Vino dan Raymond benar-benar melakukan aksinya. Keduanya berniat menangkap si peneror yang tidak lain adalah Alfred Sergio sang Mafia kelas kakap. Watak Alfred Sergio terkenal dengan kelicikannya, tapi nampaknya Raymond peserta para anak buahnya tidak merasa takut sedikitpun. Saat ini Vino, Raymond dan para anak buahnya telah tiba di sebuah gedung tua yang amat begitu besar meskipun terlihat begitu gelap, tetapi hal itu tidak mematahkan rasa ingin Raymond untuk menangkap si peneror itu.
"Ray. Kau yakin, BAJINGAN... Ini ada di tempat seperti ini?" Tanya Vino yang kurang merasa yakin.
"Aku sangat yakin Vin. Lagian, beberapa bawahan ku sudah mengikuti mereka sejak beberapa hari yang lalu. Setahu mereka, tempat ini adalah tempat persembunyian mereka untuk saat ini," Jelas Raymond yang saat ini tengah bersiap dengan sebuah senapan di dalam genggamannya. Diikuti oleh para anak buahnya.
"Baiklah. Aku juga tidak sabar lagi untuk melubangi isi kepalanya itu," Kata Vino yang tidak lupa mengeluarkan senjata Desert Eagle andalannya itu. Raymond menatap kagum pada sikap Vino yang nampak begitu berwibawa meskipun dalam keadaan berbahaya seperti ini.
"Baik. Kalian siap?" Tanya Raymond sekedar ingin memastikan saja. Anggukan dari para anak buahnya membuat Raymond memberikan kode lewat tatapannya untuk segera berpencar." Vino. Ayo kita kesana?" Ajak Raymond menuju arah yang dimaksud oleh Raymond.
******
"Tuan. Saya ingin memberitahukan pada tuan bahwa saat ini kita tengah di kepung oleh para agen intelijen peserta Tuan Vino Ardana Abiputra," Jelas Zayn pada sang tuan yang tidak lain adalah Alfred Sergio sendiri.
"Lalu?" Gio nampak tidak sekali pun tersentuh akan laporan dari tangan kanannya itu. Malah, Gio dengan santainya meneguk wine di dalam genggamannya itu dengan tatapan datarnya.
"Lalu? Tuan. Tuan sadar kita sedang dalam bahaya?" Panik Zayn saat melihat respon Gio yang nampak begitu biasa saja.
"Dalam bahaya? Yang berbahaya itu mereka bodoh." Gio menatap tajam pada sosok Zayn membuat nyali Zayn menciut seketika.
"Maksud Tuan?" Zayn merasa sedikit bingung, pasalnya sedari tadi mereka tidak melakukan apapun. Seharusnya yang saat ini merasa takut adalah mereka, bisa saja para agen SIALAN... Itu berhasil menangkap mereka. Maka dari itu Zayn merasa was-was saat ini.
"Aku memasang beberapa bom di dalam gedung ini," Ungkap Gio lagi-lagi nampak begitu santai. Lain hal dengan Zayn yang hampir tersentak kaget saat mendengar informasi dari tuannya itu.
"Bom? Tuan yakin?" Zayn kembali menanyakan hal itu. Pasalnya jika bom itu benar-benar meledak maka ia dan sang tuan juga akan ikut terbakar.
"Euhm," Suara deheman Gio menjawab akan ketakutan Zayn saat ini.
"Kalian. Mulailah melakukan pelarian. Karena tidak akan lama lagi bom yang aku pasangkan akan segera meledak. Zayn. Ayo," Gio yang awalnya nampak santai kini segera berlari meninggalkan tempat itu. Para bawahan Gio berlari mengikuti ke arah mana Gio melarikan diri. Para bawahannya dibuat terkaget-kaget saat melihat sebuah pintu masuk yang sebenernya adalah pintu menuju ruang bawah tanah. Para orang-orang Gio berlari memasuki ruang bawah tanah dan menebus sebuah goa kecil yang akan membawa mereka meninggalkan lokasi yang akan segera meledak itu.
"Tuan. Saya benar-benar tidak menyangka jika tempat ini memiliki ruang bawah tanah yang langsung menghadap sebuah goa," Puji Zayn merasa terkagum-kagum.
"CK. Tadi kau bersikap layaknya seorang pengecut. Sekarang kau malah memuji tempat ini. Huh. Dihitung mulai dari sekarang Zayn,"
"Maksud Tuan?" Zayn merasa terheran-heran dengan apa yang sang tuan katakan.
"Tiga, dua, satu." Gio menghentikan hitungannya itu, saat mendengar sebuah ledakan yang amat sangat dahsyat.
Membuat Zayn peserta para anak buahnya ikut menutup kedua telinga mereka. Lain hal dengan Gio yang nampak enteng-entengnya saja di sebelah mereka.
"Tuan. Suara ledakan itu apa tuan berhasil membunuh para agen intelijen peserta tuan Vino juga? Bukankah tuan tidak ber...!!! Ucapan Zayn langsung terhenti.
"Mereka tidak akan mati Zayn. Ini hanya bom dan mereka pasti selamat," Ujar Gio dengan tatapan tajamnya.
"Tapi tuan. Bagaimana ji...!!
"Dasar bodoh. Jika aku berniat membunuh mereka mungkin aku sudah menyuruh kalian menghabisi mereka sekarang," Setelah mengucapkan hal itu, Gio segera melangkah untuk segera keluar dari goa terkutuk itu
******
Lain hal dengan Raymond, Vino dan orang-orangnya yang hampir sampai pada pintu masuk gedung tua itu. Mereka berjalan pelan tanpa menimbulkan sebuah suara.
"VINO AWAS.....!!!!
DUUUAARRRR
Di detik dimana Raymond berhasil menarik Vino untuk menjauhi bangunan tua itu. Di detik itu pura suara ledakan yang amat begitu keras sanggup membuat tubuh Vino, Raymond dan beberapa anak buahnya terpental jauh saat ledakan itu terjadi.
Vino dan Raymond meringis saat punggung mereka menghantam sebuah batu berukuran yang lumayan besar yang tentunya sanggup melukai punggung mereka.
Raymond dan Vino menatap bangunan tua itu yang kini di selimuti oleh api yang amat begitu besar.
Vino berdiri menatap tidak percaya saat gedung itu terbakar oleh sebuah ledakan yang tidak pernah mereka duga sebelumnya.
"Bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi?" Vino benar-benar dibuat kaget setengah mati.
"Sudah sejak awal aku memikirkan hal ini pasti akan terjadi," Raymond bangkit dari posisinya. Kini ia berdiri di samping Vino yang saat ini tengah menatap dirinya.
"Maksudmu?" Vino mulai bingung ke arah mana yang di maksud oleh sahabatnya itu.
"Maksudku adalah. Sejak awal aku memang sudah curiga, mengingat BAJINGAN... Itu dengan begitu mudahnya bisa di ikuti dan tadi kita bahkan tidak di serang oleh para bawahan lelaki itu." Jelas Raymond dibenarkan langsung oleh Vino.
"Lelaki itu benar-benar licik aku tidak menyangka bahwa rencana kita bisa diketahui oleh lelaki itu. Padahal, jelas-jelas kita sudah merencanakan hal ini dengan sangat berhati-hati," Vino cukup kecewa akan hasilnya yang lagi-lagi gagal untuk menangkap lelaki itu.
"Aku pun juga tidak menyangka. Vin. Lelaki yang memiliki masalah pada Viola benar-benar tidak bisa di anggap remeh. Kau harus berhati-hati. Mengingat kau dan keluargamu juga harus kita amankan,"
"Kau benar. Aku akan berusaha untuk mengamankan mereka semua. Kalau begitu sebaiknya kita pulang karena nampaknya mereka sudah melarikan diri terlebih dahulu." Kata Vino.
"Kau benar. Kalau begitu ayo kita pulang semuanya," Perintah Raymond.
Vino, Raymond dan orang-orangnya benar-benar meninggalkan lokasi dimana Alfred Sergio berada.
Disisi lain tanpa mereka sadari bahwa
Alfred Sergio dan orang-orangnya tidak jauh dari lokasi mereka berada.
"Ini baru namanya permainan. Aku mau melihat seberapa hebatnya kalian dapat menangkapku," Sinis Gio dengan sudut bibirnya tertarik berbentuk senyuman sinisnya.
"Tuan. Bangunan ini telah hancur. Lantas kita akan bersembunyi di mana lagi?" Tanya Zayn.
"Tenang saja. Aku masih memiliki tempat yang lain selain tempat yang tidak berguna ini, huh. Meskipun tempat ini sudah menjadi tempat persembunyian kita beberapa bulan yang lalu," Ujar Gio yang sebenarnya malas untuk mengakui bahwa tempat ini lumayan aman baginya. Sebenarnya para agen intelijen tidak akan bisa menemukan dirinya, tetapi Gio sendiri yang menunjukkan keberadaannya pada mereka.
Alasan Gio menunjukkan dimana lokasi persembunyiannya adalah karena lelaki itu hanya sekedar ingin bermain-main saja pada para agen tidak berguna itu.
"Tuan. Jika saya boleh tahu kenapa para agen intelijen bisa menemukan lokasi kita, sedangkan kami selama ini selalu berhati-hati ketika berpergian. Tetapi. Kenapa mereka dapat menemukan kita dengan begitu mudahnya?"
"Karena aku yang membuat mereka mengetahui lokasi persembunyian kita saat ini."
"Kenapa? Kenapa tuan malah repot-repot melakukannya?" Tanya Zayn.
"Anggap saja karena aku ingin bermain-main dengan para agen bodoh itu." Jawab Gio penuh kesinisan.
Merasa jika ucapan tuannya hanya sekedar bermain-main, membuat Zayn merasa begitu bodoh karena bisa-bisanya ia sempat berpikir bahwa tuannya bermaksud ingin bunuh diri.
"Kau pasti berpikir aku menyerahkan diriku pada mereka kan?" Selidik Gio tepat sasaran membuat Zayn menunduk malu." Dasar bodoh. Bagaimana mungkin aku membuang usaha yang telah aku lakukan selama bertahun-tahun. Bisnis ini, adalah duniaku dan aku tidak akan pernah memberikan duniaku pada orang lain," Setelah mengatakan hal itu, Gio memasuki mobil mewahnya meninggalkan Zayn yang tengah mengutuk akan kebodohannya tadi.
"Dasar bodoh. Huh. Bisa-bisanya kau meragukan tuanmu sendiri Zayn, dasar bodoh tidak berguna," Maki Zayn pada dirinya sendiri.
******
Pukul 23:24 malam. Raymond dan Vino baru tiba di kediaman Abiputra. Vino menatap kediaman yang beberapa lampu telah di matikan.
"Ray. Kau ingin menginap malam ini?" Tanya Vino yang merasa hari sudah cukup malam.
"Aku rasa tidak Vin. Soalnya aku berniat melihat putraku di rumah kedua orang tuaku. Kau tahu kan, waktuku tidak begitu banyak sehingga jika aku ada waktu aku akan mendatangi kediaman orang tuaku sekedar ingin memastikan jika putraku baik-baik saja." Ungkap Raymond.
"Baiklah aku mengerti. Terima kasih atas kerja kerasmu malam ini,"
"Itu memang merupakan pekerjaanku. Aku pamit pulang dulu kalau begitu."
"Baiklah. Hati-hati di jaian," Pesan Vino. Setelah itu mobil Raymond benar-benar meninggalkan kediaman Abiputra.
Vino mendesak lelah akan kejadian hari ini yang lagi-lagi membuat ia gagal untuk menangkap si peneror itu.
"Vin. Bagaimana? Kau sudah menangkap BAJINGAN... Itu?" Pertanyaan dari seseorang yang sangat Vino kenali. Pria itu segera menoleh ke arah dimana Kavin berada.
"Daddy. Daddy belum tidur?" Tanya Vino yang lebih memilih untuk bertanya pada sang Daddy.
"Belum. Daddy sejak tadi menunggu dirimu, bagaimana. Apa kau berhasil menangkap lelaki itu?" Tanya Kavin yang lebih memilih untuk duduk di sisi sofa di ikuti oleh Vino yang duduk disebelahnya.
"Sayangnya Vino dan Raymond gagal Dad. Pria itu benar-benar sangatlah licik, pria itu benar-benar ingin mempermainkan kami," Ujar Vino.
"Sudah Daddy duga bahwa kalian pasti akan gagal. Tetapi, setidaknya kau tidak kenapa-kenapa bukan?" Kavin justru merasa lega karena putranya terlihat baik-baik saja saat ini.
"Dan Vino bersyukur keluarga Vino masih diberikan perlindungan oleh sang maha kuasa,"
"Vin. Jika kelak Daddy dan Mommy tidak lagi bersama dirimu, bisakah Daddy meminta satu hal kepadamu?" Tanya Kavin berubah serius.
"Apa maksud Daddy? Kenapa Daddy berbicara seperti itu. Seakan-akan Daddy berniat meninggalkan kami. Dad, tanpa Daddy meminta pun Vino akan dengan senang hati untuk mengabulkan segalanya jadi berhenti berbicara yang tidak-tidak karena Vino tidak suka," Kata Vino yang merasa tidak enak saat mendengar perkataan Kavin yang terdengar begitu ambigu.
"Vin. Daddy hanya ingin me...!!!
"Daddy. Berhenti berbicara hal yang terdengar ambigu bagiku. Daddy dan Mommy akan hidup bersama kami selamanya. Apapun akan Vino lakukan demi kalian. Jadi Vino mohon berhenti berbicara hal yang tidak-tidak karena Vino sama sekali tidak menyukainya."
"Tapi Vin. Daddy hanya i...!!!
"Cukup Dad. Berhenti berbicara hal yang tidak-tidak. Sebaiknya kita istirahat karena hari sudah sangat malam. Ayo Dad," Vino mengajak Kavin untuk menaiki anak tangga. Kavin hanya mampu mendesak lelah saat melihat sikap keras kepala Vino yang seakan tidak ingin mendengar ucapannya. Meskipun Kavin akui bahwa perkataannya memang terdengar ambigu, tetapi. Kavin hanya merasa bahwa ia memang harus mengatakannya. Tetapi, Sayangnya. Kavin tidak bisa mengatakan Apapun. Karena nampaknya Vino menolak untuk mendengarkannya.
"Suatu saat Daddy dan Mommy pasti harus meninggalkan kalian. Termaksud dirimu Vin, Seberapapun kau ingin mencegahnya pada akhirnya kau tetap tidak akan mampu untuk melawan takdir yang maha kuasa," Batin Kavin saat menghentikan langkah kakinya tepat di depan kamarnya sendiri.
"Sebaiknya Daddy istirahat. Vino juga berniat untuk membersihkan diri dan setelah itu mengistirahatkan diri." Kata Vino kembali setelah lama terdiam.
"Baiklah."
"Dad?'
"Iya?"
"Vino harap perkataan Daddy tadi sebaiknya tidak Daddy ucapkan lagi. Karena Vino benar-benar tidak akan bisa menerimanya," Setelah itu Vino melangkah dan tidak lagi menoleh ke arah Kavin. Kavin menatap kepergian putranya dalam diam.
"Maaf. Jika suatu hari nanti Daddy tidak dapat mengabulkannya," Lirih Kavin yang setelah itu kembali memasuki kamarnya.
Vino menghentikan langkah kakinya. Pria itu berbalik badan melihat punggung Kavin yang mulai hilang dari pandangannya.
Vino melangkah ke arah balkon, tatapan kedua mata Vino berpusat pada langit malam yang di taburi oleh bintang-bintang.
"Tuhan. Jika aku boleh meminta. Tolong jangan kau ambil lagi orang-orang yang aku sayangi. Cukup satu orang yang kau ambil dariku. Ku mohon jangan kau ambil lagi orang-orang yang menjadi semangat hidupku. Dulu kau memisahkan aku dengan Lisa dan aku masih bisa menerimanya, meskipun aku sempat terluka karena kehilangan dirinya. Setidaknya untuk kali ini saja jangan kau ambil mereka yang aku sayangi," Mohon Vino dengan kedua matanya yang mulai basah. Basah karena air mata.
Tubuh Vino seketika tersentak kaget saat merasakan sebuah pelukan hangat yang mampu membuat Vino merasa lebih baik. Tanpa kata Vino segera menghapus air matanya. Karena ia tidak mau sampai orang lain mengetahui kelemahannya itu.
Vino membalikkan tubuhnya, saat ini ia dihadapkan oleh wajah cantik Jasmine yang tengah memancarkan aura yang begitu menyejukkan hatinya.
"Daddy sudah pulang? Kenapa Daddy tidak masuk ke kamar?" Tanya Jasmine sambil kembali memeluk Vino. Saat ini kepala Jasmine bahkan sudah bersandar di d**a bidang sang suami.
"Aku baru pulang dan aku memang berniat masuk tadi," Jawab Vino yang membalas pelukan hangat sang istri.
"Daddy. Apa Daddy menangis?" Tanya Jasmine saat wanita itu mendongak untuk menatap wajah tampan Vino yang terdapat jejak air mata saat ini.
"Tidak. Siapa yang menangis?" Vino berusaha untuk tersenyum demi untuk menutupi hal yang sebenarnya.
"Mungkin Daddy bisa menutupi masalah Daddy pada orang lain tapi tidak pada Jasmine. Karena Jasmine sangat mengenal Daddy," Jasmine menangkup wajah tampan Vino sehingga Vino mau tidak mau harus menatap kedua mata Jasmine. Sesekali Vino berusaha untuk tidak menatap kedua mata istrinya karena itu berarti semua yang Jasmine katakan akan terlihat jelas di dalam kedua matanya.
TBC,