Kenzo mengemudikan mobil dengan raut wajah kesal, terlihat dari rahang yang begitu mengeras. Rasanya benar-benar tidak menyangka jika dia dan Ailen akan melalui malam panjang bersama. Dia yang selalu menjaga jarak dengan semua wanita harus dibuat tunduk dengan permainan Ailen yang masih cukup kaku. Padahal, biasanya Kenzo bisa menahan gairah, tetapi entah kenapa, bersama dengan Ailen malah membuatnya lepas kendali.
Sekali lagi, Kenzo mengingat apa yang sudah dia lalui semalam. Bagaimana desahan dan permainan keduanya yang berlangsung cukup lama. Selain itu, Kenzo juga masih mengingat seperti apa dia mengambil keperawanan Ailen malam itu.
Perawan. Kenzo menghentikan mobil ketika mengingat itu. Dia masih cukup ingat seperti apa Ailen mengeluh sakit dan dia yang menenangkan. Sebelum akhirnya, mereka memulai permainan yang cukup hebat. Kenzo yang mengingat semua langsung berdecak kecil dan memutar bola mata.
“Sial. Bisa-bisanya aku mengambil perawan mahasiswiku sendiri,” umpat Kenzo sembari meremas rambutnya kasar. Ada perasaan bersalah karena dia yang secara tidak langsung malah menghancurkan masa depan mahasiswinya.
Astaga, Kenzo. Kenapa kamu tidak bisa menahan diri? Kenapa kamu malah menyentuhnya? Padahal kamu bisa saja untuk menolaknya, batin Kenzo dengan perasaan bercampur aduk.
Hening. Kenzo kembali diam. Dia menarik napas dalam dan membuang perlahan. Kedua matanya mulai terpejam. Rasanya benar-benar pusing setelah mengingat semuanya. Ada ketakutan jika semua yang terjadi semalam akan menimbulkan masalah. Bahkan, jemarinya mulai memijat pelipis, berharap rasa pusingnya akan menghilang. Hingga dering ponsel terdengar, membuat Kenzo membuka mata.
Ciara. Kenzo yang melihat nama itu langsung meraih ponsel dan menggeser tombol di layar. Dia mendekatkan ponsel di telinga dan kembali menegakkan tubuh.
“Ada apa, Cia?” tanya Kenzo tanpa basa-basi.
“Kamu dimana, Kenzo? Semalam, aku tidak melihat kamu pulang,” ucap Ciara.
Kenzo yang mendengar hal itu hanya diam. Tidak mungkin dia mengatakan jika semalam dia dan Ailen menghabiskan malam bersama. Apa yang akan rekan kerjanya itu pikirkan?
“Apa kamu dan Ailen … tidak pulang?” tanya Ciara dengan nada bimbang. Terlihat dari dia yang sempat menghentikan ucapannya sejenak.
Kenzo membuang napas kasar dan menjawab, “Tidak, Ciara. Semalam aku pulang agak malam karena bertemu teman saat di luar.”
“Ah, aku kira kamu dan Ailen tidak pulang. Soalnya sahabat Ailen juga mencarinya. Tapi syukur kalau tidak,” ucap Ciara.
Kenzo bergumam pelan. “Kamu menghubungiku hanya ingin menanyakan ini?” tanyanya dengan nada datar.
“Ah, maaf, aku sampai lupa. Aku mau bilang kalau hari ini ada rapat di kampus. Aku takut kamu lupa. Jadi, aku menghubungi kamu.”
“Aku tahu dan aku pasti akan datang, Ciara. Kalau begitu, aku bersiap dulu,” ucap Kenzo dan mendapat gumaman.
Kenzo mematikan panggilan dan meletakkan ponsel asal. Dia menarik napas dalam dan membuang perlahan, berusaha menghilangkan perasaan yang sejak tadi mengganjal dalam hatinya. Hingga dia yang sudah merasa membaik pun kembali melanjutkan perjalanan.
Sedangkan di tempat lain, Ailen masih diam. Dia duduk di sofa kamar dengan kedua kaki dinaikkan. Kepalanya diletakkan di atas kaki dan menatap ke arah jalanan di depannya lekat. Tidak ada semangat sama sekali di wajah gadis itu. Hingga setitik air mata menetes di tangannya. Ailen yang merasakan pun langsung menghapus.
“Kamu harus kuat, Ailen. Kamu pasti bisa melewati semuanya,” ucap Ailen dengan diri sendiri.
Ailen membuang napas kasar dan menegakkan tubuh. Dia tidak bisa terus-menerus merasakan sedih. Dia yang memulai. Jadi, tidak ada lagi hal yang harus disesali. Dengan tenang, dia bangkit dan mengambil tas kecil miliknya. Selain itu, mengenai ucapan Kenzo, Ailen merasa jika hal itu benar.
Aku memang w************n dan menjijikan, batin Ailen, meremas tali tasnya kuat, mencoba menahan rasa sedih yang kembali hadir.
***
Dua bulan kemudian.
Kenzo memarkirkan mobil dan keluar. Hari ini dia menggunakan kemeja yang dibalut dengan jas. Beberapa kancing bagian atasnya terbuka, menunjukkan sedikit dadanya yang begitu indah. Manik matanya pun menatap sekitar, seakan mencari seseorang.
Namun, tidak ada siapa pun di sana. Hanya ada mahasiswi yang menatapnya dengan penuh kekaguman, tetapi tidak ada sosok yang dicari. Kenzo pun memilih terus melangkahkan kaki dan memasuki gedung bertingkat.
“Kenzo.”
Kenzo yang mendengar pun menghentikan langkah. Dia membalik tubuh dan menatap ke asal suara. Ciara yang baru saja datang pun tersenyum lebar dan melangkahkan kaki.
“Aku kira kamu sudah berangkat dari tadi,” ucap Ciara ketika sudah sampai di sebelah Kenzo.
“Belum, Ciara. Ada pekerjaan lain yang harus aku selesaikan,” jawab Kenzo.
“Aku tahu itu,” kata Ciara dan masih mengulas senyum tipis. “Mengenai rencana kampus yang akan menjadikan kamu….”
Kenzo yang semua mendengarkan Ciara pun langsung mengalihkan pandangan ketika melihat sosok yang sejak tadi dicari. Sudah dua bulan dia mencair keberadaannya, tetapi gadis itu seakan menghindari Kenzo. Bahkan, Ailen tidak melakukan bimbingan. Kenzo juga mendengar jika gadis itu mengajukan untuk pindah ke pembimbing yang lain. Hingga Kenzo tidak melihat sosok Ailen, membuatnya mengalihkan pandangan.
“Ciara, aku ada urusan mendesak. Jadi, aku duluan,” ucap Kenzo dengan cepat.
Ciara yang mendengar membuka mulut dan siap mengatakan sesuatu, tetapi niatnya terhenti karena Kenzo yang sudah lebih dulu meninggalkannya, membuat Ciara hanya mampu diam dan membuang napas perlahan. Tidak mungkin kalau dai harus melarang, apalagi mengejar.
Sedangkan Kenzo yang sudah semakin jauh pun melebarkan langkah. Dalam hati, dia sudah bertekad untuk berbicara baik-baik dengan Ailen. Pasalnya, sudah dua bulan Kenzo merasa tidak tenang. Dia masih merasa bersalah mengenai apa yang sudah dia perbuat. Apalagi dia juga melontarkan kalimat yang cukup menyakitkan, membuatnya semakin merasa bersalah.
Di gedung yang sama, Ailen baru saja memasuki ruangan dan hanya ada Aruna di sana. Sahabatnya itu sedang mengerjakan beberapa tugas dan fokus dengan layar laptop. Hingga Ailen yang sudah dekat menarik kursi dan duduk di depan Aruna berada.
“Kamu baru datang? Darimana saja?” tanya Aruna tanpa menatap ke arah Ailen.
Namun, Ailen yang ditanya hanya diam. Tidak ada sepatah kata pun terucap dari bibirnya. Aruna yang penasaran pun langsung mengalihkan pandangan dan menatap ke arah sahabatnya.
“Ailen, kamu kenapa?” tanya Aruna dengan kening berkerut dalam. Dia melihat ada kecemasan dari raut wajah sahabatnya itu.
Ailen yang ditanya masih memilih bungkam. Dia menatap ke arah Aruna dengan pandangan meragu. Jemarinya bahkan sibuk saling bertaut, seakan sedang menimang sesuatu.
“Ailen, kamu kenapa?” tanya Aruna kembali, cemas karena tingkah sahabatnya.
Ailen membuang napas kasar dan menjawab, “Aruna, aku sudah terlambat datang bulan lebih dari dua minggu.”
Kenzo yang baru saja sampai di depan pintu langsung menghentikan langkah dengan kedua mata melebar. Apa? Dua minggu?