Sendirian? Sebentar, Harris jadi berpikir bahwa Raisha sengaja membawanya ke kos ini untuk menggodanya, bukannya merasa sok ganteng atau menyalahkan perempuan, tapi, Raisha punya kemampuan untuk melakukan hal di luar nalar sebelumnya, apalagi kos ini sangat sepi,membuat Harris berpikir bahwa Raisha merencanakan sesuatu. Tadi, Raisha sengaja menelponnya, mengaku bahwa dia sakit dan meminta datang ke kos. Tapi Harris buru-buru mengenyahkan prasangka buruk itu. Belakangan, Raisha tidak lagi mengejar-ngejarnya secara brutal. Meski mengaku masih menyukai Harris, tapi Raisha tidak lagi bertingkah agresif, jadi Harris berpikir bahwa pemikirannya barusan adalah hal yang berlebihan.
"Mas Harris juga makan ya. Aku bikinin teh." Suara mendayu Raisha membuyarkan lamunan Harris.
"Ah nggak usah repot, Sha. Kamu masih sakit."
"Aku udah minum obat tadi, demamnya usah turun kok, cuma pusingnya masih kerasa. Lagian, nggak repot kok, cuma buatin teh aja. Mas Harris malah lebih repot, jauh-jauh datang kesini, beliin soto lagi," ucap Raisha sembari mengambil gelas dan mengucurkan air panas dari dispenser, lalu dia bergerak memunggungi Harris, sepertinya, menuangkan gula dan mencelupkan teh, Harris tidak tahu, karena Harris segera mengalihkan pandangannya. Lekuk tubuh Raisha yang hanya berbalut daster tipis dan mini bisa membuatnya memikirkan hal yang tidak-tidak, meski dia tidak ingin. Bagaimana pun juga, Harris merasa harus menjaga pandangannya, agar tidak menimbulkan dosa.
"Diminum ya Mas." Raisha mengulas senyum sambil memberikan segelas teh pada Harris. Teh itu diterima Harris dengan kikuk, pasalnya, saat Raisha memberikan teh, dia sedikit membungkuk—entah untuk alasan apa, hingga Harris bisa melihat pakaian dalam yang Raisha kenakan, meski Harris tidak bermaksud begitu.
Setelah memberikan teh, Raisha menuang soto ke dalam mangkuk dan kembali membawakannya untuk Harris.
"Makan yuk Mas!" ajak Raisha, dan Harris menyadari bahwa Raisha nampak baik-baik saja. Tidak ada tanda-tanda sakit, suaranya pun sudah kembali normal, tidak lagi serak seperti saat Raisha menelponnya.
Mendadak, Harris merasa kecurigaan semakin pekat menyambangi dirinya. Apakah, Raisha benar-benar sakit? Apakah, wanita itu tidak sedang merencanakan sesuatu. Harris tidak merasa sok ganteng atau merasa sok husband material, tapi jelas, agresif dan obsesi yang Raisha tunjukan padanya sebelum ini, membuat Harris menaruh curiga.
Jangan-jangan, sikap Raisha yang tidak lagi menyebalkan setelah minta maaf kemarin hanyalah pura-pura. Karena, jika dipikir, bagaimana mungkin Raisha yang agresif seperti itu mendadak kalem, juga, bagaimana mungkin Raisha yang keras kepala, mendadak menurut begitu saja untuk tidak menganggunya? Meski berharap pemikirannya salah, tapi Harris sulit mengenyahkan kecurigaan yang hinggap di pikirannya.
"Mas...." Raisha menyentuh lengan Harris yang nampak melamun, membuat pikiran hilir mudik di benak lelaki itu pudar.
"Eh ya?"
"Mikirin apa sih, Mas?"
"Ah, enggak."
"Ayo, Mas, makan dulu." Raisha menggeser mangkok berisi soto mendekat pada Harris, membuat Harris segera memakan soto di hadapannya. Harris berencana akan segera berpamitan setelah makan, ketimbang dia terus menerus merasa curiga berlebihan pada Raisha.
Harris meraih gelas berisi teh, lalu meminum seteguk, sebelum dia menyendok soto.
"Makasih ya, Mas Harris udah mau datang. Aku tadi beneran bingung, di kos sendirian, badan nggak enak, mana udah malem, belum makan lagi. Untung Mas Harris baik banget, mau datang dan nyariin aku makan. Nggak tahu deh, kalau Mas Harris nggak datang, gimana jadinya," ucap Raisha sambil membetulkan posisi duduknya, yang malah semakin menyingkap daster, memperlihatkan kaki jenjangnya.
Pemandangan yang membuat jantung Harris berdetak lebih cepat dari seharusnya itu, membuat Harris bersusah payah mengalihkan perhatiannya, dengan meminum teh di hadapannya banyak-banyak hingga tandas.
"Haus ya Mas?" tanya Raisha saat melihat Harris meminum tehnya hingga tandas. "Mau tambah minum?"
"Air putih aja."
Raisha tertawa kecil, dan Harris yakin, tawa itu bukan tawa seseorang yang sakit hingga menelpon meminta bantuan. Harris mendadak merasa merinding, jangan-jangan kecurigaannya benar.
"Panas ya...." Ucapan Raisha menggantung, wanita itu mengambil gelas di tangan Harris dengan gaya super s*****l yang menurut Harris sangat menggoda.
Raisha berjalan ke dispenser, menuangkan air yang menimbulkan bunyi gelembung saat air berpindah dari galon ke gelas. Harris menatap Raisha, tubuhnya yang sintal terbungkus daster mini menerawang, membuat tubuh Harris merasa panas. Ada yang salah, dan otak sehat Harris memerintahkannya untuk segera angkat kaki dari tempat ini. Harris berusaha mengikuti akal sehatnya, beranjak dari tempatnya duduk dan pergi sejauh mungkin dari tempat ini dan Raisha.
Sayang, keinginannya ini terasa sulit dilakukan. Tubuhnya terasa menolak bergerak, matanya terasa sangat mengantuk. Harris mendengar Raisha mengatakan sesuatu, tapi dia tidak mendengar jelas, lalu, Harris merasa dia jatuh tertidur dalam lelap.
***
Suara tangisan yang terasa menganggu menyapa telinga Harris. Awalnya, Harris mengabaikan suara itu, namun suara itu tidak juga pergi dan menghilang, membuat Harris terpaksa membuka matanya yang masih terasa lengket oleh rasa kantuk.
Dia mengerjapkan mata sesaat setelah matanya terbuka. Kaget dengan suasana asing di mana dia berada saat ini, Harris membuka matanya lebih lebar, ini bukan kamar mess tempatnya tinggal, dan suara tangisan yang tadi mengusiknya itu, suara tangisan Raisha yang ada di sebelahnya. Harris merasa kepalanya begitu pusing, tapi memaksakan diri untuk beranjak dari ranjang, dan dia menyadari sesuatu yang janggal. Dia tidak berpakaian.
Harris benar-benar merasa gugup, apa yang terjadi? Mengapa dia bisa berada di atas ranjang bersama Raisha dalam kondisi nirbusana seperti ini? Siapa pun yang melihat mereka saat ini pasti berpikiran yang tidak-tidak. Dua orang, lelaki dan wanita dewasa, berada dalam kamar terutup di atas ranjang tanpa busana, pasti telah terjadi sesuatu yang penuh nafsu semalam.
"Sha! Ada apa ini?" Harris menoleh pada Raisha dan meminta penjelasan. Seingatnya semalam, dia hanya makan soto dan minum teh, demi Tuhan, Harris tidak melakukan apa pum yang tidak bermoral, tapi mengapa sekarang dia berada di ranjang dalam kondisi seperti ini bersama Raisha.
"Mas...kamu...." Alih-alih menjawab, justru Raisha menangis terisak-isak.
"Nggak usah drama kamu! Kamu jebak aku kan?"
"Tega-teganya Mas Harris ngomong gitu! Setelah kamu memaksa aku...." Raisha berkata terbata, dan ucapannya tidak selesai karena dia kembali menangis tersedu-sedu. Biasanya, Harris akan luluh melihat tangis perempuan, tapi kali ini tidak. Dia justru merasa jengkel dan kesal pada Raisha. Semua perubahan Raisha kemarin, yang dia kira sungguh-sungguh, ternyata tidak lebih dari akting belaka. Wanita itu malah semakin nekat.
Harris beranjak dari ranjang dan mencari pakaiannya, lalu mengenakan kembali pakaiannya.
"Mas! Kenapa kamu tega sama aku, Mas! Kamu maksa aku yang lagi sakit, terus sekarang, kamu ninggalin aku gitu aja! Kamu jahat, Mas!"
"Jahat? Aku jahat? Yang ada kamu yang berusaha jebak aku! Aku datang baik-baik karena peduli sama kamu sebagai teman. Kamu bilang sedang sakit dan nggak ada yang bisa dimintain tolong, tapi malah kamu ngasih aku minuman entah apa yang ngebuat aku tidur, terus kamu berusaha fitnah aku?"
"Aku nggak fitnah kamu! Semalam kamu memang maksa aku!"
"Halah! Sontoloyo! Nggak mungkin! Aku nggak ingat apa-apa."
"Gampang banget ya Mas Harris bilang nggak ingat? Padahal semalam kamu maksa aku meski aku udah mohon ke kamu, jangan paksa aku!"
"Omong kosong! Itu cuma karanganmu belaka. Kamu bikin aku nggak sadar, lalu kamu bikin seolah aku dan kamu nglewatin malam bersama padahal nggak!"
"Tega kamu ngomong gitu, Mas. Kesucianku kamu renggut paksa, lalu kamu bilang lupa dan semua itu cuma fitnahan? Aku nggak bakalan diam, Mas. Kalau sampai kamu lari dari tanggung jawab, aku bakalan laporin kamu ke kantor."
Harris menoleh menatap Raisha dengan kemarahan. "Kalau kamu berani melaporkan hal yang buruk ke kantor, kamu bakalan tahu akibatnya!" Harris melayangkan ancaman, tidak tahu lagi bagaimana membungkam dan mengendalikan kenekatan Raisha.
"Mas Harris ngancam aku? Aku nggak takut, Mas! Kamu sudah melecehkan aku dan pasti banyak orang yang belain aku!"
"Persetan!" teriak Harris sambil berjalan ke pintu. Harris sudah tidak tahan lagi berada di tempat ini bersama Raisha yang membuatnya gila. Akan tetapi, saat dia membuka pintu kos Raisha, Harris kembali mendapatkan kejutan, dan sepertinya, permasalahannya akan semakin rumit untuk diselesaikan.