BAB 02

1179 Words
DUDUK di kursi sambil menikmati lagu barat kesukaannya menggunakan earphone menjadi kegiatan pelampiasan Olivia kali ini. Sepuluh menit ia menunggu angkutan umum datang, tetapi belum kunjung juga terlihat. Olivia berdecak, selalu saja berakhir seperti ini. Setiap kemunculannya, entah itu di mana, semua siswi selalu menghindar dengan gerakan cepat-cepat. Bisa di tebak dengan mudah kalau cewek yang mengenakan jaket jins, topi berwarna cokelat tua yang menutupi kepalanya, lengkap dengan kaca mata bulat transparan, sedang duduk tanpa ada siapapun di sampingnya. Semua orang yang menunggu angkutan umum seperti Olivia memilih berdiri sambil menatap Olivia tanpa berani angkat bicara. Sangat menyebalkan, Olivia untung bukan tipe cewek yang mudah cuek. Ia lantas memutar malas kedua bola matanya, memilih tidak peduli dengan lingkungan sekitar, fokusnya sekarang hanya pada musik yang masih mengalun lembut. Mungkin, bagi semua siswa-siswi di SMA Berlian Satu yang setiap harinya berangkat dan pulang menaiki kendaraan umum, pasti akan berpikir dan mengingat bahwa mereka belum pernah melihat Olivia duduk di emperan halte hanya untuk menunggu angkutan umum. Nyatanya, memang begitu. Posisi Olivia sekarang memang pantas untuk di gunjingkan. Jika bukan karena mobilnya sekarang rusak dan tengah berada di bengkel untuk diperbaiki, tidak mungkin cewek itu sekarang berada di sini. Membosankan sekali harus berdiam sambil menunggu angkutan umum, hal itu tidak jauh berbeda seperti menunggu gebetan yang tidak peka-peka. Walaupun tipis, tetapi senyuman Olivia masih terlihat ketika suara mesin kendaraan di depannya berhenti. Ia sedikit menarik topinya ke atas, lantas keningnya seketika berkerut. Ia berdecih, segera menyulutkan kata-kata telak yang siapa saja pasti akan langsung kicep mendengarnya. "Kenapa pada lihatin gue? Di sini bukan gue doang yang mau naik angkot? Emang lo semua pada nggak mau pulang, ha?" Bukan karena alasan seperti itu yang berterbangan di diri mereka masing-masing, mungkin alasan yang paling tepat adalah karena takut pada si ratu galak itu. Setelah mendengus kesal, Olivia melempar tatapan tajam sebelum akhirnya masuk ke dalam angkutan umum dan diikuti murid lain dengan gerakan grogi dan takut. * * * Setelah berdesakan di dalam angkutan umum dan akhirnya ia turun dari dalam sana, Olivia tidak berhenti menggerutu tidak jelas. Tentu ia kesal setengah mati, selain pengap, di dalam sana juga baunya membuat perut seperti dikocok kuat-kuat hingga rasa mual turut hadir, belum lagi bau keringat dari siswa-siswi lain yang menggangu hidungnya membuat Olivia tidak berhenti berdecak dan menjepit hidungnya dengan jari tangannya. Setelah sampai di dalam rumah, Olivia mencak-mencak tidak jelas. Pipinya menggelembung karena terlampau sebal pada hari ini. "MOMMY, OLIV MAU NGOMONG SAMA MOMMY." Di ruang tamu, lebih jelasnya di sofa, Olivia berteriak nyaring. Air wajahnya merah padam bak kepiting rebus, dan sialnya lagi semburat merah yang menghiasi wajahnya bukan karena terjadi karena seorang cowok yang menyatakan cinta kepadanya, melainkan ia tengah marah. Tidak lama, datang seorang wanita muda dari dalam kamar dengan sebuah laptop di tangannya. Ia mengerutkan kening sebelum akhirnya mengambil duduk di samping kanan putri kesayangannya itu. Laptopnya diletakkan di atas meja, tepat di samping topi dan earphone Olivia. Mommy membelai rambut Olivia dengan lembut, lalu mulai bertanya kenapa putrinya itu berteriak seperti tengah melihat maling yang ketangkap basah. "Ish ... mommy nyebelin banget sih, mobil Oliv udah beres, kan?" Mommy tersenyum lembut, "udah sayang, itu di garasi. Lagian kenapa kamu marah-marah kayak gini? Lagi berantem sama Suga?" Olivia menggeleng sembari membelalakkan matanya penuh, baru sadar jika mommy menyangkut-pautkan mantan pacarnya itu dalam obrolan. Menyebalkan sekali, memang Suga dan mommy sudah lumayan akrab. "Jangan ngomongin Suga mulu ih mom, Oliv sama dia udah putus." Dengkusan kasar keluar sambil melempar lirikan tajam ke arah mommy, tetapi mommy akan seperti biasa, hanya tersenyum kecil untuk menangani Olivia yang kemarahannya masih dalam mode on. "Terus? Kenapa marah-marah?" "Karena Oliv balik sekolah naik angkot. Dan ini karena mommy! Ish... pokoknya Oliv nggak mau naik angkot lagi. Nyebelin banget, iya kalo angkotnya baunya wangi, lha ini boro-boro seperti itu, yang ada bikin perut enek tau." Melihat Olivia yang menggerutu sambil melipat kedua tangannya kesal di atas d**a, mommy kemudian terkekeh. Begitu lucu anak semata wayangnya ini. Entah itu keturunan siapa, padahal mommy dan daddy-nya tidak secerewet dan suka meluapkan emosi seperti Olivia. "Udah, lupain aja. Besok kamu udah bisa bawa mobil kok, sekarang buruan mandi. Mommy udah nggak tahan nyium bau ketek kamu." Di akhir katanya, mommy tertawa geli yang di balas tinjuan ringan yang Olivia lontarkan mengenai bahu mommy-nya. "Kenapa Oliv apes terus sih dari tadi pagi, nyebelin banget sumpah." "Emang ada apa lagi?" Mommy menaikkan satu alisnya. "Nggak pa-pa kok. Mommy udah tua, nggak usah kepo sama urusan anak muda kayak Oliv gini." Olivia menjeda kalimatnya, ia meringis sebelum melanjutkan. "Mmm.... Kalo gitu Oliv ke atas dulu, mau mandi. By mom!" Mommy hanya mendesah ringan saat melihat putri kesayangannya itu sudah meleset cepat tanpa menunggu ucapan dari dirinya. Ditatapnya Olivia yang tiba-tiba kembali ke sofa. Cewek itu tersenyum seraya memperlihatkan giginya yang putih dan tertata rapi. Topi dan earphone di meja langsung Olivia sambar, kemudian melanjutkan langkah kembali ke atas. Sebelum benar-benar membuka pintu kamarnya, Olivia menyempatkan diri menoleh ke bawah, ia menatap mommy-nya yang masih di sofa, tapi kali ini dipangkuan wanita itu terdapat laptop. Olivia mendesah kasar, lalu mencebikkan bibirnya. Bola matanya turut memberi rasa kesal dengan cara memutar dengan jengah. "Mom, nggak usah keras-keras, kecilin volumenya bisa nggak sih?" omel Olivia, lalu menggeram kecil. "Emangnya mommy paham apa yang mereka omongin?" lanjutnya dengan teriakan lebih keras. Mommy seketika langsung mendongakkan kepala, cengiran lebarnya muncul beberapa detik kemudian. "Kan ada subtitle-nya Liv," ujarnya santai, lalu mematri tatapan lagi pada layar laptop yang masih memunculkan drama yang berisi cowok-cowok setengah cantik. Kembali Olivia memutar bola matanya, helaan napasnya terdengar begitu kasar. Bukan hanya itu, ia bahkan menggelengkan kepalanya berulang kali karena perilaku mommy-nya ini tidak jauh berbeda dari ABG labil yang sangat menyukai hal begituan. Tapi, Olivia tidak masuk ke dalamnya, ia tidak pernah mempunyai minat untuk menikmati drama atau musik dari negeri ginseng tersebut. Baginya, itu sama saja membuang waktu, dan menghamburkan kuota internet lebih tepatnya. "Ya tapi nggak usah kencang-kencang mommy! Pokoknya Oliv nggak mau tahu kalo tiba-tiba tetangga pada datang kayak kemarin." Olivia mendengus, rahangnya mengetat sempurna, lalu dilanjutkan mengentakkan kakinya kesal di lantai. Bukannya mendengar seruannya, mommy malah berteriak heboh. "Ya ampun, Oliv sini kamu turun dulu. Lee Minho cakep banget di sini. Mandinya nanti aja. Buruan nonton sama mommy." Tanpa mengindahkan pandangan dari layar di hadapannya, mommy menaikkan tangannya di udara, lalu mengayunkannya begitu cepat, memberi sebuah isyarat nyata agar Olivia lekas menuruti ucapannya. "Nggak! Oliv nggak suka." Dengan sarkas dan keras, Olivia berkata sarkastik. Mommy menghela napas, kemudian berujar santai, "terserah kamu deh, tapi jangan nyesel loh. Soalnya ini ganteng banget sumpah Liv. Kalo kamu nonton pasti nggak bakal nyesel deh!" Olivia memilih mencibir mommy yang entah sejak kapan menggilai hal-hal seperti itu. Agak menjijikan jika dipikir-pikir. "Ingat Daddy mom." "Daddy kamu besok mommy paksa buat cerai," ujarnya mantap. Dan karena itulah Olivia semakin berdecak kesal. "Bodo amat mom. Nikah aja sana sama oppa-oppa Korea itu. Dasar nggak inget umur, udah tua juga."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD