Bertemu

1261 Words
Hari ini terlalu melelahkan bagiku. bukan karena tindakan operasi yang aku pimpin tetapi harus berdebat dengan seorang pria aneh itu. aku mengatakan aneh karena jelas disini aku juga dirugikan tetapi hanya dia yang meminta pertanggung jawaban atas ponselnya yang rusak. akhirnya aku sepakat memperbaiki ponselnya. dia berpesan mengembalikan dalam keadaan semula dan jangan mengganti dengan yang baru. kalau diingat-ingat lumayan juga wajahnya. postur tubuhnya yang Tinggi dan Kekar tetapi untuk apa pula aku mengagumi orang seperti itu. aku membuka pintu besar di bagian depan rumahku dan langsung berjalan gontai menaiki anak tangga menuju kamarku yang berada di atas. "Sasa" aku seperti mendengar suara papa, ah mungkin hanya khayalanku karena terlalu rindu. "Masuk rumah bukannya ucapkan salam, langsung pergi begitu saja" lah ini lagi suara khas bang Fero. Apa lagi Ini ya Allah. aku sepertinya sudah mulai stres karena menghadapi pria aneh tadi. "Sasa sayang, sini turun dulu nak, apa kamu tidak merindukan papa dan abangmu?" ini suara mama, aku memutar badan dan kembali menuruni tangga untuk menastikannya sendiri. aku tertegun sepersekian detik melihat kehadiran papa di hadapanku lalu aku segera sadar dan berlari mendekat berhambur memeluk erat papa "Papa!, Papa I love you, Sasa kangen papa!" "I love you too sayang. kamu sudah memiliki kekasih?. Kalau sudah kenalkan kepada papa, Papa mengambil cuti sedikit lama dari biasanya"celetuk Papa enteng. aku cemberut dan langsung melepas pelukan. boro-boro memiliki kekasih, memiliki kenalan dekat seorang pria saja tidak ada sama sekali. "Papa itu harusnya tanya gimana Sasa sehat kan? Gimana kerjaannya?. bukan tanya kekasih, Sasa tidak memiliki kekasih" jelasku sambil menekan setiap kata. "Kamu itu dek seharusnya pulang langsung mandi barulah mendatangi kita, bukannya langsung main peluk Papa, itu kuman-kuman dari Rumah Sakit pada menempel" Usik abang, selalu saja bersikap jahil. "Apaan sih bang, tidak usah sirik ya" balasku sengit. "seperti tidak ada kerjaan saja sirik sama kamu dek" balasnya tak kalah sengit. aku tak menggubrisnya lagi melainkan memusatkan perhatianku pada Papa sepenuhnya. "Abang saja yang tidak memiliki kekasih mengapa tidak papa tanyakan juga?, mengapa hanya Sasa yang selalu ditanya terus setiap kali Papa pulang" rajuk ku sambil bergelayutan manja di lengan kekar Papa, sementara mulutku sibuk mencomot kue kacang di samping Papa. "Abangmu sudah memilikinya. bulan depan akan diadakan acara lamarannya" pernyataan mengejutkan dari Papa lantas membuatku yang lagi mengunyah kue kacang menjadi tersedak. Uhuk!! Uhuk!! "Biasa saja kali dek, tidak usah kaget sampai begitu" ledeknya menertawakan ku. "Sayang, ini minum dulu" Mama menyodorkan segelas air putih padaku. mama yang sangat peka sekali. Abangku benar-benar mau menikah dengan seorang wanita kan?. pasalnya selama ini tidak pernah aku melihat, tahu, ataupun mendengar dia memiliki kekasih. kalau memang benar begitu, aku turut bahagia. abang juga sudah mapan, punya kendaraan, rumah, siapa yang akan menolak dengan kemapanan dan ketampanannya. "Bang, Sasa mau tanya, abang yakin pasangan abang itu menerima abang apa adanya. terutama berkaitan dengan profesi?" tanyaku menatapnya serius. abang mengangguk, "yakin. abang tidak akan sampai sejauh ini kalau abang tidak yakin dia bukan orang yang tepat. sampai disini fahamkan?" penjelasan abang membuat aku manggut-manggut faham namun masih ada hal lain yang mengganjal. "kenapa tidak pernah mengajak calon kakak ipar main ke rumah atau minimal berkenalan sama papa mama?" tanyaku heran, menurutku lamaran ini cukup mendadak untuk dua orang yang belum saling dekat satu sama lain. "abang pernah mengajak dia ke rumah beberapa kali, namun saat itu kamu selalu tidak ada. apa kamu masih belum sadar kalau kamu itu sibuk dek?" jawab abang, sampai disini aku baru faham, saking sibuknya aku sampai tidak sadar waktu berjalan begitu cepat. "Aku kira abang akan jadi jomblo karatan" ejekku dengan kekehan pelan. "Ya tidak mungkinlah, yang ada entar kamu" sindirinya. amit-amit jangan sampai ya Allah, dibalik karir yang bagus, aku juga perlu pasangan yang ideal, yang bisa menopang hidupku. "jangan dong bang, kenalkan aku sama teman abang lah yang masih muda ganteng. kalian orang pelayaran pasti ganteng-ganteng" usulku setengah merayu. "memang kamu mau ditinggal terus?" pertanyaan itu membuatku tercenung sejenak, tak lama aku menunjukkan wajah ceria. "siapa yang tahu, mungkin saja jodohku profesinya sama seperti papa dan abang" selorohku mengangkat bahu. bagiku yang penting setia, bertanggung jawab. "Itu tidak akan terjadi dek" ujar abang seolah penuh keyakinan. "Kenapa tidak akan terjadi?" tanyaku berkerut bingung. "kamu mandi sana loh. Habis itu istirahat tidur" usirnya mengalihkan pembicaraan. mataku memicing menatap abang, aku harap tidak ada niat terselubung dibalik ucapannya tadi. sementara itu, papa dan mama tersenyum hangat ke arahku. •••• Sekarang sudah satu minggu, sesuai perjanjian kami bertemu di tempat dimana aku menabraknya dan di pukul yang sama juga. tujuanku apalagi selain mengembalikan ponselnya dalam keadaan utuh. kalau dipikir-pikir pria yang mau aku temui ini wajahnya mirip dengan suaminya Nia di foto undangan. aku tidak mungkin salah dalam melihat. "Ga pulang Sa?, kan ga ada jadwal operasi" suara seseorang membuatku lantas menoleh dan mendapati dokter Ardi Spesialis Penyakit dalam yang tengah memandangiku dengan senyuman menunjukkan deretan giginya yang berjajar rapi. "nanti. aku lagi menunggu seseorang" jawabku malas. mataku melirik kesana kemari tapi itu manusia belum ada juga, apa mungkin dia lupa?. "pacar ya" celetuknya Tiba-tiba. ya kali suami orang jadi pacarku Ar. "Bukan!. sejak dulu aku tidak memiliki pacar" ucapku tegas dan ngegas. Lagian si Ardi seperti baru kenal aja, padahal juga sudah tahu hampir setengah riwayat hidupku karena kita berkuliah di Universitas yang sama. "iya Sa ga usah ngegas juga" sahutnya kemudian meneliti wajahku, "pasien apa yang baru saja kamu tangani sampai wajahmu sudah seperti baju belum disetrika" bebernya. aku menunggu pria aneh itu saja sudah kesal, ditambah kehadiran Ardi membuatku makin mutung saja. apa iya wajahku tampak kusut?. yang terpentingkan aku profesional dalam pekerjaan. sayangnya rasa penasaran tetap menang. aku mengambil kaca yang berada di dalam tas Flap Bag ku dan oh ternyata wajahku berminyak sudah bisa untuk menggoreng tempe. "ada berapa pasien yang kamu tangani?" tanyaku balik, menutupi rasa ilfil ku. "Hari ini ada sepuluh pasien yang ku pantau dan aku beri terapi obat" jawabnya sambil membenarkan kacamatanya. "Composmentis (sadar penuh) semua? Apa ada yang coma?" tanyaku sekedar basa-basi. "Iya Composmentis, memangnya kamu, sadar tapi seperti coma" timpalnya yang membuat aku naik darah seketika. "aku pergi dulu" pamitnya kemudian berjalan cepat menuju pintu keluar. dia menghindari amukan amarahku. sebuah tangan tiba-tiba menyampir di pundakku, tanpa babibu aku langsung menoleh untuk mengetahui siapa orang yang dengan kurang ajar menyentuhku. "Sudah lama kamu di sini?" suara rendah seorang pria yang sangat aku kenali. suara dan pemiliknya sama-sama menyebalkan. pria yang ku tunggu kehadirannya sejak tadi. lewat dari mana dia?, bukannya pintu masuk ada di depan ku ya?, Terus memiliki keberanian dari mana menyentuh sembarangan bahuku. "Saya baru saja mendatangi seseorang, jadi terlambat dua menit" Urainya, tanpa kata maaf. apa?, dua menit katanya?. aku bahkan Hampir setengah jam menunggunya dan dia berkata dengan mudahnya hanya dua menit?. aku membuang nafas kasar, menatapnya jengkel, "tanganmu itu tidak perlu dipakai untuk menyentuhku aku dan lagi waktu ku ini sangat berharga ya, kamu terlambat setengah jam dari perjanjian kita" Sanggahku menyangkal ucapannya. Lebih tepatnya aku marah, tapi yang ku marahi memasang wajah seperti orang lagi mengintrogasi. "Wajahmu licin sekali" celanya sambil memusatkan pandangannya pada wajahku. punya waktu dia untuk menilaiku. "Ah sudahlah. tidak penting bagiku meladeni ucapanmu. ini ponselmu sudah kembali baru, aku tidak perlu Terimakasih darimu" cetusku, aku menyerahkan ponsel yang lebih unggul dari milikku itu padanya. aku bahkan tidak percaya dia bisa memilikinya. memangnya gaji Tentara cukup untuk membelinya?. setelah menyerahkan ponsel itu kepada sang pemilik, aku pergi begitu saja. masa bodoh sopan santun, aku benar-benar penat rasanya, tidak ingin lagi berurusan dengan orang seperti itu. aku terpaksa menarik saldo tabunganku untuk membetulkan ponselnya dan juga ponselku. ^^^^^^ TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD