tertipu
saat ku sadar bahwa aku ada di dunia ini. saat ku sadar aku hidup di dunia ini. saat ku sadar aku lahir di dunia ini dan saat ku sadar tempatku di dunia ini.
perjalanan hidup setiap orang berbeda-beda. beban kehidupannya juga berbeda. mereka memiliki waktu waktu yang berbeda . tempat memulai yang berbeda dan tempat berhenti yang berbeda.
saat ku sadar bahwa aku ada di dunia ini.
saat kesadaranku menemukan tempatnya saat itu pulalah aku tersadar bahwa aku bukan siapa-siapa. bawa aku hanyalah ikan kecil di lautan besar, atau mungkin saat itu aku adalah plankton maupun saat ini.
akan kuceritakan kronologinya.
"hanyalah anak desa biasa di sebuah desa yang tidak begitu terpencil dan tidak terlalu dekat dengan kota, dan main bersama teman-teman sebaya menikmati keindahan alam dan menikmati waktu-waktu yang menyenangkan bersama, waktu-waktu yang jika diingat-ingat membuat diriku yang sekarang yang sudah berkepala tiga bisa saja menangis sendiri, merah tapi diri mengapa begini kenapa begitu dan apa kurang diriku yang sangat terlambat melakukan hal yang kawan sebaya aku lakukan walaupun masih banyak dari mereka yang kehidupannya seperti kehidupanku namun ku yakin mereka tak begitu memikirkannya, ya lupakan!!!
pada saat itu sedang musim cengkeh, kebetulan ada cengkeh yang tumbuh di dekat rumahku, rumah orang tua. milik tetangga yang mempunyai anak yang sebaya dengan ku. dia menjual cengkeh yang ada di atas batang pada pedagang cengkeh, karena batangnya tinggi dan metode pengambilannya yang masih tradisional sehingga sang pedagang harus memanjat dan menjuluk buahnya yang ada di ujung ranting. kemungkinan buah akan berserak di bawah lebih banyak daripada yang terambil walaupun oleh seorang profesional sekalipun.
maka pekerjaan pertamaku, pekerjaan pertama kami adalah sebagai pemungut buah cengkeh yang jatuh, baik itu di tanah ataupun ke dalam selokan pengairan irigasi yang mengarah ke sawah-sawah penduduk. kami berempat melakukannya, dengan iming-iming dari pedagang cengkeh akan dibeli setiap sekilo rp10.000. dengan senang hati kulakukan dan tanpa paksaan, aku nggak ngumpulkannya memang tidak sebanyak temanku yang lain tapi kurasa cukup banyak.
di akhir ada teman satu lagi yang tahu-tahu dia sudah mulai mencari cengkeh. anak itu memiliki hawa kehadiran yang kuat, atau bisa dibilang dibandingkan denganku dia lebih diterima oleh kawan-kawan yang lain, kurasa ini bukan pembullyan. cuma, karena dia lebih superior dan lebih diandalkan teman sebaya. itu saja.
tibalah waktunya ke bagian hasil dan penerimaan upah kami memberikan yang kami dapat kepadanya, si pedagang buah tadi setelah dibagi hasil seharusnya aku mendapat lebih dari anak yang terakhir ke sini, karena. si pedagang cengkeh tidak mempunyai uang pas untuk menggaji kami masing-masingnya. entah kenapa hanya kami berdua yang tidak cukup uang pas untuk memberikan kami masing-masing olehnya kami diberi uang rp20.000 dengan maksud dibagi seharusnya aku dapatkan 15.000 dan dia hanya rp5.000 namun kenyataannya berbeda.
walaupun aku anak yang boleh dibilang berada waktu kecil, namun aku sangat sensitif dengan ketidakadilan tapi karena pikiran masih kecil dan agak sedikit pengecut sepertinya aku membiarkannya, yang memegang uangnya sampai suatu ketika ketika dia berbelanja dia hanya memberiku aku meminta hakku. aku mau minta hasil yang sepadan dengan ku usahaku, namun apa yang kau pikirkan apa yang kuusahakan kalah dengan nilai keberadaannya di mata teman-teman. dia memang terkenal jagoan terkenal kuat dan terkenal banyak teman, bahkan dari segi kepopuleran aku seolah tidak ada artinya sedangkan dia selalu ditunggu daging nanti.
aku mah minta aku, aku mengatakannya kepada teman a teman b dan teman c, mengingatkan ke mereka apa yang telah aku lakukan dan dari mana aku memulainya. seharusnya dengan begitu aku bisa lebih meyakinkan kepada teman ini, untuk memperhatikan dan bersikap adil. kenyataan tidak begitu para teman b****** ini teman a teman b dan teman c mereka lebih memilih mendukung ke teman d . sehingga hujjahku mental dan tidak berdampak sama sekali kecuali hanya 5 000 seperempat persen dari apa yang ada. benar, aku mengusahakannya, benar aku mendapatkannya, dan benar sekali itulah yang terjadi. namun respon orang lain menentukan dalam memperebutkan suatu hal, walaupun hak milik kita dan punya kita.
seperti negara-negara yang viral saat ini, walaupun kita semua tahu bahwa Palestina itu adalah milik Palestina dan Israel adalah pencuri, orang yang tidak tahu malu orang yang arogan dan orang yang bisa merasakan memiliki apapun dan di manapun yang mereka inginkan.
itulah yang terjadi denganku dan negara Palestina yang tidak b bisa berbuat apa-apa walaupun sesuatu yang jelas-jelas hakku kena direbut.
sampai aku sadar pada saat itu juga bahwa aku bukan siapa-siapa tanpa kekuatan tanpa kebenaran dan tanpa kekayaan. walaupun begitu aku dibesarkan dengan nilai-nilai agama dan nilai-nilai kesopanan yang berlaku. makan sekarang pun aku tetap saja ragu berbuat semena-mena apapun yang kulakukan, aku tumbuh dengan memegang nilai-nilai itu dari SD ke SMP ke SMA , karena aku hanya tamatan SMA. dan tidak melanjutkan sekolah lagi.
begitupun mereka teman a teman b teman c dan teman d, mereka lebih menempuni bidang masing-masing dan sudah sibuk dengan kehidupan masing-masing. ada yang telah menikah ada yang belum menikah ada yang telah memiliki pekerjaan tetap dan ada yang masih serabutan dan ada yang jadi pedagang dan termasuk waktu di dalamnya yang menjadi pedagang juga.
apakah memegang nilai-nilai dan norma kejujuran kesopanan dan keadilan, memegang nilai-nilai norma, dari kecil. dan sekarang setelah aku pikir diriku dewasa ada yang salah dengan ini. aku selalu merasa diriku baik .daripada mengikuti orang lain, lebih baik aku yang tersakiti. daripada berbuat buruk ,lebih baik mengabaikannya saja., daripada bersikap tidak adil, lebih baik tidak memberikan kepada keduanya.
aku berpikir jika bisa sedikit saja aku berpikir jahat, berpikir lucu, abay terhadap tingkah laku yang sedikit melenceng, dilakukan sedikit saja kenakalan. apa mungkin hidupku tidak begini, apa mungkin kehidupanku akan lebih baik, dan mungkin saja aku tidak akan pernah menyesal, menyesali apa-apa sepanjang jalan hidupku.
d satu sisi aku adalah orang penuh dengan penyesalan, dan di sisi lainnya aku adalah orang yang takut akan berbuat salah. atau takut akan dosa kepada Tuhan, apakah itu hanya kemunafikan, ataukah itu nalar dari akal dan logika yang telah dicuci dan dibersihkan oleh penghianatan, kesulitan, ketakutan, rasa bersalah, kelicikan, kesendirian, dan pengalaman.
seandainya aku bisa kembali lagi dengan kesadaran saat ini. mungkin lain ceritanya, tapi apakah kita pernah berpikir kita telah mengalami banyak pengulangan. dan kondisi kita tidak berubah, sama saja dengan yang sebelumnya karena kita mengulang tanpa mengingat dan tanpa mempunyai ingatan kehidupan sebelum kita mengulang. yang akhirnya hanya seperti roda yang sering berputar berputar dan berputar tanpa menapaki tanah.dan kau tahu yang terjadi adalah kau tidak beranjak dari tempatmu.