2 bulan kemudian.
Reya baru saja kembali dari liburan panjangnya bersama Mark - kakek yang merupakan satu-satunya keluarga yang ia miliki saat ini. Perjalanan yang panjang membuat Mark lelah dan akhirnya ketiduran dalam perjalanan kembali dari Bandara beberapa menit yang lalu, mungkin karena faktor umur yang sudah tidak lagi muda.
Sedangkan Reya, gadis itu tidak lelah sama sekali. Bahkan matanya masih sangat segar dan terbuka lebar. Selama perjalanan pulang, Reya terus memeriksa foto-foto liburan mereka, juga menyebar ke sosial media dalam jumlah yang lumayan. Sama seperti gadis pada umumnya, Reya tak pernah luput dari apa saja yang membuat para wanita gemar melakukannya.
Tidak lama kemudian mereka sudah tiba, Reya segera membangunkan Mark dan turun terlebih dahulu.
"Lihatlah, kita pergi hanya membawa beberapa pakaian, tapi pulang membawa banyak barang," ujar Mark melihat tiga koper besar yang baru saja diturunkan oleh supir taksi. Belum lagi beberapa barang lainnya di dalam bagasi.
"Namanya juga pulang dari liburan, Kek. Jika pergi ke pemakaman, maka hanya pulang dengan tangan hampa," timpal Reya asal sambil mengambil beberapa kotak perhiasan yang memang ia simpan di samping selama perjalanan pulang.
Sama seperti gadis lainnya juga, meskipun Reya seorang gadis yang pernah menjelma menjadi sosok jahat dan kejam, tapi sosok diri yang sebenarnya adalah bahwa dia seorang gadis yang mencintai fashion dan hidup dalam budaya berkelas. Hanya saja, sisi lain dari dirinya terkadang memang mengubah gaya penampilan sesuai kebutuhan. Siapa sangka, dibalik kelembutan yang ia pancarkan setiap saat, terdapat kejahatan yang tertutup rapat.
Setelah membayar taksi, Reya membantu Mark untuk membawa barang-barang mereka ke dalam. Sedikit lelah karena Reya tidak menyangka bisa berbelanja sebanyak ini, bahkan dia sendiri sampai lupa pada apa saja yang telah dibelinya. Yang dia ingat, tidak ada satupun barang berlabel yang luput dari incaran.
"Kakek ingin istirahat sebentar, Reya. Jangan lupa bangunkan saat kamu sudah menyiapkan makan malam," kata Mark berlalu ke kamarnya untuk melepas lelah sambil tangannya sibuk mengurut bahu sendiri.
Reya hanya menggeleng melihat tingkah laku Mark yang padahal sebelumnya sempat istirahat di dalam taksi. Namun, Reya tidak mempermasalahkan keinginan Mark, dia membiarkan saja asal Mark merasa nyaman. Lantas Reya ikut masuk ke kamarnya untuk membersihkan diri dan berganti pakaian.
Setelah menyatukan tubuh dengan air hangat, Reya merasa jauh lebih segar, hingga dia membiarkannya dalam waktu yang lama.
Sekitar dua puluh menit kemudian, Reya sudah mengganti setelannya dengan pakaian santai. Tidak membuang waktu lama karena hari sudah sore, dia langsung ke dapur untuk menyiapkan makan malam seperti yang Mark pesan.
Tiba di dapur, Reya baru sadar setelah memeriksa semua rak dan kulkas jika persediaan makanan mereka sudah habis sebelum berlibur waktu itu.
"Ya Tuhan, bagaimana aku bisa melupakan hal sepenting ini," keluh Reya menepuk dahinya sendiri.
Karena sebelumnya rumah mereka tidak pernah kosong, jadi Reya tidak memikirkan jika semua persediaan makanan ikut kosong. Agar mereka tidak melewati malam dengan perut keroncongan, akhirnya Reya memutuskan untuk berbelanja meskipun dia tahu jika tidak bisa kembali dalam waktu yang cepat.
Setelah menuliskan kalimat berupa pesan pada secarik kertas, Reya meletakkannya di meja samping tempat tidur Mark. Tidak tega jika harus mengganggu tidur nyenyak sang kakek hanya untuk memberitahu hal sederhana.
Setelah bersiap-siap, Reya segera pergi. Dia sengaja memilih tempat belanja terlengkap meskipun harus menempuh perjalanan yang jauh. Karena membutuhkan perlengkapan yang layak, perjalanan bukanlah hambatan baginya untuk memenuhi keinginan.
Setelah tiba, Reya langsung memilih beberapa makanan siap saji agar bisa menyediakannya dengan cepat nanti. Lalu memilih daging segar dan aneka sayuran sesuai seleranya dan Mark. Tidak lupa juga memilih beberapa minuman bersoda sebagai pelengkap jika kadang-kadang dibutuhkan. Namun ketika tangannya ingin mengambil kaleng di rak paling atas, tiba-tiba ada satu tangan yang mendahuluinya. Alhasil, tangan Reya berada di atas tangan milik seseorang yang entah siapa.
Reya menoleh ke samping setelah memperhatikan bentuk tangan yang tidak asing itu dengan jantung yang tiba-tiba mendebar. Alangkah terkejutnya setelah melihat sosok yang saat ini juga tengah menatapnya. Mendadak tubuhnya tidak dapat bergerak sedikitpun.
Benar saja, pria itu adalah Sean, target dari tugas terakhirnya yang berhasil ia selesaikan dengan baik. Meskipun hanya sekali bertemu, bukan berarti Reya sudah melupakan wajah tampan nan mempesona itu.
Ingatan Reya tiba-tiba berputar pada kejadian dua bulan yang lalu, dimana saat itu dia berada di Dubai untuk memata-matai Sean. Malam itu, Reya menyamar sebagai seorang gadis perayu saat melihat Sean menuju klub. Bergabung bersama beberapa gadis yang lain, membentuk kelompok dan menyewa mereka untuk bekerja sama dengannya.
Melihat targetnya sedang duduk seorang diri, Reya dan para gadis itu langsung bergerak. Untuk menghindari agar wajahnya tidak dilihat oleh Sean, Reya memilih berdiri di belakang pria itu.
Cukup lama Reya menanti kelengahan Sean, hingga akhirnya pria itu mengambil segelas minuman.
Saat beberapa gadis masih berlomba menggoda Sean, Reya mengambil kesempatan itu untuk menaruh obat tidur dalam minuman Sean. Setelah itu, dia mengedipkan mata pada para gadis, mengisyaratkan agar mereka semua meninggalkannya.
Sedangkan Reya, gadis itu masih berdiri mengawasi Sean dari jarak yang tak seberapa jauh. Menantikan caranya akan ampuh atau tidak untuk melumpuhkan seorang Sean yang dikenal sangat sulit untuk disentuh.
Berhasil, Reya melihat bahwa Sean benar-benar meminumnya dan perlahan kesadarannya hilang. Setelah Sean terkapar tidak berdaya, Reya langsung menghubungi seseorang untuk melanjutkan rencana.
Dua pria memapah Sean ke kamar hotel yang telah ia tempati sejak dua hari yang lalu. Kemudian Reya menyuruh mereka pergi setelah memberi uang dalam jumlah yang lumayan. Dia akan menyelesaikan tugasnya sendiri dengan baik.
“Ambil saja jika kau mau. Aku bisa memilih yang lain.” Suara Sean mengembalikan alam bawah sadar Reya.
Setelah disadarkan kembali, secepat kilat Reya menarik tangannya dan menjauh. Tindakannya yang buru-buru mengakibatkan beberapa kaleng di rak jatuh. Suara berisik itu membuat beberapa pengunjung lain terusik. Reya terlihat sedikit gugup dan risih, sekaligus malu karena menjadi pusat perhatian dan tontonan mendadak.
Sean mengernyit melihat tingkah Reya yang seperti gadis aneh. “Kamu baik-baik saja?” tanyanya yang tiba-tiba menjadi peduli.
Bukannya menjawab dan membereskan kekacauan tersebut, Reya malah pergi dari sana. Namun, sekali lagi dia melakukan hal yang ceroboh. Karena tidak memperhatikan jalan, Reya malah menginjak kaleng di lantai, yang mengakibatkan kakinya tergelincir dan hampir jatuh ke lantai. Beruntung Sean dengan sigap menggapai tubuh rampingnya.
Keduanya bersitatap dalam jarak yang begitu dekat hingga beberapa detik. Mata Reya benar-benar tidak bisa berkedip menghadapi keadaan yang menurutnya sangat intim. Tak berbeda jauh dengan Sean, saat melihat sosok Reya dia merasa ada sesuatu yang tidak bisa dijelaskan.
Hingga tiba-tiba, penampakan di balik kerah kemeja Reya yang meleset ke samping itu mengusik pandangan Sean. Tanda tersebut sepertinya tidak asing, tapi dia sendiri lupa pernah melihat itu dimana.
Melihat Sean yang sepertinya sedang memikirkan sesuatu, Reya segera menegakkan kembali tubuhnya. Mengambil kesempatan untuk menjauh.
Untuk menghindari Sean, Reya meninggalkan keranjang itu di lantai dan berniat untuk belanja di tempat lain. Dia tidak ingin mengambil resiko berbahaya jika terus berhadapan dengan pria itu andai tiba-tiba dia dikenali. Meskipun Reya tidak percaya jika Sean akan mengenalnya, tapi dia tetap harus waspada mengingat kinerja luar biasa dari cara kerja pria itu.
Reya yang sudah berada di luar buru-buru menghubungi kakeknya untuk mengatakan bahwa dia akan sedikit terlambat. Namun, tidak ada jawaban setelah ia melakukan dua panggilan.
"Mungkin kakek masih tidur," gumam Reya yang tidak meneruskan panggilan untuk menghubungi Mark kembali.
Baru saja Reya hendak membuka pintu mobil, tiba-tiba seseorang menodongkan pistol di belakangnya.
"Tunggu!"