapi Tuan, aku butuh rekam medisnya untuk melakukan perawatan, karena dia habis operasi.” “Aku akan berikan rekam medis itu padamu.” Bukan hal sulit untuk seorang Axton mendapatkannya. Di rumah sakit itu dia juga punya anak buah yang bisa diandalkan. “Baiklah Tuan, saya akan kembali lagi nanti.” “Hm, kau boleh pergi.” Tak ada kata terima kasih, dia menyuruhnya pergi begitu saja. Dokter itu pergi, baginya sudah biasa tuan Axton seperti itu. Dingin dan terlihat kejam tetapi dia akan membayar mahal tenaganya. Axton mendekati Kira, kekasihnya yang pergi dengan membawa luka, bukan hanya Kira yang terluka, tetapi dia pun demikian. Bertahun-tahun hidup dengan perasaan bersalah dan memendam rindu pada Kira, menahan diri untuk tidak menemui Kira dan memeluknya. Axton tahu di mana Kira selama ini berada, dia tahu Kira menikah. Saat itu rasanya seperti nyawanya direnggut dari badan menyaksikan orang yang dicintainya bersanding dengan pria lain. Jika Axton mengikuti egonya ingin dia membunuh pria tersebut detik itu juga. Namun, Axton lebih ingin Kira-nya bahagia. Dia mengikhlaskan Kira, detik itu juga Axton bertambah dingin dan tak tersentuh. Dia bertambah kejam, Axton menutup hatinya untuk wanita lain, dia tak ingin merasakan cinta dan terluka lagi. Diam-diam dia mengawasi Kira, ketika musuhnya mengetahui saat itulah Axton berhenti dan mulai fokus pada pekerjaannya. Demi untuk keselamatan Kira. Cinta mereka tak akan pernah bisa bersatu. Banyak rintangan yang harus dihadapi bukan hanya musuh tetapi juga keluarganya sendiri yang tak ingin Axton menjadi lemah karena wanita. Keluarga Axton bahkan menyakiti Kira demi agar Kira menjauh. Mereka menjodohkan Axton dengan wanita yang merupakan anak dari menteri agar kelompok mereka bertambah kuat. Mereka menjebak Axton seolah-olah habis bercinta dengan wanita tersebut. Kira mendapatinya berdua di kamar tanpa busana. Kira juga mendengar percakapan anak buahnya yang disuruh untuk membunuh Kira. Padahal Axton tak pernah menyuruh demikian. Yang menyuruhnya adalah Kakek Axton pemimpin Kelompok. Ketika Kakeknya wafat, Axton yang menggantikannya. Dia menolak menikah dengan wanita itu, dia juga mengancam menteri tersebut. Perpecahan terjadi, Kakak Axton—Jose, tidak setuju. Akhirnya kelompok Rodrigo terbagi dua kubu. Axton kembali mencari Sakira, dengan mudah dia menemukannya. Akan tetapi Kakaknya mengancam, jika Axton masih saja peduli pada wanita itu dia akan benar-benar membunuhnya. Saat itulah dia berhenti, terakhir Axton melihat ketika Kira menikah. Dia tak pernah membayangkan akan bertemu dengan Kira lagi. Seharusnya hari di mana dia menabrak Kira, Axton kembali ke negaranya setelah melakukan transaksi di Indonesia. Namun, kini dia tak bisa meninggalkan Kira begitu saja. “Aku di mana?” Suara pelan Kira membuyarkan lamunan Axton. “Kau berada di rumahku.” Axton melihat Kira mengerjakan matanya. Dia sudah bersiap jika Kira akan mengamuk dan mengumpat padanya. “Kau siapa?” tanya Kira membuat Axton mengerutkan alisnya. Lelaki itu tidak menjawab. Kira melihat infus di tangannya. Dia ingat tadi ketika dia berjalan keluar dari rumah sakit dia merasakan pusing dan sakit kepala. Mungkin dia pingsan di jalan dan lelaki ini yang menolongnya. “Kau yang menolongku?” tanya Kira. Axton semakin bingung. Kira seolah tak mengenal dirinya. Apakah dirinya berubah sehingga Kira tak mengenalinya? Ya, memang dia bertambah tua seiring tahun berganti, tetapi apakah lantas Kira tak dapat mengenali wajahnya atau Kira sudah melupakannya? Melihat Axton yang tidak menjawab, Kira merasa heran. Lelaki itu hanya berdiri menatapnya tanpa bersuara. Apakah wajahnya aneh? Ya bisa saja, dia sendiri tak tahu seperti apa wajahnya, dia belum melihat cermin semenjak sadar. “Apa kau bisa bicara?” tanya Kira, bisa saja ‘kan lelaki itu bisu. “Kau lebih baik makan, aku akan menyuruh pelayan kemari membawakan makanan untukmu.” Axton memilih untuk pergi, dia masih bingung dengan situasi ini. Dia juga takut tak bisa mengendalikan dirinya dan memeluk wanita itu. “Tunggu, setidaknya kau beri tahu aku siapa namamu?” Axton berhenti tanpa berbalik badan. “Axe, panggil aku Axe.” “Oh, terima kasih Axe.” Setelah itu Axton meneruskan langkahnya keluar dari kamar Kira. Dia menyuruh pelayan untuk membawakan makanan untuk Kira. Kebetulan saat itu perawat yang dikirim dokter datang. Dia juga membawa obat untuk kira. Axton memeriksa semua obat yang dibawa. Dia menelepon dokter untuk menanyakan perihal obat-obatan itu ketika semua sesuai, dia menanyakan hal lain, yaitu ingatan Kira. Dokter mengatakan ada kemungkinan Kira mengalami amnesia mengingat luka operasi di kepalanya. Dia meminta pada Axton untuk segera mengambil rekam medis pasien. Axton langsung menelepon anak buahnya saat itu juga. *** Terhitung empat hari sudah, Kira dirawat di rumah Axton. Dokter mengatakan pada Axton kalau Kira baru menjalani operasi Caesar, untuk melahirkan seorang bayi prematur. Axton sangat terkejut, ternyata Kira sudah punya anak, tetapi anaknya di mana kini, apakah bersama suaminya? Axton menemui Kira di kamarnya. Tangan Kira sudah tidak terpasang infus. Wanita itu sedang duduk di sofa depan jendela, menatap ke luar dengan tatapan kosong. “Kira, apa kau ingin berjalan-jalan ke luar?” “Tidak.” “Kira apa kau sudah ingat siapa dirimu?” “Belum, aku tahu namaku juga karena ada yang memberi tahuku.” “Oh ya, keluargamu?” “Bukan, tetapi sahabat suamiku. Kata dia keluargaku ada di luar negeri, dia juga tidak tahu pasti. Dari dia juga aku tahu kalau aku ini sebatang kara, suamiku sudah meninggal, anakku meninggal karena lahir prematur.” Axton mengerutkan keningnya. Menurut dokter anak Kira lahir dalam keadaan hidup, lalu dengan siapa anak itu sekarang? Lebih baik dia simpan dulu kenyataan tersebut dan menyelidikinya. Kira tidak boleh terlalu banyak berpikir. “Axe, pernahkah kau merasa hidupmu hampa, hati dan pikiranmu kosong, tak ada satu pun memori yang kau ingat. Benar-benar kosong?” “Aku selalu merasakan kehampaan.” “Kau lebih beruntung karena tak ingat apa pun. Aku tersiksa merasakan sepi dan perih, hatiku dipenuhi luka dan rasa bersalah padamu. Aku merindukanmu, Sakira.” Axton melanjutkan dalam hati. “Kau masih beruntung memiliki memori yang dapat kau kenang tentang orang yang kau cintai untuk mengobati rindumu.” “Kau salah Kira, kenangan itu menyakitkan. Aku berharap aku amnesia.” *** Mata Kira terpejam, tetapi dahi, leher dan seluruh badannya berkeringat. Kira gelisah dalam tidurnya, napasnya terengah. Tiba-tiba dia bangun langsung duduk dan membuka matanya. “Axton? Dio? Aku ingat sekarang, kalian adalah pria b******n!” Kira turun dari tempat tidur, dia langsung keluar kamar. Dia tak peduli hari masih gelap atau pakaian tidurnya yang belum berganti, yang dia inginkan sekarang adalah pergi dari rumah ini. Rumah pria yang melukai hatinya beberapa tahun yang lalu. Namun, sial begitu Kira membuka pintu sosok yang dibencinya berdiri tepat di hadapannya. “Kira, mau ke mana?” Kira tak menjawab hanya tatapan benci yang dia berikan. Axton baru saja pulang setelah ada pertemuan penting. Alisnya terangkat satu, melihat sorot tajam Sakira. Jika Sakira Ultraman mungkin sudah mengeluarkan laser.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD