bc

THE CEO IS MINE!

book_age12+
1.5K
FOLLOW
7.9K
READ
dark
possessive
arrogant
dominant
goodgirl
CEO
sweet
bxg
office/work place
first love
like
intro-logo
Blurb

Nathaniel Vincent, pria tampan dan mapan berusia 25 tahun yang bekerja sebagai seorang CEO di perusahan milik keluarganya. Pria dengan sikap yang sering kali berubah-ubah itu memiliki sifat ramah, penyayang, tegas, dan berwibawa. Namun ada lagi sikapnya yang hanya ia tunjukkan pada orang terkasih, salah satunya manja dan posesif. Nathan sangat begitu mencintai seorang wanita bernama Quensya Anna Taheer. Wanita yang dulunya menjadi sahabat masa kecilnya. Nathan terpisah dengan Anna sudah belasan tahun namun cinta pria itu tak pernah luntur untuk sang pujaan hati.

Quensya Anna Taheer, wanita berusia 24 tahun itu bekerja sebagai seorang pelayan toko bunga. Wanita dengan senyum indahnya itu selalu membuat toko bunga diminati banyak orang dan itu kebanyakan dari kalangan pria. Selain Anna yang pintar merekomendasikan bunga yang indah dan cantik, senyum wanita itu pun seringkali memikat banyak orang. Dengan sikapnya yang begitu sopan dan baik membuatnya menjadi incaran banyak pria.

Dan tiba suatu hari mereka bertemu dengan tak sengaja di kota yang sama. Apakah mereka bisa melanjutkan kisah yang dulunya sempat terhenti? Anna yang penurut dan Nathan yang posesif, akankah itu membuat hubungan mereka akan baik ke depannya? Entahlah hanya Tuhan yang tahu.

chap-preview
Free preview
1. Nathaniel Vincent
*** Derap langkah kaki terdengar begitu mendominasi saat seorang pria berpakaian casual dengan kacamata hitamnya baru saja memasuki sebuah restoran ternama di kota itu, New York. Pria dengan pakaian casual yang tampak sederhana namun tetap saja mengundang banyak pasang mata untuk melirik padanya. Pria dengan kaos hitam yang sedikit menunjukkan otot lengannya itu membuat para wanita yang melewatinya menjerit histeris. Pria itu berjalan dengan perlahan penuh wibawa di setiap langkahnya menuju tempat duduk favorit di dekat jendela kaca besar di sudut ruangan. Baik itu wanita maupun pria, mereka menatap gerak-gerik pria itu dengan sangat takjub seolah melihat hal yang begitu langka terjadi. Entah apa yang membuat mereka seperti itu, tapi pria yang sejak tadi menjadi pusat perhatian hanya duduk santai di kursinya sembari menatap ponsel miliknya. Pria itu bernama Nathaniel Vincent. Nathaniel Vincent, pria berusia dua puluh empat tahun dan tepat bulan depan, ia akan berusia dua puluh lima tahun. Nathan yang baru saja menamatkan pendidikan S2-nya beberapa minggu yang lalu dan untuk beberapa bulan ke depan, ia akan menggantikan ayahnya untuk menjadi seorang CEO di perusahaan Vincent Company. Nathan adalah anak pertama dari pasangan Ethan Vincent dan Evelyn Fiorenza. Anak yang telah dididik untuk mandiri dan tegar sejak dini. Karena hal itulah, ia menjadi sosok yang tegas dan disiplin namun juga menjadi sosok yang ramah diwaktu bersamaan. Sikapnya yang kadang berubah-ubah tak menentu membuat orang-orang sekitarnya sangat sulit menebak perasaan pria itu. Nathan kadang kala terlihat misterius namun juga bersifat terbuka terhadap orang luar. Aneh namun itulah yang terkadang menjadi daya tarik bagi kaum wanita untuk berebut menempatkan diri mereka menjadi pemilik hati pria tampan itu. “Kak!” Nathan menoleh ke arah pintu masuk saat mendengar suara yang begitu familiar memanggil sebutan 'kakak' untuknya. Nathan tersenyum melihat sosok yang memanggilnya itu. Dan karena senyuman Nathan itulah yang tanpa sengaja membuat keadaan di dalam restoran itu semakin ricuh. Banyak dari beberapa wanita yang sejak tadi mengamati Nathan menjadi merona seketika. Beberapa dari mereka menatap seorang wanita yang tadi memanggil Nathan dengan tatapan sengit yang teramat kentara. Rasa iri dan dengki menyelinap dalam hati. “Sini sayang,” ucap Nathan dengan suara penuh kelembutannya. Para wanita yang tadinya menatap penuh puja pada Nathan dan tatapan permusuhan untuk wanita itu berubah menjadi lesu seketika. Punggung mereka perlahan merosot dan memilih mengerjakan aktivitas masing-masing. Harapan untuk mendapatkan hati Nathan telah pupus sejak pria itu memanggil wanita di depannya dengan sebutan sayang. Cih! Tentu saja pria setampan Nathan sudah punya kekasih dan wanita itu sangat cantik apalagi dipasangkan dengan seorang Nathan. Pikir mereka. “Please stop it! Aku benci ketika banyak pasang mata menatapku dengan tatapan benci dan permusuhan hanya karena aku berada di dekatmu, kak.” Dengan menggebu-gebu, wanita itu menatap sengit pria tampan yang tampak tak terusik sedikitpun dengan banyaknya pasang mata yang menatap ke arahnya. “Sudahlah, Al. Kau terlalu berlebihan jika memasukan ke dalam hati ucapan mereka. Ingat, kau itu adik tersayangku, jadi tidak salah bukan jika kakakmu ini memanggilmu sayang?” Nathan mengedipkan mata kanannya pada wanita di depannya itu. Wanita itu bernama Alysia Berliane Vincent. Ya, dia adalah adik Nathan. Usia mereka hanya terpaut lima tahun saja. Nathan yang baru saja menamatkan pendidikan S2-nya dan Alysia yang menjadi seorang mahasiswa semester akhir di pendidikan S1-nya. Bahkan Alysia kadang kala mempelajari pelajaran yang sedang kakaknya kerjakan. Menurutnya, sangat membosankan mempelajari pelajaran yang bahkan sebelumnya telah ia pelajari. Pemikiran itu perlu dikembangkan agar pola pikir juga ikut berkembang, bukan hanya berhenti di satu materi saja. Alysia benci hidup yang tidak tersusun rapi sesuai rencana. Ia sangat benci itu. Kecerdasan Alysia dan Nathan bukanlah main-main. Bahkan sepuluh jempol pun tak cukup memberikan apresiasi untuk kecerdasan mereka, apalagi Nathan. Anugerah yang Tuhan berikan berupa harta, tahta dan rupa membuat mereka banyak memiliki penggemar. Apalagi Alysia yang sering kali dikejar pria yang tergolong tampan di universitasnya hanya untuk dijadikan seorang kekasih. Namun berkali-kali juga terhalang karena Nathan yang begitu overprotektif terhadapnya. Alysia benci dikekang, namun lama-kelamaan ia mulai terbiasa dengan sikap absurd kakaknya itu. Sudah biasa menurutnya. “Mau makan apa hm?” ucap Nathan lembut sembari menyelipkan rambut bagian depan Alysia ke belakang telinga wanita itu. Alysia mengubah rautnya menjadi mode manja seperti biasa. Wanita itu beranjak beralih duduk di samping kakaknya. Ia memeluk tubuh Nathan dari samping dengan penuh sayang. “Kak Anya di mana? Bukankah dia selalu berada di sekitarmu setiap saat dan setiap waktu.” Alysia terkekeh pelan sembari menutup bibirnya. Hal itu membuat pasang mata pria yang berada di dalam restoran itu menjadi menatap takjub pada raut berseri Alysia. Sangat memikat. Nathan sadar dengan tatapan para pria di sekitarnya, ia segera mencubit gemas pipi Alysia dan ikut terkekeh kecil. Namun berbanding terbalik saat Nathan menoleh menatap para pria yang sejak tadi memperhatikan adiknya, Nathan menampilkan raut sangat datar bahkan terselip tak suka yang berakhir membuat sebagian pria menjadi terkesiap dan segera mengalihkan tatapan mereka. “Anya sebentar lagi akan tiba. Selagi kita menunggunya, kenapa tidak pesan minum lebih dulu hm?” Alysia mengangguk dan memanggil seorang pelayan yang dekat dengannya. Setelah meminta pesanan berupa minuman coklat kesukaannya dan coffe latte kesukaan kakaknya. Nathan dan Alysia mengobrol banyak bahkan Alysia terus bercerita tentang banyaknya surat cinta yang ia terima setiap hari di loker miliknya. Nathan kadang kala terkekeh dan tertawa saat melihat ekspresi Alysia saat menceritakan semua pengalamannya hari ini. Bukan sekali atau dua kali Nathan mendengar cerita yang sama dari adiknya itu, namun berkali-kali bahkan tak terhitung oleh jari. “Aku tahu kenapa kau begitu menjadi incaran para pemuda tampan di universitasmu,” ucap Nathan dengan kekehannya. Alysia yang mendengar ucapan Nathan dengan spontan menghentikan ceritanya dan bergerak duduk mendekat dengan sang kakak. Tatapan binar Alysia layangkan untuk Nathan. “Apa?! Apa alasannya, Kak? Jujur aku lelah diteror setiap hari oleh mereka dan jangan lupakan para wanita yang mengidolakan mereka yang malah berbalik membenciku! Dasar kepara—” Sebelum selesai Alysia mengucapkan u*****n kekesalannya, mulutnya lebih dulu dibungkam oleh tangan besar Nathan. Pria itu menarik tangannya ketika dirasa Alysia sudah tidak mengoceh lagi. “Jaga bicaramu, Daddy dan Mommy pasti akan marah jika mengetahui itu,” peringat Nathan. Alysia hanya menggaruk belakang kepalanya sembari menyengir lebar. “Ah, bicara soal Dad dan Mom, aku sangat merindukan mereka. Kapan mereka pulang, Kak?” tanya Alysia. “Mungkin satu atau dua minggu lagi.” Nathan menyambut cangkir elegan berisikan minuman pesanan Alysia tadi. Nathan mengambil secara perlahan dan diletakkannya di atas meja. Sebelum itu, Nathan telah mengucapkan terima kasih dengan senyuman ramah tamahnya. “Kak,” panggil Alysia. “Hm?” Nathan menyesap coffe latenya perlahan sembari menatap arah luar jendela kaca restoran itu tanpa berniat menatap Alysia. “Apa kau tidak lihat pelayan wanita tadi?” goda Alysia sembari menaik turunkan alisnya. “Ada apa dengannya?” Nathan mengernyitkan keningnya karena tak paham maksud yang Alysia ucapkan untuknya itu. Alysia berdecak kesal karena ketidakpekaan sang kakak. “Huh, payah! Sepertinya pelayan itu menyukaimu, sejak kau memberikan senyum ramahmu itu dia selalu melirik diam-diam ke arahmu, Kak. Dasar tidak peka!” dengus Alysia yang kesal sendiri. Saat mendengar penjelasan Alysia tadi, Nathan segera menoleh menatap pelayan yang tadi. Dan tanpa disengaja, tatapan mereka bertemu. Pipi dan hampir seluruh wajah pelayan itu memerah seketika. Nathan bahkan tak mengalihkan tatapannya beberapa menit lamanya hingga pelayan itu terlihat buru-buru menjauhi jangkauan matanya. Dan saat punggung pelayan itu telah hilang di balik pintu. Barulah Nathan kembali menatap Alysia. “Ckck, sungguh malang nasibnya.” Alysia menggeleng dramatis sembari berdecak mengejek. Nathan mengernyitkan keningnya, “Kenapa malang?” tanya Nathan. “Karena dia menyukai orang sepertimu.” Alysia menjulurkan lidahnya untuk mengejek sang kakak lalu beralih tertawa lepas. “Aku tampan dan aku bangga.” Tawa Alysia berhenti dan menatap sinis pada Nathan. Apa-apaan tingkat kepercayaan diri itu? Sangat narsis! “Ya ya ya, kau sangat tampan hingga membuatmu terus-terusan sendiri sampai sekarang tanpa adanya seorang kekasih,” sarkas Alysia. Nathan yang gemas segera mengacak rambut Alysia geram. Dengan spontan Alysia menepis kasar tangan kakaknya yang telah begitu lancang merusak tatanan rambut yang sudah susah payah ia rapikan itu. Dengan bibir di majukan dan tatapan tajamnya bukan membuat Nathan takut melainkan semakin geram karena tingkah menggemaskan adiknya itu. “Berhenti, Kak!” geram Alysia marah. Nathan terkekeh dan akhirnya menghentikan kegiatannya itu. Beberapa saat suasana hening di antara keduanya. Dan dengan jahilnya, Alysia mengambil ponsel Nathan yang tergeletak tak terpakai di atas meja. Wanita itu menghidupkan ponsel Nathan dan yang pertama kali ia lihat adalah foto seorang gadis kecil. Foto yang sudah sejak lama dipakai oleh sang kakak di ponselnya itu. Alysia yang tidak sanggup lagi menahan rasa keingintahuannya memilih untuk segera bertanya.  “Apa kau tidak bosan memasang foto gadis kecil ini sebagai wallpaper ponselmu, Kak?” Nathan menggeleng dengan ringan, bahkan ia tersenyum menunjukkan bahwa ia senang dengan foto itu. “Siapa gadis kecil ini, Kak?” tanya Alysia lagi. “Orang yang akan menjadi istriku dan sebagai kakak iparmu,” jawab Nathan dengan enteng tanpa menyadari raut Alysia yang melongo tak percaya. “Jangan bilang jika kau menyukai anak kecil, Kak! Astaga Ya Tuhan! Apa aku punya kakak yang merupakan seorang p*****l? Kena—” “Hey, jaga bicaramu gadis kecil! Jika dibandingkan kau dan dia, tentu saja dia lebih tua darimu. Dasar kau ini,” ketus Nathan tak menyangka dengan yang terlintas di benak adiknya itu. “Yang benar saja! Dilihat dari sisi manapun, aku pasti lebih tua ketimbang gadis kecil yang sepertinya berusia empat atau lima tahun ini!” jawab Alysia sembari menatap Nathan dengan tampang heran. Apakah kakaknya itu menjadi bodoh karena tugas skripsi yang menumpuk beberapa waktu lalu? Apa karena itu kakaknya menjadi stress? Apa setelah tamat dari bangku perkuliahan mampu membuat seseorang menjadi gila? Pikir Alysia sembari bergidik ngeri. “Ck! Ini fotonya saat kecil dulu, Al! Aku tidak punya fotonya saat dewasa, jadi setidaknya foto masa kecilnya cukup membuatku senang.” Nathan tersenyum sembari mengelus foto yang ada di walpaper ponselnya. Sangat cantik. Nathan tidak tahu kenapa dirinya seperti ini. Menyukai seorang gadis yang bahkan tidak pernah ia lihat lagi sejak perpisahan kala itu. Alysia kembali mengamati foto gadis kecil itu. Ia akui bahwa gadis kecil itu sangat cantik diusia dini dengan mata bulat yang berbinar bahagia, matanya berwarna cokelat terang, bibir tipis yang pink alami, alisnya yang terbentuk sempurna sedikit tebal dan rambutnya yang sebatas pinggang mengkilap hitam. Sangat sempurna. Alysia tidak bisa membayangkan jika gadis kecil itu tumbuh dewasa. Pasti gadis kecil yang kini menjadi seorang wanita seumuran kakaknya itu menjadi incaran para pria di sana. Dengan seringaian jahilnya, Alysia menggoda sang kakak. “Ya Tuhan! Dilihat lebih lama, ternyata dia cantik sekali. Oh Tuhan aku iri padanya!” ucap Alysia memulai aksinya. Nathan tentu saja bangga dengan yang Alysia ucapkan. Adiknya yang cantik saja mengakui bahkan iri pada gadisnya, dan hal itulah membuat Nathan semakin tersenyum lebar tanpa menghiraukan pekikan histeris di sekitarnya. “Hm, pasti dia sudah punya kekasih yang tak kalah tampan darimu.” Senyum Nathan pudar seketika saat Alysia melontarkan kalimatnya. Tatapannya berubah tajam menghunus mata adiknya itu. Rahang Nathan mengeras dan tangannya terkepal erat. Entah kenapa mendengar itu membuat Nathan sangat marah, bahkan jantungnya berdetak tak karuan. Alysia yang sadar dengan perubahan ekspresi yang kakaknya tunjukkan, membuatnya tak gentar sama sekali. Wanita berumur dua puluh tahun itu semakin memanas-manasi kakaknya. “Mungkin saja mereka sudah hidup bahagia berdua, atau mungkin sudah bertunangan? Hm, bisa jadi. Tapi mungkinkah dia sudah menikah dan memiliki seorang anak yang parasnya bak malaikat? Oh tidak, pasti a—” “Diam!” Alysia terdiam saat Nathan berucap dengan raut marahnya. Wajah Nathan terlihat memerah padam karena emosi. Alysia terkesiap, ia tak menyangka ternyata kakaknya benar-benar mencintai gadis itu. Ia bahkan tak pernah melihat kakaknya segelisah ini. Nathan duduk dengan tidak tenang, ia terus saja meminum coffe late miliknya dengan hanya beberapa tegukan saja. Kegelisahan menyelinap dalam dadanya dan tanpa bisa menahan lagi, Nathan segera menelepon nomor ponsel ibunya yang kini tengah berada di Singapura bersama sang ayahnya mengurus bisnis di sana. “Hello, Mom!” sapa Nathan dengan suara beratnya, bahkan Alysia yang berada di samping sang kakak menjadi bergidik ngeri karena aura membunuh Nathan. “Yes boy. Ada apa, sayang?” sahut Evelyn di seberang sana. Terdengar suara samar-samar Ethan yang menanyakan siapa yang tengah meneleponnya. “Bagaimana kabar gadisku di—” Tiba-tiba ucapan Nathan terpotong saat suara ayahnya terdengar di seberang sana. Nathan berdecak saat mendengar nada posesif sang ayah untuk ibunya. Tanpa sadar bahkan Nathan memutar bola matanya kesal. “Hey! Siapapun kau, tolong berhenti mengganggu hubunganku dengan istriku! Apa kau dengar?! Dia sudah memiliki seorang suami yang lebih tampan dan mapan daripada kau! Dia juga sudah memiliki dua anak yang—” “Daddy ini aku, anakmu!” ketus Nathan kesal. Suasana hatinya semakin kesal karena ulah sang ayah. “Eh, s-son? Kau kah itu? Oh iya, ada apa nak?” terdengar dehaman Ethan di seberang sana. “Berikan ponselnya pada Mom, Dad!” tekan Nathan. “Ck! Dasar anak—” “Ini Mom, jangan dengarkan ucapan Daddy mu, dia sudah terlalu tua jadi jangan hiraukan. Ada apa, nak?” sambung Evelyn. “Bagaimana dengan gadisku, Mom?” ucap Nathan langsung pada inti. “Dia baik, kenapa?” “Apa dia sudah punya kekasih, Mom?” Kepalan tangan Nathan membuat Alysia menelan salivanya kasar. “Entahlah sepertinya tidak,” ucap Evelyn. Nathan sempat bernapas lega namun menjadi marah saat Evelyn berkata, “Tapi akhir-akhir ini aku pernah melihatnya pergi jalan-jalan bersama seorang pria. Dan apa kau tau? Pria itu sangat tampan dengan—” “MOM!” Suara Nathan dan Ethan terdengar secara bersamaan. Ada rasa marah dan kesal saat Evelyn menyematkan gelar pria tampan pada orang itu. Nathan yang cemburu karena mendengar gadisnya keluar bersama pria lain dan Ethan yang cemburu karena Evelyn memuja pria lain. Ayah dan anak dengan sifat yang sama. “Terima kasih, Mom.” Tanpa mendengar balasan Evelyn, Nathan segera memutuskan sambungannya dan mengalihkan tatapannya pada Alysia. “Hey, berhenti menatapku dengan tatapan menusukmu!” ketus Alysia berusaha tidak terlihat takut. “Ck! Kau menyebalkan!” ketus Nathan sembari menyugar rambutnya frustasi. “Aku senang melihatmu menderita, Kak.” Alysia terkekeh dengan tampang Nathan yang berubah suram. “Kenapa tidak kau terima saja tawaran Daddy untuk segera mengangkatmu menjadi CEO? Dengan begitu, kau bisa pergi mencari gadismu dan membawanya kemari. Lagi pula aku penasaran dengan wujud kakak ipar,” ucap Alysia sembari menerawang menebak rupa gadis kakaknya. Nathan tertegun. Apa yang Alysia sarankan ada benarnya juga. Seolah ada secercah cahaya yang membuat hati Nathan kembali tenang dan membuatnya tersenyum lebar. “Kau benar, sayang. Uh, tidak sia-sia aku memiliki adik sepertimu.” Alysia mendengus saat mendengar ucapan Nathan yang diselingi binar kebahagiaan. Dan tanpa sadar hal itu semakin membuat Alysia sangat penasaran dengan gadis yang berhasil menaklukkan hati kakak tampannya ini. “Apa gadismu lebih cantik daripada aku, Kak?” tanya Alysia. “Ck! Kau dan dia bagai langit dan bumi. Tidak bisa dibandingkan!” “Apa itu berarti lebih cantik aku?” “Tentu saja gadisku,” ucap Nathan dengan begitu mudahnya. Tampangnya menunjukkan kebanggaan. “Ya ya, aku percaya.” “Aduh maaf aku terlambat,” ucap seorang wanita yang baru saja bergabung bersama kedua kakak beradik itu. “Eh, Kak Anya.” Alysia menjauhi kakaknya dan duduk mendekat pada Anya. Anya Gloria Rawnie, seorang wanita seumuran dengan Nathan, bahkan mereka lahir di hari yang sama. Anya merupakan anak dari pasangan Rose dan Mike. Ia adalah salah satu model ternama di kota New York. Dengan bentuk tubuh yang sempurna untuk ukuran wanita dewasa sepertinya, membuat Anya banyak digemari kalangan pria berbagai usia. Anya terkesan berkepribadian ramah tamah seperti Nathan, pemberani dan juga cerdik. Ia juga terkenal sebagai anak yang manja, semua hal yang ia inginkan akan selalu terwujud atas bantuan sang ayah dan ibunya. “Jadi, bagaimana?” ucap Anya sembari menatap dua minuman yang tersedia di atas meja. “Ha? Bagaimana apanya?” tanya Alysia bingung. “Kalian hanya memesan minuman untuk kalian saja? Bagaimana denganku? Padahal aku sangat haus!” ketus Anya dengan tampang juteknya. Nathan terkekeh dan segera menyodorkan gelasnya. “Mau?” tawar Nathan. Dan itu spontan membuat Alysia terkejut dengan yang kakaknya lakukan. Apa kakaknya itu gila? Bagaimana bisa dia memberikan minuman bekas bibirnya pada Anya? “Terima kasih,” Anya menerima gelas Nathan dan meminumnya tepat di bagian Nathan minum. Alysia tersedak air liurnya sendiri. Apa-apaan pemandangan di depannya ini? Nathan menawarkan minuman dan Anya meminumnya tepat di bagian Nathan menyesap tadi, oh gila! Bukankah itu bisa dikatakan ciuman secara tak langsung? Bagaimana bisa kedua orang itu hanya menampilkan wajah polos seolah tak tahu? Alysia mengusap wajahnya kasar. “Ada apa denganmu, Al?” tanya Anya dengan raut bingungnya. “Tidak, hanya saja aku sempat terkejut melihat pertunjukan dua kelinci yang lugu.” Anya mengernyit saat mendengar ucapan Alysia dan berusaha tidak peduli lalu kembali menikmati minumannya. “Oh iya, aku ada urusan mendadak di kampus. Aku duluan ya, Kak Nathan dan Kak Anya nikmati saja hari indah ini. Semoga kalian senang, bye!” Alysia terlihat buru-buru dan berlari pergi. Kini tinggallah Anya dan Nathan saja di sana. “Nat!” seru Anya saat melihat Nathan yang melamun menatap arah perginya Alysia. “E-eh, iya kenapa?” ucap Nathan sedikit kaget. “Akhir pekan sepertinya waktu yang tepat untuk mengunjungi pantai. Bagaimana jika—” “Sepertinya untuk minggu ini aku tidak bisa untuk mengunjungi tempat yang kau suka, Daddy menitipkan perusahaannya padaku selama ia pergi ke Singapura bersama Mom.” Terlihat raut wajah Anya yang terkesan kecewa dan hal itu membuat Nathan tak suka melihatnya. “Tenanglah, Anya. Aku janji jika Mom dan Dad sudah pulang, aku akan mengajakmu jalan-jalan seharian. Bagaimana?” Anya menatap Nathan dengan binar bahagianya. “Benarkah?” pekik Anya senang. “Tentu, apapun untukmu.” Pipi Anya terlihat merona dan itu dilihat oleh Nathan. Namun sayangnya Nathan tidak peka dengan rona merah yang Anya tampilkan. Ia pikir, Anya sedang kepanasan atau kelelahan. Padahal itu disebabkan karena Anya terbawa perasaan atas ucapannya. Dasar Nathan! “Baiklah, aku pegang janjimu. Awas saja jika kau mengingkarinya!” ancam Anya dengan sungguh. Suasana di antara keduanya menjadi hening beberapa saat dan itu membuat Anya tidak nyaman. Wanita itu mengambil ponsel Nathan yang tergeletak tak terpakai. Nathan tak melarang, pria itu bahkan sibuk melamun sembari menghabiskan minuman adiknya yang masih tersisa banyak. Saat Anya membuka ponsel Nathan, foto gadis kecil itu terpampang jelas di sana. Raut Anya berubah datar seketika, genggamannya pada ponsel Nathan mengerat. Wanita itu menatap tajam foto wallpaper ponsel Nathan seolah dengan tatapannya itu mampu membuat gadis yang berada di foto menjadi hancur seketika. Anya beralih membuka galeri Nathan dan lagi-lagi hal itu membuatnya sangat marah. Banyak foto gadis kecil itu di sana. Anya tahu jika gadis kecil di foto itu adalah seorang wanita yang mungkin seumuran dengannya, hanya saja ia benci ketika Nathan lebih mencintai gadis yang berada dalam bayang-bayangnya daripada mencintai ia yang jelas-jelas selalu ada. Anya mencintai Nathan sudah lama atau bisa dipastikan sejak ia kecil, tetapi ternyata Nathan lebih dulu terpikat pada seorang gadis sebelum ia. “Nathan,” panggil Anya. “Hm?” Nathan berdeham sembari menaikkan sebelah alisnya dengan tampang bertanya. “Apa kau begitu mencintai gadis ini?” tanya Anya kesekian kalinya, walau ia tahu jawabannya tetap saja ia selalu bertanya dengan hal yang sama. “Hm, bahkan kata cinta tidak bisa sekedar mendeskripsikan ia di hatiku. Ia bagai ratu di hatiku, jika kau tahu itu.” Jleb! Hati Anya seolah tertikam oleh sebilah pisau tajam, kalimat manis yang Nathan ucapkan untuk gadis lain membuat hatinya terasa sakit. Bahkan Nathan menatapnya dengan berbinar tanpa mempedulikan wajahnya yang terlihat sedih dan kecewa. “Benarkah? Apa dia secantik itu? Apa melebihi diriku? Atau—” “Jika dibandingkan denganmu, pasti semua orang akan berbicara dengan lantang bahwa kau lah yang tercantik. Tapi menurutku, bukan perkara cantik atau tidak. Namun ini tentang hati. Hatiku memilihnya dan aku tentu saja mengikuti isi hatiku ini. Lagi pula kau dan aku bersahabat, mana mungkin kita bisa bersama menjalin cinta.” Nathan mengucapkan pendapatnya dengan menggebu ditambah raut yang begitu berbinar bahagia, berbeda dengan Anya yang kini tengah mengepalkan tangannya di bawah meja. ‘Gadis kecil! Akan kubuat kau tak bisa bersama dengan Nathan ku!’ batin Anya dengan rasa dendam dalam hatinya. ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Beautiful Madness (Indonesia)

read
222.2K
bc

Fake Marriage

read
8.5K
bc

Married With My Childhood Friend

read
44.0K
bc

(Bukan) Istri Pengganti

read
49.1K
bc

A Million Pieces || Indonesia

read
82.3K
bc

CUTE PUMPKIN & THE BADBOY ( INDONESIA )

read
112.5K
bc

UN Perfect Wedding [Indonesia]

read
75.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook