"Tangguh gak salah dengar?" Tangguh memberanikan diri bertanya. Ini sangat aneh sekali.
"Enggak Tangguh. Kamu tidak salah dengar. Ini adalah permintaan yang paling Om inginkan sejak lama," jelas Hariantoro dengan wajah serius.
"Kalau Tangguh menolak tegas. Apa ada pilihan permintaan lain? Opsi kedua gitu?" tanya Tangguh begitu yakin.
Hariantoro semakin tidak mengerti. Keningnya mengerut sambil menatap Tangguh yang terlihat serius dengan jawabannya.
"Menolak? Maksud kamu? Kamu tidak suka dengan Azkia, anaka Om? Apa dia kurang cantik? Kurang seksi? Atau apa?" tanya Hariantoro merasa tak terima dengan alasan penolakan Tangguh. Hampir semua kaum adam mengidolakan Azkia. Siapa pun ingin mendekati. Mungkin kalau mendapatkan tawaran yang sama, banyak kaum adam tidak akan menolak tegas seperti Tangguh.
Tangguh mnegangguk pelan, "Tangguh belum ingin menikah." Tangguh menjawab mantap. Azkia menatap tajam ke arah Tangguh. Kedua mata Azkia terasa panas dan ingin rasanya menangis. Tentu penolakan ini ada kaitannya dengan wanita dan anak kecil yang digendong Tangguh tadi siang. Walaupun saat ditanya Mama Ratna, Tangguh mengelak dan pintar sekali beralasan.
"Belum ingin itu sama sama tidak siap? Kalau tidak ingin itu berbeda lagi artinya?" tanya Hariantoro masih mencari celah pertanyaan untuk Tangguh.
"Belum ingin karena tidak siap. Tangguh masih ingin menimati masa lajang Tangguh," jawab tangguh semakin meyakinkan.
"Kalau begitu, tunangan saja dulu. Tidak masalah kan? Ini satu -satunya cara untuk mendekatkan kamu dengan Azkia. Gimana Tangguh? Gimana Azkia?" tanya Hariantoro pada kedua orang tersebut.
"Azkia mau Pa. Azkia senang banget kalau memang kita bisa tunangan dulu," jawab Azkia begitu bahagia. Sepertinya orang yang paling bahagia dengan acara pertunangan ini adalah Azkia.
Tangguh menatap Azkia yang terlihat senang. Rasa bahagiannya tercurah begitu saja dengan spontan.
"Tuh ... Azkia saja, sudah mau banget. Tinggal kamunya aja. Om harap, kamu tidak mengecewakan Om, Tante dan Azkia," ucap Haiantoro pada Tangguh.
"Benar angguh. Kami berdua dan kedua orang tua kamu itu memnag sudah berniat menjodohkan kalian sejak dulu. Tapi, kami juga ingin kamu dan Azkia tahu. Saat Azkia diberitahu, Azkia sangat senang dan bahkan tidak menolak kehadiran kamu. Sekarang Om dan Tante menunggu jawaban kamu. Kalau belum siap, seharusnya pertunangan dijadikan keputusan sesaat yang baik," jelas Susi pada Tangguh.
"betul sekali. Ini permintaan kedua Om," jelas Hariantoro lagi setengah memaksa Tangguh.
"Om ... Tangguh belum mengenal Azkia ..." jawab Tangguh singkat.
"Makanya bertunangna. Kamu akan mengenal Azkia dengan baik. Lagi pula, kalian tinggal satu apartemen selama tiga tahun ini? Memang masih belum mengenal satu sama lain?" tanya Hariantoro pada tangguh dan Azkia.
"Papa ... Kit aberdua sibuk belajar. Mana ada waktu buat ngobrol. Kampus kita berdua aja beda. Mas Tangguh kuliah, kadang Kia masih tidur. Azkia berangkat, Mas tangguh sudah pulang lalu tidur. Setiap hari begitu saja. Kita bisa ketemu hanya di dapur dan di depan kamar mandi menunggu antrian," jelas Azkia membela Tangguh.
"Oh begitu. Oke, Om putuskan besok adalah hari pertunangan kalian. Om akan mengundang smeua saudara dan rekan bisnis Om. Kalau Om akan memiliki menantu lulusan S3, tak hanya itu, calon menantu Om sangat ganteng, keren dan baby face sekali," ucap hariantoro sambil terkekeh. Pujian baik itu mendapat respon senyum bahagia dari bibir Azkia.
Azkia sangat senang sekali. Akhirnya rasa sukanya yang selama ini hanya bisa dipendam bisa diungkapkan. Tapi, Azkia masih memiliki satu misi lagi. Azkia ingin mencari tahu, siapa gadis yang tadi siang ada dibelakang Mas tangguh. Lalu, siapa anak lelaki kecil yang digendong Mas tangguh. Kenapa wajahnya sangat mirip sekali. Selama ini, Mas Tangguh tidak pernah punya kekasih, apalagi terlihat mesra dnegan seorang wanita, apalagi melakukan hubungan badan. Jelas tidak mungkin.
Tangguh tidak punya pilihan lain selain menurut keinginan Om Hariantoro. Otaknya tetap mencari cara agar pernikahan antara dirinya dan Azkia tidak akan pernah terjadi. Tangguh harus segera memperkenalkan Yura dan putranya pada Mama dan Papanya. Lalu meminta ijin untuk menikahi Yura dan pastinya ia akan hidup bahagia bersama wanita sederhana seperti Yura.
Setelah mengumumkan acara pertunangan yang akan dilaksankan besok malam. Hariantoro dan Susi serta Azkia mengajak Tangguh makan malam bersama. Tangguh sempat menolak, tapi, Hariantoro terus merayu dan selalu meyakinkan Tangguh, bahwa Susi sudah memasak sejak siang dan menyiapkan semuanya.
Suasana makan malam juga terlihat santai. Tangguh duduk di sebelah Azkia dan Hariantoro duduk bersebelahan dengan Susi, sang istri.
"Kalian ini sudah sangat cocok sekali kalau duduk bersebelahan begini kayak dipelaminan aja," goda Hariantoro.
"Bener Pa, yang satu ganteng bnaget, yang satu cantik. Klop deh," puji Susi sambil mengambilkan makanan untuk suaminya.
Azkia tanpa disuruh pun melakukan apa yang biasa Mamanya lakukan untuk Papa sebagai bentuk pelayanan dan pengabdian.
Azkia dengan penuh percaya diri mengambil piring makan Tangguh dan menawarkan ingin makan masakan apa.
"Nasinya segini Mas?" tanya Azkia lembut.
"Biar aku aja, Kia," titah Tangguh mengambil piring kosong yang lain. Tangguh tidak ingin berebut dengan Kia. Ia langsung mengambil nasi putih sendiri dengan lauk yang ada disana.
Azkia nampak sedih dengan sikap Tangguh. Ia berusaha melayani agar pantas menjadi pendamping angguh kelak.
Susi dan Hariantoro saling melirik dan berpandangan.
"Masih malu -malu, Kia," goda Susi sambil tertawa kecil.
Tangguh sama sekali tak melirik ke arah Kia dan fokus menikmati makan malam itu.
"Ini enak banget," puji Tangguh.
"Terima kasih calon mantu. Syukur kalau suka. Kia juga bantu masak lho."