Bab 7

1150 Words
Di pagi hari, Golden Group Book sudah gempar dengan berita mengenai kecelakaan Amelia. Para karyawan saling kasak-kusuk membicarakan tentang gadis itu. Seorang pria yang masuk ke dalam gedung dengan sejuta pesonanya menyita perhatian banyak orang. Mereka menunduk hormat kepada pria itu. Aura dingin seketika menyelimuti sekitar saat dia melintas. Para karyawan langsung merinding di buatnya. Tidak ada yang berani menyapa pria itu karena takut. Para tukang gosip yang membicarakan Amelia langsung tutup mulut seketika saat orang itu datang. Tampan, berwibawa, berkarisma, punya pesona luar biasa, dingin, angkuh, cuek, sombong dan juga memiliki postur tubuh yang sempurna. siapapun mengenal sosok itu, seorang CEO dari penerbit ternama, Dave Beltran. Dave berjalan angkuh melewati semua orang tanpa menyapa. Meskipun dia mendengar pembicaraan para bawahannya mengenai Amelia, pria itu tak akan peduli. Baginya semua orang yang ada di sekitarnya adalah para munafik yang suka menjilat. “Sial! Aku membenci kondisi ini!” geram Dave sambil memasuki lift. Dave menderita penyakit buta wajah, yaitu prosopagnosia setelah kecelakaan berumur lima tahun. Sejak itu, wajah setiap orang yang ditemui selalu tak jelas dan membuatnya pusing. Awalnya Dave depresi, tapi perlahan bangkit namun memiliki kepribadian berbeda. Dia cenderung menutup diri dan bersikap dingin. Saat pintu lift terbuka, pria itu berjalan menuju ke ruangannya. Tidak di sangka, ada seorang gadis yang menunggunya di ruangan tersebut. Padahal kedatangannya tak di harapkan sama sekali. “Aku menunggumu,” kata gadis itu sambil menoleh. Ia tahu kalau Dave akan datang karena bau parfumnya yang kas. “Aku sibuk, kau bisa keluar, Ros.” Dave mengacuhkan Rosa begitu saja, memilih berjalan ke kursi kebesarannya. “Aku tunanganmu. Keluarga kita telah berjanji satu sama lain.” Rosa tak ingin melepaskan Dave untuk masuk ke keluarga Beltran. Kalau bukan karena ayahnya Rosa yang berjasa menyelamatkan Dave, pria itu tak akan sudi menjadi tunangannya. Ia akan mencari cara memutuskan tali pertunangan menjengkelkan itu. “Dengar wasiat ayahmu, Dave. Kau dan aku harus menikah.” Memang benar sebelum meninggal, ayah Dave meminta ayah Rose untuk menjaganya. Namun permintaan itu di salah artikan oleh tua bangka itu. Ayah tak mungkin mengorbankan putranya begitu saja Dave diam tak menanggapi ocehan tidak bermutu dari mulut Rosa. Biarlah dia mengoceh ria seperti burung. Toh, ia tak peduli sama sekali. “Apakah kau mendengar tentang Amelia? Dia mengalami kecelakaan hebat dan koma!” seru Rosa terlihat senang. Topik pembicaraannya tiba-tiba berganti, dan Dave masih acuh saja. “Kenapa kau mengabaikan ku? Bukankah kau ikut senang melihat Amelia kecelakaan? Dia tak akan mengganggu hubungan kita. Kau lupa, dia telah menggoda mu sepanjang hari,” jelas Rosa panjang lebar. Benar adanya Amelia dengan lancang menggodanya sepanjang hari. Tapi sikap yang dilakukan adalah tulus, tidak seperti gadis bermuka dua depannya itu. Jangan kira Dave tak tahu kalau Rosa ingin sekali masuk dan menguasai harta keluarganya? Pria itu tahu, hanya saja masih belum bertindak. “Semakin hari kau membuatku muak, Ros. Keluar!” usir Dave tak tanggung-tanggu. Mulut Rosa langsung terkatup seketika. Kenapa sulit sekali mendekati Dave? Padahal mereka berdua sudah kenal sejak lama. Sial! Ia harus merubah strateginya. “Oke, aku akan keluar. Tapi nanti malam kau harus makan malam denganku.” Tenang, masih ada banyak cara untuk menaklukan Dave di masa depan. Gadis itu tak akan buru-buru mengambil langkah demi memuaskan keinginannya. Tunggu saja, kau akan bertekuk lutut di hadapanku Rumah Sakit Lama sekali Amelia menunggu kedatangan Alrich. Gadis itu berharap bahwa dia mendapatkan kabar terbaru mengenai tubuhnya. Ia merasa bosan, memilih berjalan keluar kamar pasien untuk menghirup udara segar. Rumah sakit yang koridornya tampak sepi membuat laju langkah kakinya di percepat. Sepertinya, ia berada di ruang VIP, dimana hanya orang elita yang menempatinya. Cukup puas dengan itu, ternyata Amelia adalah gadis yang kaya. Sampai di ujung koridor, tak ada manusia satu pun yang lewat. Gadis itu merentangkan tangan, menghirup udara yang segar. Mentari yang masih tertutup kabut mulai menampakkan dirinya. Amelia merasa hidup kembali dengan seribu kekuatan penuh di dalam tubuhnya. “Ah... aku bebas.” Iya, bebas dari hujatan para haters, dan juga berita-berita negatif mengenai dirinya. Apa kabar dengan July? Pasti gadis itu khawatir dengannya. Saat Amelia menikmati suasana, ia tersentak kaget ada tangan yang menyentuhnya. “Apakah aku mengagetkan mu?” tanya suara orang yang familiar. Amelia menoleh dengan sangat malas. Jujur ia tak mau bicara dengan orang asing meskipun dia adalah dokter. “Apa yang membawa Dokter Kevin kemari?” Amelia melipat kedua tangannya dengan dagu terangkat. “Kau harus periksa lagi, memeriksa bagian kepalamu,” bujuk Kevin terlihat peduli dengan Amelia. “Dok, periksa kepala hanya untuk orang sakit. Aku baik-baik saja.” Gadis itu merentangkan kedua tangan untuk menunjukkan bahwa dirinya baik-baik saja. Kevin diam sejenak mengingat problem benturan yang di alami Amelia. Meskipun kecil kemungkinan mengalami amnesia, tapi seharusnya dia tak memiliki perubahan sebesar itu. Karena Kevin sangat mengenal baik dia di masa lalu. “Mel,” panggil Kevin dengan lembut. “Apakah kau benar-benar melupakanku?” Amelia yang ceroboh sangat manis di depan Kevin. Dulu ia mengaggumi gadis itu karena ceroboh, polos, dan apa adanya. Tapi sekarang, Dia terlihat berbeda. Menimbang pertanyaan Kevin, pria yang ada di depannya tidak sederhana. “Sepertinya, kau mengenalku lebih baik.” Gadis itu menghela nafas panjang. “Ketika manusia pernah mengalami sekarat, pasti ada perubahan yang terjadi. Dan itulah diriku yang sekarang.” Kevin tertegun mendengar perkataan Amelia. Pria itu tak menyangka bahwa gadis itu berubah banyak. Pertemuan yang seharusnya menjadi reoni malah menjadi pertemuan orang asing. “Baiklah... kita saling memperkenalkan diri kembali. Aku Amelia,” ucap gadis itu sambil mengulurkan tangan kanannya. Kevin menatapnya penuh kebingungan, tapi sedetik kemudian menjabat tangan Amelia. “Kevin,” jawabnya tak ada keraguan sama sekali. Tangan mereka terus menempel hingga tak menyadari kalau Alrich sudah ada tak jauh dari mereka dalam waktu cukup lama. Dia sudah tak tahan melihat mereka, dan akhirnya berteriak. “Amelia!” panggilnya cukup keras. Keduanya menoleh bersamaan. Kevin langsung melepas tangan itu dengan sepihak. Amelia memiringkan kepalanya menatap Alrich karena seperti melihat singa yang berkoar. “Udara dingin... sebaiknya kau masuk,” ucap Alrich sambil menghampiri mereka. “Aku berencana keluar rumah sakit hari ini,” final Amelia dengan santai. “Tidak!” tolak Alrich dan Kevin bersamaan. Kondisi Amelia belum seratus persen pulih. Kevin harus meninjau perkembangan kesehatannya. Dan juga, Alrich sendiri tak ingin gadis itu bertemu dengan Dave secepatnya. Takut kalau perasaan Amelia akan berubah seperti tangan dibalik dengan mudah. “Kenapa kalian melarang ku?” tanya Amelia keheranan. Ada yang tak beres dengan kedua pria itu. Pasti ada yang disembunyikan oleh mereka. “Jika kau keluar sekarang, tak baik bagi kesehatanmu,” Sebisa mungkin Kevin akan membujuk Amelia. “Benar..., kau terlihat pucat,” tambah Alrich terlihat mencurigakan dengan senyum ramahnya. Jangan kira Amelia akan diam saja. Dia akan mengikuti permainan mereka. Jika nanti mereka lengah, kabur adalah pilihan yang tepat. “Baiklah.” Amelia tersenyum melebar dengan wajah berseri membuat Alrich dan Kevin saling pandang satu sama lain dengan wajah kebingungan. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD