Tadinya Damasa berpikir jika wanita yang sekarang duduk disebelah Gavin adalah pacar laki-laki itu. Ternyata dia salah besar... Wanita yang ada di hadapannya kini adalah kakak iparnya.
"Imel." Istri kakak Gavin itu memperkenalkan diri.
"Damasa, " Jawab Damasa.
"Akhirnya aku bisa ketemu sama kamu juga. Sejak di kasih tau sama Tomy kalau Gavin akan tetap menikah, aku jadi penasaran gimana wajah calon adik ipar aku sampai Gavin mau menerima perjodohan ini. Iya, kan, sayang? " Imel menyenggol bahu adik iparnya.
Sebuah tanda tanya besar muncul di benak Damasa atas perkataan Imel 'tetap menikah'. Jadi maksudnya bagaimana? Apa jangan-jangan Gavin sebenarnya akan menikah tapi tidak jadi? Tapi kenapa? Dan sekarang dirinya yang harus menikah dengan Gavin. Terus calon istrinya Gavin dimana?
Sekarang Damasa bingung sendiri.
Gavin tidak merespon ucapan Imel, lebih fokus pada makan siangnya.
"Kamu cantik sekali Damasa. Lebih cantik dari pada Rea. Uppss... "
"Rea. Siapa Rea? " Tanya Damasa dalam hati.
Apa jangan-jangan Rea itu calon istrinya Gavin? Seharusnya Damasa bertanya langsung siapa Rea. Anehnya lidahnya kelu.
Benar kata Fika seharusnya dia tahu alasan kenapa dia harus menikah dengan Gavin dalam waktu kurang dari seminggu.
Melihat Damasa yang terlihat bingung, Imel menangkap jika gadis cantik yang ada dihadapannya itu tidak tahu apa-apa.
"Kak Tomy belum pulang? " Gavin mencoba mengalihkan pembicaraan. Takut kakak iparnya membahas lebih lanjut tentang hubungannya dengan Rea yang kandas di tengah jalan.
Rea, nama itu sekarang seperti pisau yang menusuk-nusuk hatinya.
"Belum, " Jawab Imel. "Sepertinya akan pulang sebelum pernikahan kamu. "
Tentu saja Gavin tahu. Yang ingin ia lakukan sekarang adalah mengiring Imel agar tidak membahas tentang Rea lagi.
"Damasa, kamu harus sabar untuk menghadapi Gavin. Adikku ini benar-benar menyebalkan, " Ucap Imel.
Damasa hanya tersenyum. Meski tidak diberitahu pun dirinya sudah hafal jika calon suaminya adalah orang yang menyebalkan.
"Kamu juga harus tau Damasa... Gavin ini orangnya juga manja. Sejak kecil dia itu manja banget."
"Kak." Tegur Gavin.
"Kenapa, sih? Aku kasih tau Damasa biar dia nggak kaget ngadepin kamu nanti."
Imel tahu Gavin luar dalam sebab ia mengenal adik iparnya itu dari kecil. Bahkan dulu waktu Gavin masih kecil Imel pernah nyebokin dia. Imel adalah tetangga Gavin dari kecill. Imel dan kakaknya saling menyukai sejak mereka masih remaja dan akhirnya sampai menikah.
"Malah aku yang harus hati-hati sama dia. " Tunjuk Gavin pada Damasa dengan garpunya.
Imel mengerutkan kening. "Kenapa? "
"Dia itu galaknya ngalah-ngalahin macan. "
Damasa mendelik pada Gavin yang anehnya malah membuat laki-laki itu suka.
"Masa, sih? Damasa nggak mungkin galak kayak macan."
Damasa merubah ekspresinya saat Imel melihat kearahnya.
"Kakak nggak tau aja. "
"Paling kamu yang bikin Damasa kesel jadinya dia marah-marah. "
"Kalau nggak percaya tanyain aja sama Eric. "
Kerutan di dahi Imel kembali muncul. Kenapa Eric sudah menganal Damasa? Apa mereka sudah bertemu sebelumnya.
"Perasaan Eric lagi ke luar kota sama Tomy? Memangnya Eric udah ketemu sama Damasa sebelumnya? "
Gavin terkejut dengan perkataan kakaknya. Jangan sampai kakaknya tahu kalau dirinya dan Damasa adalah teman sekolah apalagi mantan pacar. Sekarang dia harus memutar otak untuk mencari jawaban yang tepat.
Beruntungnya deringan telepon milik Imel menyelamatkan Gavin. Lelaki itu bersyukur bukan main. Damasa sendiri menatap tajam pada Gavin. Rasa kesal luar biasa mengerubunginya.
***
Tidak mau ada pertanyaan yang aneh-aneh dari Imel, Damasa menerima tawaran Gavin untuk memgantarnkannya kembali ke kantor. Kalau dia masih menolak tawaran Gavin yang ada mereka akan ribut soal penolakan.
Mobil Gavin berhenti didepan loby kantor WG grup. Tadinya Damasa menyuruh Gavin untuk menurunkannya didepan halte bus depan kantor namun lelaki itu menolak. Karena sibuk berdebat menolak, Gavin tetap menjalankan mobilnya sampai kedepan loby kantor, yang membuat Damasa kesal luar biasa.
"Kok malah berhenti disini, sih." Omel Damasa.
"Gimana, dong, udah terlanjur, " Jawab Gavin pura-pura menyesal.
Di mata Damasa Gavin benar-benar menyebalkan. Dia menahan geram. Rasanya pengen sekali dia nampol kepala calon suaminya itu. Sejak dulu berurusan dengan Gavin membuatnya darah tinggi.
Damasa harus segera keluar dari mobil, takut nanti ada teman-temannya yang melihat. Sayangnya, setelah Damasa keluar dari mobil itu terdengar suara yang memanggil namanya. Saat menoleh Damasa melihat Agni dan beberapa temanya yang sepertinya baru kembali dari makan siang.
Damasa memejamkan mata karena kesal kenapa juga dia harus bertemu teman-temannya disaat dia bersama Gavin.
Sedari tadi Gavin memperhatikan calon istrinya dan dia tahu gadis itu sekarang terlihat lebih kesal dari pada tadi.
"Damasa... " Panggil Agni yang berjalan ke arahnya.
Damasa bersikap biasa padahal kesal bercampur marah. Di tambah lagi Gavin masih memperhatikannya dan belum pergi juga. Mau mengusir tapi bagaimana caranya?
"Hai." Balas Damasa.
Agni dan kedua temannya melirik mobil hitam mengkilap yang berada disebelah teman kerjanya.
"Darimana? " Tanya Agni.
"Dari makan siang, " Jawab Damasa.
"Tumben nggak makan siang sama kita? Biasanya kamu paling demen makan gado-gadonya mang Udin, " Kata Neha, salah satu teman kerja Damasa.
"Tadi ada urusan bentar jadinya nggak bisa makan siang sama kalian."
Dari dalam mobil Gavin masih memperhatikan Damasa. Mantan pacarnya itu sama cantiknya seperti dulu. Walaupun juteknya nggak ketulungan tapi sebenarnya dia baik.
Sebuah ide terbesit di benak Gavin, di susul sebuah seringaian.
Tangan besar Gavin membuka dasbor mobil, mengambil sesuatu dari sana lalu memakainya. Gavin memakai masker untuk menutupi wajahnya kemudian keluar dari mobil. Dia harus memakai masker sebab pegawai WG group ada yang mengenalinya.
"Sayang... " Panggil Gavin sambil berjalan mendekati Damasa.
Damasa menatap Gavin horor.
Ketiga teman Damasa Menatap laki-laki tinggi, tegap yang sekarang memeluk pinggang teman kerjanya.
Mereka pun bertanya-tanya siapa laki-laki itu. Setahu mereka Damasa selama ini tidak pernah punya pacar dan tidak pernah dekat dengan laki-laki.
Ingin sekali Damasa mencekik Gavin sekarang juga. Laki-laki itu benar-benar gila. Kenapa juga harus keluar dari mobil dan sekarang dengan kurang ajarnya memeluk pinggangnya.
"Sa, siapa ini? " Tanya Dewi.
"Kok nggak bilang-bilang, sih, kalau udah punya cowok. " Sahut Neha.
Berbeda dengan Agni yang sepertinya masih terkejut. Dia tidak pernah menyangka kalau teman kerjanya itu sudah mempunyai gandengan. Padahal beberapa kali dia pernah mengenalkan teman laki-lakinya pada Damasa tapi gadis itu menolak.
"Pacar kamu, Sa? " Akhirnya Agni mengeluarkan suaranya.
Mau tidak mau Damasa harus memperkenalkan Gavin pada teman-temannya. Kalau saja Gavin tidak memeluknya seperti ini, dia akan memperkenalkannya sebagai teman. Tapi kalau posisinya sudah seperti ini mana ada yang percaya kalau merek hanya berteman.
"Kenalin, aku Gavin. " Gavin memperkenalkan dirinya sendiri seraya menjabat tangan teman-teman Damasa bergantian.
"Calon suaminya Damasa. " Lanjut Gavin yang membuat calon istrinya menoleh padanya karena syok.
"Calon suami." Ketiga wanita itu sama-sama terkejut.