Amelia berdiri di depan hotel tempat janjian nya dengan Lee Sun. Seperti yang di rencanakan, sepulang kerja dia akan datang untuk memeriksa keadaan. Gadis itu masuk ke hotel menuju ke resepsionis.
Akan tetapi langkahnya terhenti saat melihat Tessa yang sedang bicara dengan seseorang wanita. Amelia pun bersembunyi di balik tembok tak jauh dari mereka.
“Kau harus memberikan ini ke minuman Amelia. Jangan sampai gagal,” kata Tessa sambil menyodorkan sebotol cairan mencurigakan. Amelia yakin itu adalah obat perangsang. Tunggu! Kalau di pikir-pikir, dia pernah menulis kejadian seperti ini di novelnya. Ternyata hukum karma terjadi pada dirinya sendiri.
“Karena aku sudah mengetahui rencananya. Aku akan bertindak menjadi aktor terbaik. Besok, dia yang akan menjadi kambing hitam. Bukankah aku sangat jenius? Fufufu.” Amelia tersenyum devil sambil mengangguk-angguk senang.
Kalau Rosa licik, maka Amelia juga akan licik. Apa jadinya jika besok Lee Sun bersama orang lain? Pasti Rosa akan berkoar-koar membakar seluruh isi gedung. “Kalau hanya itu, aku bisa mengatasinya dengan mudah. Lebih baik aku pulang.”
Amelia balik arah, tersentak kaget karena melihat Dave yang berdiri dengan wajahnya yang garang. “K-kau! Kenapa kau ada di sini!” pekiknya tak menyangka.
Dave yang terlah di beri tahu oleh Delon bergegas menuju ke hotel untuk mencari info. Dia rela turun tangan sendiri hanya untuk Amelia. Padahal, pria itu tak pernah bertindak sangat gegabah. “Ikut aku...” titah Dave lalu menyeret pergelangan tangan gadis itu untuk segera menjauh. Mereka menuju ke sebuah ruangan VIP.
“Aku tak mau masuk,” tolak Amelia sambil berusaha melepaskan diri. Tapi karena tenaga Dave begitu besar, dia tak kuasa.
Sial! Dimana aku berada? Pasti ada dia. Tuhan... kirimkan aku malaikat penyelamat.
Dave diam, menyeret Amelia cukup kasar masuk ke dalam kamar hotel. Gadis itu pun hendak menerobos keluar, tapi kedua tangannya di pegang erat. “Apa yang kau lakukan? Biarkan aku pergi?”
“Besok kau akan mendapat serangan seperti ini. Kau akan terjebak dan tak bisa keluar,” peringat Dave dengan nada dingin.
Tunggu... bagaimana dia tahu? Pasti ada yang memberitahunya. Setiap gerakan ternyata di awasi oleh Dave.
“Haiya... asumsimu terlalu berlebihan, Bos.” Amelia bertutur kata lembut. Karena pegangan Dave lengah, gadis itu melepas tangannya dengan pelan. “Tak akan ada kamar hotel yang seperti ini.”
Dave mengerutkan dahi, “Apa maksudmu?” haruskah Amelia memberitahu pria itu? Siapa dia? Tidak! Ia tak akan percaya dengan mudah oleh Dave. Lagi pula, Dave membencinya karena menjadi pelakor.
“Aku bingung,” ucap Amelia melipat kedua tangannya dengan santai. “Apa aku bagimu sampai kau sellau saja mengurusi hidupku?”
Dave mati kutu karena buntu menjawab pertanyaan Amelia yang tak terpikir olehnya. “k-karena kau adalah bawahan ku. Nama baikku juga tergantung dirimu.”
“Kau tenang saja, Bos. Aku akan menyelesaikan masalahku tanpa melibatkanku sendikit pun. Yang harus kau pikirkan adalah tunangan mu.” Amelia lelah harus berdebat dengan Dave panjang lebar. “Kalau tak ada lagi, aku pergi.”
Dave diam seribu bahasa, menatap kepergian Amelia. Perkataan gadis itu terus terngiang di dalam telinganya. “Kau hanya alat untuk menyembuhkan penyakit ku,” katanya sambil menyentuh dadanya. “Kenapa ada yang aneh? Apakah aku punya penyakit jantung?”
Akhir-akhir ini, Dave sering kali gelisah dan cemas saat berdekatan dengan Amelia. Dia yakin kalau punya penyakit aneh di dalam tubuhnya. “Aku harus memeriksakan diri.”
Sementara itu di luar hotel, Amelia berjalan kaki tak kenal arah. Siapa sangka dia bertemu dengan Dave. “Otakku tak boleh terkontaminasi oleh pria dingin itu.” Gadis tersebut bejalan menuju ke bangku yang tak jauh darinya.
“Kalau aku boleh memilih, aku ingin berdamai dengan Rosa. Sayang sekali, gadis itu menyimpan dendam kepadaku.” Amelia memukul kepalanya sendiri. Dia tersentak kaget saat ada orang yang menempelkan minuman dingin kepadanya.
“Siapa!” pekiknya cukup keras. Bola mata Amelia sudah melebar karena terkejut melihat pria yang ada di sampingnya.
Sudah mengusir satu, muncul lagi yang satunya. Oh Tuhan... kenapa hidupku berat sekali.
“Ken, apa yang kau lakukan di sini?” tanya Amelia sambil tersenyum palsu.
“Aku melihatmu dari jauh. Minumlah....”
Gadis itu menatap botol minuman yang di pegang oleh Ken. Ingin di ambil, tapi takut diracuni. Ken tahu kalau Amelia meragukannya. “Ini masih bersegel.” Dia menunjukkan segel botol itu.
“Maafkan aku.” Amelia bergegas mengambil boto minuman itu, minum sampai habis setengahnya.
“Kau benar-benar kehausan, sampai minum tanpa jeda sedikitpun.” Ken duduk di samping Amelia. “Untuk perkataan ku tadi malam, aku minta maaf.”
Apakah matahari terbit dari barat? Kenapa Ken minta maaf padaku?
“Dan untuk Rosa, aku juga minta maaf.”
Kalau di lihat, Ken sangat kasihan. Pacarnya yang di cintai telah bertunangan dengan bosnya sendiri. Hidup orang kaya sangat rumit, seperti benang yang tak bisa di luruskan.
“Kenapa?” tanya Amelia.
Ken menoleh, menatap Amelia penuh teliti. Rembulan yang bersinar menerpa wajah gadis itu. Tampak beberapa kunang-kunang mengelilingi tubuhnya. Ken tahu, Amelia spesial karena sepertinya Tuhan selalu berpihak padanya.
Di malam yang seharusnya gelap, tapi penuh sinar karena keberadaan gadis itu. “Aku berpikir, siapa kau yang sebenarnya?”
Amelia mati kutu, jelas terkejut dengan pertanyaan Ken yang mendadak. Tidka mungkin dia menjawab yang sesungguhnya. Tapi dirinya punya solusi. “Mungkin karena mati sekali, aku menjadi berbeda.”
Perkataan itu tak bisa di sangkal oleh Ken yang terus menatapnya. Jika di pikir lagi, yang di alami Amelia adalah sebuah keajaiban. “Kau sangat beruntung, Mel.”
Entah kenapa suara Ken lembut dan penuh keterbukaan. Dia tak memiliki maksud lain seperti kemarin-kemarin. Haruskan Amelia percaya? Tidak! Di dunia ini, tak ada orang yang di percaya olehnya sama sekali, termasuk Alrich sekalipun.
“Kau benar... maka dari itu aku ingin memperbaiki semuanya.”
Mereka pun menatap bulan bersamaan, tanpa memiliki tujuan atau hal lainnya. Amelia jadi tahu mengenai sisi lembut Ken. Pria itu sejatinya adalah pria baik yang terluka, bukan seperti penjahat sejak lahir.
“Bolehkah aku dekat denganmu?” tanya Ken dengan tulus. Dahi Amelia berkerut, memikirkan tujuan Ken. Dia menatap lurus ke arah pria itu. Pria terluka bisa melakukan banyak cara, termasuk balas dendam dengan menggunakan orang lain.
Amelia tak mau terjerat di antara mereka bertiga, masuk merusak benang merah. Dia hanya memposisikan dirinya sebagai pemeran pembantu, tidak lebih. “Jika kau ingin menggunakan ku sebagai tujuan terselubung mu, maka aku tak mau.”
Berlama-lama dnegan Ken membuatnya kesal, lebih baik dia pergi menjauh dari pria itu. “Aku harap, rencana mu tak berhasil.”
Ken mengepalkan tangannya cukup kuat. Dia tak menyangka bahwa Amelia sangat pintar. Padahal dirinya sudah berakting susah payah untu mendapatkan hati gadis itu, tapi semuanya hanya sia-sia saja.
“Jika cara lembut tak bisa, maka aku akan menggunakan cara kasar.” Ken tak akan buru-buru untuk bertindak lagi agar Amelia tidak curiga ke depannya. Dia akan menyusun rencana untuk mendapatkan hati gadis itu.
Bersambung