Ryan Mahajaya, harus pagi-pagi sekali pergi meninggalkan wanita yang sudah memuaskannya berulang kali dalam semalam di kamar hotel sendiri.
Meski sudah mentransfer biaya untuk wanita jalang itu, dia tetap meninggalkan uang seratus ribu dalam jumlah lumayan banyak. Dan menulis sepucuk surat untuk wanita yang dia kenal bernama Nona V.
Kalau saja pagi ini dia tidak ada kelas mengajar mungkin Ryan masih tidur memeluk tubuh langsing itu di dalam satu selimut yang sama.
"Pak Ryan," panggil seorang mahasiswi.
"Iya." Ryan tersentak dan lamunannya tentang Nona V menguap seiringnya banyak pertanyaan dari para mahasiswanya.
Bersikap profesional sebagai dosen, dia fokus menjawab pertanyaan yang mahasiswanya lontarkan. Membagi ilmu sampai jam kaya kuliahnya berakhir.
"Baiklah, jam kuliah sudah habis," ucap Ryan. Bersamaan dengan suara sorak girang mahasiswanya.
"Kenapa kalian senang sekali mata kuliah saya berakhir?" selidik Ryan.
"Laper, Pak. Tadi pagi berangkat belum sarapan."
"Kita mau kekantin, Pak Ryan mau ikut kita?"
"Ngantuk, Pak! Jam kuliahnya kepagian.".
Celetukan beberapa mahasiswa membuat Ryan tertawa dalam hatinya tapi wajahnya datar saja, seakan ingin menjaga imagenya sebagai dosen agar mahasiswanya tidak semena-mena padanya dan segan. Tapi sepertinya mahasiswa sekarang tidak takut apapun dan tidak segan terhadap siapapun.
"Oh begitu, ya sudah kalau begitu. Tugas membuat makalah tentang apa yang baru saja kita pelajari bersama, kumpul minggu depan harus sudah masuk ke email saya!" Perintah Ryan membuat semua mahasiswa tercengang dan bungkam. Kemudian menggerutu karena diberi tugas oleh sang dosen.
Ryan tersenyum miring sembari melangkahkan kaki keluar ruang kelas.
***
Baru saja duduk di kursi kerajaannya, di ruang kerjanya. Ponsel Ryan berbunyi.
Flora memanggil ...
Kening Ryan menyernyit. Mengapa mantan istrinya itu menghubunginya.
Dengan malas, ibu jari Ryan menggeser tombol hijau di ponsel mahalnya itu.
"Iya." Sebuah sapaan singkat dari Ryan.
"Mas, kamu tega ya! Masa gak kasih aku tunjangan setiap bulan? Sebagai janda Ryan Mahajaya seorang CEO dan Dosen di berbagai Universitas masa sepeserpun aku gak dapat apa-apa?" teriak Flora di seberang sana sampai mengharuskan Ryan menjauhkan ponselnya dari telinga dan dia meringis karena bising.
"Tunjangan itu ada untuk istri yang baik, istri yang ketahuan selingkuh di depan mata untuk apa di kasih tunjangan?"
Seketika Flora terdiam.
"Tapi-"
"Apa selingkuhan kamu itu tidak sanggup membiayai gaya hidup kamu yang glamor? Kalau tidak sanggup kenapa mau tidur sama wanita seperti kamu? Ck!" potong Ryan.
Ryan sudah bisa menebak betapa geramnya Flora di serang sana ketika mengetahui surat cerainya sudah keluar tapi dia tidak mendapat hak-hak-nya sebagai mana yang dia tuntut di pengadilan agama beberapa bulan lalu.
Tunjangan mantan istri setiap bulannya Limapuluh Juta Rupiah. Selamanya bukan hanya di masa idah saja. Hanya orang tidak waras yang menuntut hak seperti itu. Terlebih Flora tertangkap basah selingkuh dengan rekan bisnisnya sendiri di kamar rumah Ryan.
--
"Suami kamu kapan pulang, Flo?" tanya Dhika-rekan bisnis Flora.
"Ck! Bisa gak sih, jangan bahas dia?" Flora berdecak kesal.
Ryan yang saat itu sedang tugas ke daerah memantau mahasiswa yang sedang KKN baru bisa pulang beberapa hari lagi, tapi siapa sangka hari ini Ryan pulang karena sekalian memberi laporan pada kampus.
Kening Ryan menyernyit ketika mobilnya terhenti tepat di depan rumahnya, ada mobil sang istri terparkir. Tadi Flora memberitahunya kalau dia sedang rapat dan tidak bisa di ganggu. Tapi kenapa sekarang ada mobilnya di rumah.
Rasa curiga Ryan bertambah besar ketika dia melihat sepatu pria di luar. Perlahan dia masuk ke dalam. Bertemu dengan pelayan rumahnya, Ryan memberi isyarat agar tidak berisik. Melanjutkan langkah kakinya, menaiki anak tangga menuju kamar utama rumah itu. Kamar Ryan dan Flora.
"Ahhh ... terus, Dhika ... terus ...," erang Flora yang sedang bersetubuh dengan Dhika, pria itu Ryan kenal baik sebagai rekan bisnis istrinya.
Suara erangan itu begitu erotis ketika Flora bersama Ryan tapi sekarang Ryan mendengarnya suara itu sangat menjijikan.
BRAKKK!!!
Kedua pasangan zinah itu terkejut kerena bunyi pintu yang tiba-tiba terbuka dengan paksa. Terlebih Ryan berdiri di ambang pintu tersebut dengan wajah murka.
"Kalian!" Ryan langsung menghampiri Dhika dan menarik pria itu.
BUKK!
BUKK!
BUKK!
Ryan menghajar pria yang sudah berani menyentuh istrinya itu tanpa ampun. Mengabaikan teriakan histeris Flora yang meminta pertengkaran itu di hentikan.
Napas Ryan memburu, bukan karena dia b*******h tapi karena lelah sudah mengeluarkan tenaga untuk menghajar Dhika sampai babak belur. Ryan sendiri berhenti karena petugas keamanan komplek rumahnya yang di panggil pelayan rumah Ryan langsung datang dan melerai.
"Flora Wijaya kusuma, kamu saya talak! Mulai hari ini kamu bukan istriku lagi!" Tegas Ryan berucap di depan Flora yang masih berbalut selimut di atas kasur dengan kalimat jelas dan lantang. Pelayan, Security dan Dhika menjadi saksi.
Flora menggeleng cepat, "Tidak, Mas, tidak! Tolong maafkan aku. Beri aku kesempatan sekali lagi menjadi istri kamu, Mas. I-ini bukan kemauan aku, Dhika yang terus merayu, Mas." Flora memohon campur berkelit tidak mau di salahkan atas perselingkuhannya.
Ryan mendengus kasar. Apapun yang saat ini Flora katakan tidak masuk akal baginya.
"Keluar kalian berdua dari kamar dan rumah saya sekarang!" titah Ryan, lalu dia keluar kamar meninggalkan Flora yang menangis histeris dan Dhika yang meringis menahan sakit wajahnya.
Sebelum pergi Ryan berpesan pada pelayan rumahnya dan security itu untuk mengawasi kedua orang tidak bermoral itu sampai keluar rumahnya.
--
Ryan mengusap kasar wajahnya ketika ingatan hari naas itu terlintas lagi di benaknya. Emosinya kembali memuncak saat mengingat kejadian tersebut.
"Mas," rengek Flora di seberang sana.
"Cukup, Flo. Jangan ganggu saya lagi dan berbahagialah dengan Dhika." Ryan langsung mengakhiri sambungan telponnya dari pada dia bertambah emosi dan semakin tidak terkendali yang ada nanti yang keluar dari mulutnya adalah makian dan sumpah serapah.
Ryan menarik napas dalam-dalam, menghembusnya pelan. Dia lakukan itu berulang kali untuk mereda emosinya yang sempat memuncak karena telpon dari mantan istrinya itu.
Baru saja reda emosinya, ponsel Ryan kembali berbunyi.
Farel memanggil ...
Ryan menghela napas panjang sebelum menjawab panggilan dari sang adiknya. Adiknya yang kerjaannya merongrong keluarga dan dirinya. Selalu meminta uang, uang dan uang untuk foya-foya.
"Mas, transferin aku dong."
Belum juga memberi salam, Farel sudah lebih dulu meminta agar kakak laki-lakinya itu mengirimnya uang tanpa ada basa-basi.
"Kenapa kamu selalu minta saya transfer? Memang gak bisa cari duit dari hasil keringat sendiri, hah?! KERJA! JANGAN HANYA MINTA TERUS!" maki Ryan dan langsung mematikan ponselnya tanpa menunggu sahutan dari sang adik.
Di seberang sana, Farel menggerutu. "Dia lagi kenapa? Tumben marah-marah. Gua di suruh kerja? Lah ini udah kerja, kerjaan gua kan memang mintain duit dia."