When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Tya tentu tak mau diberikan wewenang untuk mengelola keuangan usaha suaminya. “Enggak lah. Aku nggak mau seperti itu. Kalau memang aku harus dikasih ya kasih untuk rumah tangga saja nggak usah semuanya,” tolak Tya. “Terus kira-kira kapan kamu mau mulai kuliah?” “Kalau memang diizinkan, tadi aku bilang kalau sudah bersama. Tapi kalau bisa mulai tahun ajaran ini ya alhamdulillah,” jawab Tya. “Tahun ajaran ini, semester depan itu kan dua bulan lagi. Kamu mau daftar mulai semester depan?” “Kenapa nggak jadi ngambil pendidikan anak atau yang lainnya?” “Tadinya aku mau di pendidikan anak tapi setelah tragedi itu aku jadi sedih kalau ingat prodi yang gagal aku tekuni itu.” “Sekarang lebih baik di manajemen saja. Pendidikan anak aku otodidak saja.” Déra sedih mendengar jawaban alasan T