SEPANJANG hari ini semangat Faren belum juga luntur, senyuman manis yang terlukis indah di garis wajahnya juga nampak belum lebur. Entahlah, perasaan Faren terlampau bahagia untuk bisa didefinisikan dengan aksara. Itu semua terjadi karena tadi pagi ia sudah bertemu dengan cowok ganteng incarannya. Meskipun namanya masih misterius dan sifatnya yang terlalu dingin mirip es balok, tapi Faren tetap suka. Intinya jika wajahnya cakep mah, Faren mau aja.
Tapi, bukan berarti Nata ikutan senang waktu Faren cekikikan dan senyum-senyum tidak jelas seperti itu. Justru Nata malah mencibir, menganggap jika Faren sudah gilaa. Oke, setiap hari Faren juga gaila, tapi kali ini terlalu over.
"Faren, lo kenapa sih? Kesel gue, di kelas gini, di kantin tambah nggak keruan. Lo seneng hari ini kelas dibubarkan lebih awal?" tanya Nata, yang sejak tadi pagi sudah gemas menanyakan ini.
Senyuman Faren lenyap beberapa detik sewaktu ucapan Nata mengalun di telinganya. Faren langsung menoleh, gurat wajahnya terlihat lesu, bibirnya kembali mengerucut ke depan.
"Nata nggak bohongin Faren, kan? Bener hari ini kita pulang cepet?" tanya balik Faren, lengkap dengan mimik wajah kecewa.
Ketika satu toyoran berhasil Nata layangkan untuk Faren karena saking gemasnya, Nata pun mendesis kesal. "Bukannya jawab pertanyaan gue, malah nanya balik!" sungutnya kesal.
"Nata juga belum jawab pertanyaan Faren. Bener hari ini sekolah di bubarin lebih awal? Kenapa Nat? Kok gitu sih!"
Kening Nata terlihat berkerut, memandangi Faren dengan bingung. "Lo emang aneh, bukannya seneng, malah nggak suka gitu. Lagian kuping lo diumpetin di mana sih sampe nggak denger pengumuman? Dari pagi cekikikan kayak kuntilanak. Hadeh Faren, gue harus banyak sabar ngadepin lo."
"Yaaa .... Ngapain guru rapat segala sih! Kalo sekolah dibubarin, apa kabar dengan Faren yang pengin natap cogan!" Faren mendesis sebal, tangannya pun kini terlipat di depan dadaa.
"Oalah Faren, cuma masalah itu lo sampe kayak gini?" Nata berdecak, memutar bola matanya dengan malas, mendesah panjang, kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya. "Besok lo kan bisa ketemu cogan-cogan kesukaan lo itu, heran gue! Kok ada orang kayak lo ini!"
"Nggak bisa ketemu cogan es itu lagi dong," ujar Faren lemah, kecewa sudah. Niatnya ingin menatap para cogan pujaan hatinya, kini harus ia tunda dulu sampai besok.
Setelah menyeruput lemon teanya, Nata memusatkan perhatiannya pada Faren, ia lalu mencomot pisang goreng dihadapannya sebelum akhirnya ia berkata. "Cogan yang mana satu maksud lo? Yang tadi pagi itu?"
Faren dengan sigap menoleh, satu alisnya naik, kedua matanya terlihat menyipit. "Kok Nata tahu? Bukannya pas itu Nata udah jalan ke kelas? Nata nguntit Faren, ya?"
"CK, gue lihat lo sama Feron di lapangan, nggak cuma gue juga kali, banyak kok yang lihat," jawab Nata santai, ia bersikap biasa saja karena memang itulah kenyataannya. Dituduh penguntit? Siapa yang tidak kesal? Tapi Nata berusaha untuk sabar selalu, Faren memang begitu.
Bola mata Faren refleks saja langsung membola. "Hah? Jadi cogan yang pelit ngomong itu namanya Feron? Huwaa ... Makasih Nataaaa!!!" Faren segera memeluk sahabatnya dari samping, sangat erat pelukan Faren itu, hingga menyebabkan Nata kehabisan oksigen. Dasar Faren menyebalkan!
Sambil berdecak jengkel, Nata melepaskan tangan Faren yang sedang melilit tubuhnya. "Lepasin gue anjir, nggak bisa napas nih! Nyebelin lo!" sembur Nata kesal. Menyorot penuh amarah pada Faren.
Faren nyengir kuda, lalu seakan tidak peduli dengan Nata yang sedang mengatur napasnya, Faren sudah memberondong pertanyaan lagi. "Jadi cogan yang tadi pagi namanya Feron Nat?"
"Iyalah Fareeeen! Masa sih lo nggak tahu!"
"Faren emang nggak tahu," jawab Faren polos seraya menggeleng pelan.
Untuk beberapa detik Nata menahan napasnya. Sangat tidak mungkin bila Faren tidak tahu siapa itu Feron. Di sekolah ini, tidak ada pecinta cogan yang lebih unggul dari Faren Aulia Mahardika! Cuma Faren yang tahu jejeran cogan-cogan paling top di SMA Erlangga.
"Buset, lo beneran nggak tahu siapa itu Feron? Yang benar aja lo!"
"Sumpah Nata! Faren nggak tahu, Faren baru lihat Feron itu kemarin."
Bibir Nata mencebik, "gue saranin lo jangan deketin Feron."
"Emang kenapa Nat? Dia kan cogan, terus kalo Faren suka kenapa?"
"Dia nggak gampang luluh, takutnya lo depresi karena Feron nggak nerima cinta lo. Dia dinginnya minta ampun, itu sih saran gue aja, untuk kedepannya ya terserah elo. Intinya gue cuma nggak mau lo sedih." Nata tersenyum tipis diakhir kalimatnya.
"Ah nggak mungkin, Feron pasti bakal suka Faren lah. Orang lihat aja sendiri dia, muka-muka tertarik sama Faren gitu, Faren jamin deh, nanti pasti kita jadian, terus kita pacaran, lalu nikah, punya anak kembar, jadi ayah bunda deh. Aduh, Faren udah seneng banget gilaa!"
Nata menggelengkan kepalanya takjub, mematri tatapannya pada Faren sembari mengeluarkan desahan napas panjang. "kayaknya lo perlu diperiksa deh, halu banget anjir. Lo nggak cocok sama Feron!"
"Idih Nata mah bukannya dukung Faren, malah matahin semangat Faren, nggak setia kawan!" ucap Faren kesal.
"Justru gue ngomong gitu karena sebagai sahabat lo, gue sayang lo, nggak mau lo kenapa-napa. Karena apa yang lo lakuin itu bakal sia-sia Faren. Percuma aja, Feron nggak bakal tertarik sama lo, dia susah untuk ditaklukkan."
Faren langsung memutar bola matanya. Kesal sendiri dengan Nata yang omongannya itu tidak difilter. Nggak bantuin, malah ngatain pula!
"Eh eh itu mulut Nata diiket dulu pake karet gelang napa? Dikira Feron itu singa harus ditaklukkan segala? Ya anggak lah, pesona Faren itu udah bikin jantung kaum jantan langsung berdebar, Nata harus percaya itu," ungkap Faren sambil tersenyum pongah.
"Iya iya pesona lo itu emang kuat banget," timpal Nata seraya memasang senyuman lebar.
"Nah gitu dong biar semangat Faren nggak luntur kayak cucian baju."
"Saking kuatnya, sih Andi juga suka sama elo hahaha...."
Tawa Nata menggelar hebat, ia seolah tidak peduli jika posisinya sekarang berada di kantin, yang memang teknisnya selalu ramai. Nata terus memukul-mukul meja sambil tertawa terbahak. Apalagi ketika pandangannya menangkap Faren yang sudah mencak-mencak di tempatnya dengan mimik muka juteknya lantaran kesal, hal itu membuat Nata kehilangan kendali untuk memberhentikan tawanya ini.
"Ih Nata! Nyebelin banget gila! Kok tiba-tiba nyalur ke Andi sih! Faren nggak suka tauk. Pesona Faren itu cuma masuk ke dalam detak jantung cogan-cogan, bukan cowok buluk kayak sih Andi!" sungut Faren, giginya bergemeretak karena sebal di jadikan bahan guyonan oleh Nata, padahal Faren lagi dalam mode serius.
Kekesalan Faren tambah memuncak sewaktu tawa Nata tidak kunjung berhenti. Sambil melototkan mata dan mendesis jengkel, Faren tidak punya pilihan lain kecuali untuk memberikan Nata cubitan maut.