Bab 5

1804 Words
Keesokan paginya. Seperti biasa, pak supir minibus sudah berada duduk di lobi Hotel, menikmati secangkir cappucino dan roti bakar serta telor asem. (telur ayam matang yang kulitnya terbungkus garam yg mengera). Pak Tjandra, Aldi dan Alfin menghampirinya dan mereka terlibat percakapan santai. pak Nyoman memberi saran tentang tujuan untuk hari ini, katanya : "Sepertinya pantai Virgin dan Candi Dasa sangat cocok untuk dikunjungi, selain masih sepi pengunjung, tempat ini sangat indah. Jauh dari keramaian, bersih dan bersih pula dari polusi, maka pantai Perasi Bali yang harus anda kunjungi selama liburan di Bali, walaupun jarak agak jauh." Saran pak Nyoman, supir minibus. Kemudian dia melanjutkan : "Pesona Alam Candi Dasa merupakan sebuah tempat peristirahatan atau resort yang terletak di kabupaten Karangasem, Bali. Tempat ini jaraknya kurang lebih 90 km di sebelah timur laut Denpasar. Dari Candi Dasa untuk menuju Tenganan jaraknya hanya kira-kira 10 kilometer. Candi Dasa menawarkan pesona alam yang masih alami dan sangat indah." Ia berhenti sejenak mengangkat cangkir meneguk sisa cappucino yang mulai dingin..... kemudian melanjutkan penjelasannya : "Untuk mencapai lokasi pantai Perasi Bali, kita hanya perlu waktu mengemudi selama 30 menit dari tempat wisata Candidasa, setelah itu kita melanjutkan ke pantai Virgin." Mendengar penjelasan pak Nyoman, mereka bertiga jadi semakin bersemangat untuk mengunjungi tempat itu. "Saat ini, masih sedikit wisatawan Indonesia yang ingin berkunjung ke pantai Virgin beach. Karena lokasinya sangat jauh dari tempat tempat wisata terkenal di Bali. Selain itu, tidaklah mudah untuk mencapai lokasi pantai Virgin beach karena lokasi pantai tersembunyi. Sebagai contoh, jika kita berangkat dari tempat wisata Kuta, maka anda memerlukan waktu 2,5 jam untuk mencapai lokasi pantai, ini sangat menarik untuk kita kunjungi... Gimana?" kata pak Nyoman. "Waooooo. waaaaoooo, waaaaoooo. Saya setuju banget." Jawab Aldi semangat. "Pagi ini kita sarapan di Hotel ini saja, kami sudah pesan semalam. Hidangan akan siap tepat jam 09.00 wita." kata Alfin. "iya, kita santai saja, toh masih banyak waktu. Karena kita di Bali masih punya waktu empat hari lagi." kata pak Tjandra. Usai menikmati hidangan, mereka bersiap menuju tempat yang di rekomendasikan oleh pak Nyoman. karena menurutnya tempatnya cukup jauh dan agak terpencil, merekapun membawa bekal yang cukup, untuk di perjalanan dan di lokasi wisata. Selama perjalanan kali ini, pak Tarjo dan bik Tarmi serta kroni kroninya ea gak ada yang bersuara. Hening, tanpa kata. Rupanya mereka kekenyangan dan tertidur. Maklum, setelah mendengar perjalanan jauh dan lokasi sangat terpencil, rupanya mereka mengisi perutnya dengan porsi dobel. Tak heran mereka pada teler. Sebaliknya, Ummi dan si Jo, lebih memilih mereka untuk menikmati pemandangan di sepanjang perjalanan. Sesekali Ummi menyandarkan kepalanya dipundak si Jo. "Kenapa, setiap kali aku menyandarkan kepalaku di pundakmu, hati ini merasakan ada kedamaian." kata Ummi dalam hati. Disisi lain. Dalam benak si Jo berkata: "Baringkan kepalamu di pangkuanku, aku ingin membelai rambutmu." Sementara itu, bu Ijah, Mama Selvie dan pak Tjandra terlihat berbincang serius. Entah apa yang mereka bicarakan. Sedangkan Alfin, mengambil gitar. Menyanyikan lagunya celine dion favoritnya. suaranya sih emang lumayan, daripada dengerin kucing lagi kerah, yang lagi berantem sebelum kawin. Dengan suara lantang dia bernyanyi : Every night in my dreams I see you I feel you That is how I know you go on Far across the distance And spaces between us You have come to show you go on Near far wherever you are I believe that the heart does go on "Hedeeeeeh!!!!, bikin tambah ngantuk aza, mending nyanyiin iwak peyek sego jagung... baru cocok. ganti.. ganti.. Ganti." kata Juna. tapi Alfin gak peduli. Dia melanjutkan lagunya. Kali ini malah lebih kenceng melantunkannya. Jreeeeeeeeng.... jreeeeeeng... Once more you open the door And you’re here in my heart And my heart will go on and on Love can touch us one time And last for a lifetime And never go till we’re one Love was when I loved you One true time I hold to In my life we’ll always go on Near far wherever you are I believe that the heart does go on Once more you open the door And you’re here in my heart And my heart will go on and on There is some love that will not go away You’re here there’s nothing I fear And I know that my heart will go on We’ll stay forever ...... na.. naaaa.. "Bukak titik Jooooossssss!!!! Lho... gak enak kan... Heeeeedeeeeew.... gantiiiii... gantiiii.” Teriak Juna. Alfinpun tertawa ngakak. Membuat yang lagi ngorok jadi terbangun. Saat Juna menyanyikan lagu iwak peyek, satu persatu mengikuti. Akhirnya suasana perjalanan menuju ke pantai Virgin menjadi ramai. iwak peyek iwak peyek iwak peyek nasi jagung sampek tuek sampek nenek trio macan tetap disanjung iwak peyek iwak peyek iwak peyek nasi gule sampek tuek sampek nenek trio macan tetap oke siiiik asiiiik Joooosssss!!.. ooo ooo ooo ooo siiik asik jooossss... di sini aku menghibur kamu menyanyi dan bergoyang bersamamu (asolole) di sini aku mengajak kamu bergembira dan bahagia selalu di sini aku menghibur kamu menyanyi dan bergoyang bersamamu (asolole) di sini aku mengajak kamu bergembira dan bahagia selalu ooo ooo ooo ooo ooo ooo ooo ooo iwak peyek iwak peyek iwak peyek nasi jagung sampek tuek sampek nenek trio macan tetap disanjung iwak peyek iwak peyek iwak peyek nasi gule sampek tuek sampek Kakek mbah Tarjo tetap oke..... hahahaaaa.. Hahahahahahaaaa Saking asiknya mereka. Sehingga gak tau kalau sudah sampai pantai yang dituju. Seharian mereka menghabiskan waktu di Candi Dasa dan pantai Virgin. Rencana besok paginya sepakat untuk santai di Hotel. Malam itu, Pak Tjandra ingin berbincang bersama di ruang santai, tanpa kecuali. Mereka berkumpul usai makan malam yang dipesan di Hotel itu. Mengetahui, bahwa pernikahan Ummi akan diadakan secara besar- besaran, maka Ummi angkat bicara. "Ummi sudah sangat bahagia dengan semua apa yang Papa lakukan selama ini. Ummi juga merasa sangat terhormat, sekaligus bangga memiliki keluarga baru." kata Ummi. "Memiliki kakak yang sangat peduli. Perhatian. Penuh kasih sayang, serta sangat tulus menerima Ummi. Itu adalah anugrah buat Ummi. Sejujurnya Ummi tak akan pernah mampu mengungkapkan dengan kata. Ummi juga gak tau bagaimana dapat membalasnya, yang pasti Ummi sangat bahagia. Kebahagiaan seperti ini belum pernah Ummi dapatkan selama ini." Katanya sambil meneteskan air mata. "Itulah sebabnya, tidak bermaksud mengurangi ketulusan yang Papa, Mama Silvie,engan kakak semua serta Mama Ijah dan calon suami Ummi. Sebaiknya pernikahan Ummi dan mas Jo, diadakan dengan sederhana. Cukup keluarga kita dan tetangga kiri kanan saja." Pinta Ummi. Pak Tjandra tersenyum. lalu berkata: " Papa sangat... sangat bangga denganmu nduk, anak'e Papa sing imut-imut, lugu dan polos. Tapi izinkan dulu Papa bercerita tentang perjuangan bapakmu. Bukan bermaksud mengingatkan luka yang pernah ada. Agar kau tau, dan bisa mengambil keputusan. Langkah apa yang terbaik buat pernikahanmu, yang notabene terjadi hanya sekali seumur hidup." sejenak Pak Tjandra menghela nafas panjang, kemudian memulai ceritanya. "Ada sebuah keluarga yg hidupnya sangat pas pasan. memiliki dua anak laki-laki. si bungsu sejak kecil memang tergolong anak yang cerdas, rajin, dan pejuang keras. Kemauannya untuk melanjutkan sekolah sampai sarjana, adalah cita-citanya. Dia tahu, orang tuanya tidak akan pernah mampu membiayai dirinya." Dibukanya POTATO ukuran Jumbo. Sambil ngemil, Shintia mendengar Pak Tjandra cerita. "Kerja kerasnya, keuletan serta ketelatenan dalam memelihara sapi sejak si bangku Sekolah Dasar, Membuat dia dapat membeli sepetak sawah sekaligus dapat membiayai sekolah SMA." Lanjutnya. "Karena semangat belajar dan kegigihannya berusaha dan belajar tanpa kenal waktu, maka dia mendapatkan Beasiswa dari pemerintah untuk melanjutkan kuliahnya di Universitas negeri ternama di Bandung." Pak Tjandra semakin semangat saja meneruskan ceritanya, karena semua serius mendengarkan. "Singkat cerita. Kuliah sambil berjualan tanaman bunga hias, berkeliling dari perumahan satu ke perumahan yang lain. Sampai akhirnya dapat menyewa tanah untuk mengembangkan usahanya." Sejenak ia berhenti. Membenahi posisi duduknya. Lalu melanjutkan ceritanya. "Seringnya mendapatkan job membuat taman, Kolam, air terjun buatan di rumah-rumah mewah, Membuat dompetnya kian tebal. Dia kerjakan sendiri desainnya. Dia yang suplay tanaman hiasnya. Sedangkan untuk pengerjaan dia serahkan pada tukang." Lanjutnya. Clara semakin terpesona dengan cerita Papanya. Kaki kanannya ditumpangkan kekaki yang lain, lalu ia menopang dagu. Sementara pak Tjandra meneruskan ceritanya. "Job demi job terus mengalir, namun tak mengganggu kuliahnya hingga akhir. Puluhan hektar, dia hasilkan dari jerih lelah usaha yang digelutinya." Kata pak Tjandra dengan penuh semangat "Pemuda polos, gigih, pintar, dermawan namun hidupnya sederhana. sangat langka dijumpai pemuda seperti ini di negeri ini." Lanjutnya. "Kesuksesan demi kesuksesan ia raih, dan Papa adalah salah satu orang yang menikmati hasil Jerih lelah itu. Papa dibiayai selama kuliah dan semua keperluan hingga Pasca sarjana. Karena Papa sudah punya hasil maka papa memutuskan untuk membiayai sendiri. Ketika Papa menikah, dia yang paling banyak mengeluarkan dana." Sejenak dia menghela nafas. Kemudian kembali bercerita: "Waktu Ummi ke rumah Papa, sempat lihat gak?, sebuah rumah di samping bangunan besar tapi masih satu halaman dengan bangunan besar? dan di garasinya ada mobil Toyota Corolla?" Tanya pak Tjandra. "Itu hadiah pernikahan darinya. Sengaja bagunan itu gak Papa rombak dan mobilnya Papa rawat. karena itu kenang-kenangan Indah buat Papa". Saat menceritakan ini, pak Tjandra meneteskan air mata. "Ummi tau, siapa yang Papa ceritakan ini?" Tanpa menunggu Ummi menjawab, ia melanjutkan ceritanya. "Papa yakin Ummi tau, siapa dia. Yah, itu pak Darmo orang tuamu nak." "Sekarang papa tanya kepadamu. Haruskah Papa membiarkanmu menikah dgn seadanya, sedang Ummi dititipkan kepada Papa, sebelum papamu dipanggil Tuhan." Kembali pak Tjandra berhenti bercerita. ia mengusap air mata yang mengalir di pipinya. "Tiga bulan sebelum dia meninggalkan kita, seperti biasa dia mampir ke rumah, usai menabung semua hasil panennya. Papa masih ingat betul apa yang dikatakannya saat itu." "Hasil panen yang sekarang ini sengaja gak tak tabung kok dik. Uang ini tak titipin adik. Buat jaga-jaga kalau sewaktu-waktu aku pergi". Pak Tjandra menirukan apa yang dikatakan almarhum dalam pertemuan terakhir kali. "Waktu itu, Papa gak punya firasat apa-apa. Hanya Papa sedikit heran, dia tak secerah seperti biasanya. Papa berpikir, mungkin dia kelelahan." "Sebulan, dua bulan, tiga bulan. Bapakmu kok tumben gak ke rumah. Karena pikiran Papa semakin gak enak, gelisah campur aduk gak karuan, akhirnya pak Tarjo tak suruh nengok ke rumahmu." "Hari itu juga, pak Tarjo memberitahukan semua yang terjadi di rumahmu. Pak Tarjo mendapat informasi dari tetangga sebelah. Mereka bilang bapak, ibumu meninggal karena keracunan.Itu terjadi tiga minggu setelah Ummi bekerja di Kota." Kata pak Tjandra dengan suara sedikit pelan. "Perkembangan informasi terakhir, Ummi pulang, bahkan tidak kembali ke Kota, tapi entah tinggal dimana. Papa terus mencari tahu tempat dimana Ummi tinggal. Papa minta tolong sama tetangga dekat Ummi. Dan beberapa hari kemudian mereka menemukan tempat dimana keberadaanmu saat ini." "Sayang." Kata Mama Silvie "Mama berharap, Ummi tidak menolak. Kami melakukan ini, bukan merupakan balas budi, tapi kami Tulus melaksanakan Amanah yang diberikan orang tuamu sebelum dia meninggalkan kita semua." Pinta Mama Silvie. "Benar kata Mama, lagi pula jika dik Ummi menolak, berarti dik Ummi telah mengecewakan Almarhum dan almarhumah. Mereka berjuang itu jelas-jelas untuk membahagiakan anak semata wayangnya, ya itu dik Ummi." Sahut Clara. "Sudahlah dik, semua rencanakan ini demi dik Ummi, kami melakukan ini Juga membuat dik Ummi bahagia." Tambah Shintia Devi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD