01 - Ada Apa Dengannya?

1117 Words
Sebuah cairan berwarna cokelat kehitaman tumpah di atas meja. Wanita yang membawanya pun mengibaskan tangannya secara refleks, karena ia terkena cairan yang asaspnya masih mengepul tersebut. Namun, seketika rasa sakit di tangannya itu seolah terlupakan kala ia mendapati respons pria di hadapannya. “Ivy!!! Sudah aku bilang, kan, kamu kalau mau tidur, tidur duluan aja! Aku juga nggak minta dibuatkan kopi. Sekarang lihat! Semua malah jadi berantakan, kan?” Wanita dengan tangan melepuh itu menatap kaget ke arah pria yang baru saja memarahinya. Ia tampak terkejut mendapati reaksi tersebut. “Maaf,” cicitnya. Pria di hadapan Ivy hanya menghela napas panjang sambil memejamkan matanya sesaat, tak ingin termakan emosi lebih jauh lagi. “Kamu ke kamar aja sekarang!” “Tapi ini?” bingung Ivy. Ia menunjuk meja kerja suaminya yang menjadi kotor karenanya. “Biar aku yang bersihkan, daripada semua jadi tambah kacau, mood-ku rusak, dan kerjaanku berantakan,” kata Kenan - nama pria yang tiga bulan lalu menikahi Ivy. “Kenan, aku benar-benar minta maaf. Aku nggak sengaja. Maaf jadi bikin kamu kesal,” ulang Ivy untuk meminta maaf dari suaminya. Namun, Kenan hanya menanggapinya dengan deheman dingin. Ivy menunduk. Ia membawa nampan dan cangkir kosong itu ke dapur. Dan saat di dapur, kesadarannya baru kembali pulih. Tangannya terasa sakit dan kebas. Ternyata, pergelangan hingga punggung tangan kirinya sedikit melepuh. Ivy pun segera membasuhnya untuk mengurangi rasa sakitnya. Ia meringis. Ini benar-benar sakit, meski tidak sesakit hatinya setelah mendapat bentakan dari pria yang ia cintai. Ivy dan Kenan menikah karena cinta. Sebelumnya, mereka sudah menjalin hubungan selama dua tahun lamanya sebagai pasangan kekasih. Awal pertemuan mereka adalah saat Kenan terluka pasca melakukan pendakian bersama teman-temannya, lalu dibawa ke rumah sakit tempat Ivy bekerja. Dan di sanalah mereka berjumpa untuk pertama kalinya. Sampainya di kamar, Ivy mengoleskan salep pada tangannya, agar tidak menimbulkan bekas luka lepuh keesokkan harinya. Tanpa sadar air matanya menetes saat ia melakukan hal itu. Bukan. Bukan karena rasa sakit karena tangannya yang masih memerah dan sedikit bengkak itu. Melainkan, karena ia teringat kembali masa-masa indah dirinya bersama Kenan dulu, dan kini ia merindukan momen-momen tersebut. ‘Beberapa hari ini kamu berubah, Ken. Kamu sensitif, galak dan nggak peduli lagi sama aku. Tapi kenapa? Aku bahkan tidak pernah tahu apa kesalahanku hingga membuatmu seakan marah padaku seperti saat ini,’ batin Ivy menahan pilu. Di dunia ini, Ivy hanya memiliki Kenan. Kedua orangtuanya sudah mencampakkannya saat Ivy masih remaja. Ibunya menikah lagi, sedangkan ayahnya meninggal dua tahun setelah perceraian mereka. Ivy yang merupakan anak tunggal, mulai hidup sebatang kara saat ia duduk di bangku kelas dua SMP. *** “Memangnya kamu nggak bisa masak menu lain? Tiga bulan kamu tinggal di sini, bisamu cuma masak makanan orang desa terus,” teguran itu Ivy dengar ketika ia selesai menata meja makan. “Maaf, Oma. Ivy juga masih belajar. Besok kalau ada waktu luang lagi, Ivy pasti akan belajar masak lebih giat, biar bisa masaskin makanan yang Oma suka,” janji Ivy. Ia tetap mempertahankan senyumnya, meski ia baru saja mendengar ucapan tak mengenakkan hati dari Oma Ratu - nenek dari Kenan. Oma Ratu memandangi Ivy sinis, meski pada akhirnya Beliau tetap duduk di salah satu kursi, menunggu anggota keluarga mereka lengkap sebelum mulai makan. Tak berselang lama, Kenan datang bergabung dengan mereka. Ivy mengernyitkan alis saat melihat Kenan datang sambil memegangi jas dan tas kerjanya. “Pagi, Oma,” sapa Kenan sambil mencium pipi omanya. “Pagi, sayang!” Dan Kenan melakukan hal yang sama terhadap Ivy. Oma Ratu dan Ivy membalas sapaan Kenan. Selanjutnya, mereka memulai kegiatan sarapan, agar dapat segera melanjutkan kegiatan masing-masing. “Vy, kamu naik taksi nggak apa-apa, kan? Soalnya aku buru-buru. Kayaknya mobil rumah juga mau Oma pakai,” tanya Kenan. “Eh, aku belum selesai siapin bekal buat kamu. Seben-” “Nggak usah nggak apa-apa. Aku buru-buru soalnya,” potong Kenan. Lelaki itu mengecup kening Ivy sekilas, kemudian segera pergi sebelum Ivy sempat membalas perkataannya. Melihat panggung Kenan kian menjauh, Ivy hanya dapat menghela napas panjang. Ia masih bisa merasakan betapa pria itu mencintainya. Namun, dirinya tak bisa menampik bahwa ia juga dapat melihat bagaimana sikap Kenan yang perlahan seolah menjauh darinya. ‘Sebenarnya apa yang terjadi, Ken? Ada apa dengan kita?’ batin Ivy bertanya-tanya. Setelahnya, Ivy melanjutkan kegiatannya. Ia harus cepat-cepat membereskan dan membersihkan bekas makanan mereka, agar ia tidak terlambat bekerja. Livia Sandy. Wanita berusia tiga puluh tahun itu berprofesi sebagai seorang perawat di sebuah rumah sakit swasta. Ia bisa menempuh pendidikan tinggi hingga pekerjaan yang cukup baik itu atas kerja kerasnya, khususnya di bidang akademik. Dengan segala kekurangannya, Ivy selalu giat belajar. Ia tahu, ilmu adalah kunci dari kebahagiaan. Dan ilmu adalah satu-satunya hal yang bisa ia perjuangkan di masa muda, sehingga ia rela berjuang setengah mati untuk menuntutnya. Dan kini, bagi Ivy, semua itu telah dibayar dengan sepadan. Ia bisa memiliki pekerjaan yang bagus, dan memiliki kehidupan yang jauh lebih baik dibanding masa mudanya dulu. Bahkan, berkat pekerjaan mulianya itu pula Ivy dapat bertemu dengan Kenan, yang akhirnya berhasil meluluhkan hati Ivy yang keras kala itu, bahkan menumbuhkan kepercayaan Ivy untuk menerima pinangan lelaki yang usianya empat tahun lebih muda darinya tersebut. “Daripada nekat kerja dengan gaji nggak seberapa, mending kamu fokus urus rumah yang bener, Ivy! Lagi pula cucuku lebih dari mampu buat ngebiayain hidup kamu, kan?” ucap Oma Ratu ketus. Di antara semua anggota keluarga Kenan, Oma Ratu memang lah orang yang paling vokal menyuarakan ketidak sukaannya pada Ivy. “Iya, Oma. Ivy janji, walau Ivy kerja, urusan rumah nggak akan Ivy abaikan begitu saja. Lagi pula Ivy kerja kan juga karena memang Ivy sudah menjadi pegawai tetap di sana sejak lama. Dan rasanya sayang aja kalau Ivy resign setelah apa yang Ivy perjuangkan selama ini. Tapi, kalau memang suatu hari Ivy harus resign demi keluarga, Ivy pasti akan lakukan itu kok, Oma,” terang Ivy. Sebagai orang yang nyaris tidak pernah merasakan kasih sayang dari kedua orangtuanya, sebisa mungkin Ivy selalu memperlakukan Oma Ratu dengan baik. Dalam hati kecil Ivy, Ivy selalu berharap jika suatu hari nanti ia akan menerima kasih sayang dari nenek suaminya tersebut. Oma Ratu menggeleng-gelengkan kepalanya. “Memang susah ngomong sama orang bebal. Udah ngerasa hebat banget kali ya, jadi pegawai tetap doang? Memang secara lingkungan tempat kalian tumbuh saja kalian memang sudah beda jauh. Wajar kalau kamu kesusahan mengikuti pola pikir kami.” Lagi. Ivy masih mempertahankan senyumnya, hingga Oma Ratu yang memilih pergi terlebih dahulu. Ivy sudah mulai terbiasa. Memang, jauh sebelum pernikahannya dengan Kenan pun, Oma Ratu memang sudah terang-terangan menentang hubungan mereka. Dan Ivy tidak terkejut lagi mendapati sikap Oma Ratu yang seperti sekarang, karena ia sudah mempersiapkan mentalnya sejak saat ia memutuskan untuk menerima pinangan Kenan tujuh bulan yang lalu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD