bc

Sad (Samuel and Dina)

book_age18+
1.5K
FOLLOW
10.4K
READ
contract marriage
family
forced
second chance
goodgirl
sweet
bxg
lies
secrets
chubby
like
intro-logo
Blurb

Dina gadis 20 tahun yang terjebak dalam mahligai pernikahan diam-diam dengan seorang pria tampan nan kaya–Samuel. Tapi semua tak semudah yang Dina dan Samuel bayangkan, lika-liku kehidupan menerpa rumah tangga mereka.

Ketika sebuah rahasia besar terkuak, membuat hubungan Dina dan Samuel di ujung tanduk. Akankah mereka mampu melewati semuanya?

chap-preview
Free preview
SaD–1
Bagaikan pungguk merindukan bulan. Itulah yang ku rasakan selama ini. Menangis adalah yang aku lakukan dua hari ini. Menangisi kebodohan ku mencintai laki-laki yang jelas-jelas tidak mencintaiku. Jangankan mencintai melirik pun tabu baginya. Tapi aku harus bagaimana? Bukankah cinta itu tidak bisa memilih kepada siapa? Bahkan kepada orang yang sulit dijangkau sekalipun. Ini lah aku gadis menyedihkan yang sedang patah hati. Delisha Adina Zahra. Nama pemberian Bunda. Ayah? Entahlah. Aku tak pernah bertemu dengan beliau selama hidupku. Dan Bunda tak pernah mau membahasnya. Yang aku tau, aku sudah tidak memiliki Ayah sejak masih dalam kandungan. "Adek! Bangun, Dek. Sudah jam tujuh, kamu tidak ada kuliah pagi, hari ini?" Itu suara Bunda, bidadari surgaku. Begitu lembut suaranya di dengar. Aku ingin membuka pintu untuk menjawab panggilan Bunda. Tidak sopan rasanya jika berteriak. Tapi jika aku keluar yang ada Bunda khawatir, melihat bentuk anaknya yang seperti gembel. Mata bengkak maksimal. Jika kemarin masih bisa disamarkan, tidak untuk hari ini. "Iya Nda, Adek udah bangun. Lagi siap-siap ini." "Ya udah, Bunda tunggu di bawah." Terdengar langkah Bunda meninggalkan pintu kamar ku. Huh, selamat untuk kali ini. Seharusnya setelah Subuh aku membantu Bunda beres-beres rumah dan masak. Tapi keadaan pagi ini tidak memungkinkan. Maafkan Dina, Bunda. Aku yang sebenarnya sudah siap sejak tadi masih bingung bagaimana cara mensiasati mataku yang bengkak agar tidak terlihat. Minimal tersamarkan. Mungkin dengan memakai kaca mata, tidak terlalu nampak. "Loh, Adek tumben pakai kaca mata? Apa sakit lagi?" Ku tangkap nada dan raut khawatir dari Bunda. Oh Allah, apa yang harus ku katakan pada Bunda? Aku memang pernah mengalami sakit mata karena terlalu sering membaca sambil tiduran, untungnya belum patah. Jadi aku memakai kacamata jika sakita saja. "Emm, hehe. Nggak Nda. Cuma lagi pengen pakai aja." Ya Allah maafkan Dina sudah berbohong kepada Bunda. Aku mengambil duduk di sebelah Bunda, agar lebih dekat. "Maafin Adek ya, Nda. Gak bantuin masak sama beres-beres pagi ini." Sesal ku pada Bunda setelah aku duduk di kursi. Malaikatku hanya tersenyum, dan mengangguk. "Iya, gak papa. Tapi Bunda minta kalau ada masalah jangan di pendam sendiri ya? Adek cerita sama Bunda." Pinta Bunda dengan tatapan teduhnya. Sontak saja mataku berkaca-kaca, Ya Allah betapa pekanya perasaan seorang ibu terhadap anaknya. Aku mengangguk dan langsung memeluk Bunda. Tak dapat ku tahan lagi air mataku. Hiks... Hiks.... Bunda maafin Adek yang belum bisa cerita ke Bunda. Batinku berbicara. Bunda dengan sayangnya mengelus pundak dan kepalaku, sambil sesekali mengecup kepalaku. Setelah ku rasa cukup, aku melepaskan pelukan Bunda. Tersenyum ke arahnya seolah mengatakan Adek baik-baik saja Bunda. Bunda pun tersenyum, mengusap air mata di pipiku dan menepuk-nepuknya pelan. Ah, Bunda memang terhebat, tak pernah menuntut anaknya untuk cerita. Beliau akan sabar menunggu ku datang dan cerita. Bukan tidak perhatian, hanya saja Bunda ingin melihat seberapa tangguhnya aku. Perhatian Bunda adalah yang terbaik. "Sudah, sarapan terus berangkat ke kampus. Adek sarapan sendiri ya? Bunda mau ke kamar mandi." Bunda menepuk pundak ku dan beranjak menuju kamar mandi. Aku menghembuskan napas berat, lelah dengan apa yang terjadi pada diriku. Betapa murahnya hati ini, mendapat perhatian sedikit saja langsung berbunga. Dan inilah hasil akhirnya, akibat rasa baper yang berlebihan. Terlalu berharap kepada manusia, mengakibatkan kecewa yang mendalam. Yah, seharusnya manusia tidak boleh terlalu berharap kepada makhluk-Nya, berharap hanya pada pemiliknya, Allah. Mungkin ini juga teguran-Nya, atas kelalaian ku. Menduakan-Nya dengan makhluk-Nya. Bahkan terkadang aku masih memikirkan makhluk-Nya ketika beribadah. Setelah berpamitan dengan Bunda, aku lekas berangkat ke kampus. Menuntut ilmu untuk masa depanku. Sebenarnya malas rasanya pergi ke kampus, di mana hatiku tergores di sana. Menganga, tapi tak mengeluarkan darah. Ah, aku tidak boleh kalah dengan rasa sakit ini. Aku harus menang. Iya, harus. Lupakan dia, dan move on.                                                                              ️️️️️️️️️️️️️️ Universitas Jaya Bakti. Tempatku menuntut ilmu hampir dua tahun ini. Universitas swasta nomor satu di daerahku. Alhamdulillah aku dapat masuk dengan jalur beasiswa. Bukan jurusan berat yang aku ambil, sedari kecil aku ingin menjadi seorang guru, seperti Bunda. Membagi ilmu dan mengabdi untuk negara. Jadi aku mengambil fakultas pendidikan, tepatnya jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Di sini, tempat dimana aku bertemu pertama kali dengannya. Hingga kami menjadi teman dekat, tepatnya sahabat. Ah, aku lupa, tempat ini juga yang menghantarkan luka di hatiku. Satu tempat yang sama, yang berhasil membolak-balik perasaan ku. "Assalamu'alaikum Yuna." "Wa'alakumussalam Dina," aku baru saja memasuki kelas dan duduk di samping sahabatku, Yuna. "Kok tumben kamu pakai kacamata, Din?" Pertanyaan yang sama dengan Bunda. Aku hanya tersenyum kearahnya, tak ingin berbohong lagi. "Ih, ditanya malah senyum doang," gerutu Yuna. "Hehe, kenapa sih, kamu kepo banget? Biar stylish lah, aku juga pengen kaya cewek-cewek kece gitu, hahaha." "Yek, gayanya." Selamat. Yuna bukan tipe orang yang peka terhadap sekitar. Ia terkesan cuek dan tak mau ambil pusing, jika itu bukan hal penting yang bersangkutan dengannya. Tapi, dia tetap sahabatku yang paling baik. "Pengen ya...," Godaku pada Yuna. "Ish, apaan, gak ya. Wle....," Hahaha, kati tertawa bersama. Yah seperti inilah jika sudah bertemu, saling mengejek seperti anak kecil. "Kamu udah denger berita belum tentang Kak Randi?" Emmm, pembicaraan serius ini. "Berita yang mana nih? Kan banyak gosip tentang dia?" Ucapku santai, agar terdengar normal. Yah, bait bagaimanapun objek pembicaraan Yuna adalah idola di kampus. Pastinya banyak gosip yang menyebar setiap harinya. "Ish, yang itu lho. Doi mau tunangan sama gebetannya, siapa sih namanya ya? Lupa aku?" Yuna tampak sedang berpikir, mengetuk-ngetuk dagunya dengan jari telunjuk. Tak memperhatikanku yang mulai pias. Mendengar namanya saja hatiku sudah berdenyut sakit. Apalagi jika melihat dia dengan pilihannya? "Gak tau aku, gak kepo," cuek. Hanya untuk menutupi luka yang kembali tergores. "Gimana sih? Kan kamu deket sama Doi," ucap Yuna dengan manyun. Sesekali aku memainkan hp, membuka tutup aplikasi. Agar tak terlihat gugup ketika pembicaraan ini berlangsung. "Kan cuma deket, Yun. Gak berarti aku tau segalanya tentang dia," ucapku tau diri. Ku tangkap perubahan di wajah Yuna. Nampaknya anak satu ini mulai paham situasi. Duh, kadang aku sebal. Yuna adalah orang pelupa, padahal aku sudah sering cerita tentang Kak Randi dan kekasihnya plus kegalauanku. Kok teganya masih bertanya, huhu. Apalagi dua hari lalu mereka melangsungkan acara pertunangan, setelah sebelumnya aku dikenalkan dengan Kak Priska–pacar Kak Randi. Gadis yang menjadi queen di Fakultas Desainer putri pengusaha kaya. Meskipun di beri undangan, aku tidak hadir. Aku tidak ingin menambah luka yang masih menganga dengan menghadiri acara mereka. Cari mati! "Sorry, Din. Aku lupa," sesalnya sambil memegang tanganku. "Iya, biasa aja kali. Lagian dari awal salah ku. Suka sama orang yang jelas-jelas punya tambahan hati." "Udah-udah. Gak usah cerita tentang doi lagi. Bikin kamu tambah sedih dan gak bisa move on nanti." Ucap Yana dengan geram. Lah, ni anak. Aneh deh, kan dia tadi yang buka pembahasan tentang doi. Kok dia yang sebal. "Kalau kamu gak mancing aku gak nyahut kali, Yun," balasku sewot. "Hehe, besok-besok kalau aku mulai cerita tentang doi, kamu langsung bungkam mulutku ya? Soalnya kadang gak bisa ngerem nih mulut, hehe." Aku hanya membalas dengan decakan sebal. Dasarnya suka gosip, kapan ada berita segar pasti jadi bahan olahan. Yuna, Yuna, awas aja pokoknya kalau bahas tentang doi lagi. Suara salam dari dosenku menghentikan obrolan yang sudah ngalor ngidul antara aku dan Yuna. Aku berharap hari ini aku tidak bertemu dengan Kak Randi, seseorang yang menggores hatiku. Bukan, bukan dia yang salah. Hatiku lah yang salah, dengan lancangnya mencintai seseorang yang jauh di atas ku. Jauh segalanya. Tapi, lagi-lagi cinta itu tidak bisa direncanakan. Hinggap dengan bangganya kepada seseorang, tanpa tau resiko. Maka dari itu, sang pemilik hati itu harus pandai mengolah, agar tidak salah cetak. Oh hati, semoga kamu lekas sembuh. Jadi tak perlu pergi ke rumah sakit. Hahaha.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

MY ASSISTANT, MY ENEMY (INDONESIA)

read
2.5M
bc

PEMBANTU RASA BOS

read
16.3K
bc

Pengantin Pengganti

read
1.4M
bc

MY DOCTOR MY WIFE (Indonesia)

read
5.0M
bc

Rujuk

read
912.8K
bc

A Boss DESIRE (Ganda - Gadis)

read
984.8K
bc

CEO Dingin Itu Suamiku

read
151.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook