Alan yang disibukan oleh urusan pernikahannya, mendapat protes dari Chad yang merasa Alan sedikit mengabaikannya. Itu dikatakan Chad saat ia datang ke kantor Alan.
"Kau tahu, Alan. Kau mempersiapkan pernikahan ini, seakan ini benar-benar sebuah pernikahan yang kau impikan."
"Aku melakukan ini, agar sandiwara ini sempurna, Chad. Tidak boleh ada celah yang bisa membuat orang berpikir pernikahan ini sandiwara."
"Tapi, kau melakukannya seperti dengan sepenuh hati, Alan. Bahkan waktu kita bersama jadi berkurang."
"Sabar, Chad. Ini hanya untuk sementara. Setelah pernikahan terlaksana, semua akan kembali seperti biasa."
"Aku pegang janjimu, Alan. Jangan mencoba berhianat di belakangku. Kamu pasti tahu, apa yang bisa aku lakukan, jika seseorang menghianatiku."
"Itu tidak akan terjadi, Chad. Apa yang aku lakukan saat ini adalah untuk kepentingan kita berdua. Bertiga nantinya dengan bayi kita." Alan berusaha meredam kemarahan Chad.
"Aku hanya mengingatkanmu, Alan. Karena, aku merasa kau mulai dingin sekarang. Tidak seperti biasanya. Sejak Runa tinggal bersamamu."
"Itu hanya perasaanmu, Chad. Jangan kikis kepercayaanmu kepadaku hanya karena cemburu buta." Telapak tangan Alan mengusap paha Chad. Mereka saling tatap sejenak. Sebelum napsu menguasai diri mereka berdua.
Tidak perduli jika saat ini mereka ada di kantor Alan.
****
Alan mengetuk pintu kamar. Pintu kamar terbuka. Runa sedang mencoba baju pengantinnya. Alan juga harus melakukan hal yang sama. Alan memang meminta desainer untuk datang ke rumah. Bukan mereka yang datang ke butik sang desainer.
Alan menatap Runa dari ujung kaki sampai ujung kepala. Selama satu bulan Runa tinggal bersamanya, interaksi di antara mereka hanya saat makan pagi, dan makan malam saja.
Baru kali ini, Alan memperhatikan Runa lebih dari biasanya.
"Calon istrimu cantik, dan lembut sekali, Alan. Pilihan yang tepat."
"Terima kasih Greg." Alan menepuk bahu Greg. Desainer yang merancang sepasang baju pengantin mereka.
"Anda harus mencoba pakaian anda juga, Tuan." Miley, asisten Greg membawakan busana pengantin Alan. Busana pengantin mereka memang belum selesai seratus persen. Karena waktu pembuatan yang sangat sedikit. Tapi, Greg berusaha semaksimal mungkin.
Alan mencoba busana pengantinnya. Greg tersenyum puas dengan hasil karyanya. Sepasang busana pengantin yang sangat serasi di tubuh Alan, dan Runa. Meski pengerjaannya membuat Greg harus mengurangi jam tidur, dan jam istirahatnya.
"Serasi sekali, Alan. Pernikahan ini akan membungkam mulut-mulut penyebar gosip di luar sana." Greg menatap dua orang di hadapannya.
"Aku tidak tahu, apa yang membuat Alan akhirnya memutuskan untuk menikah. Kamu hebat, Sayang. Bisa menaklukan seorang Alan Davis." Greg mengusap lembut bahu Runa. Runa hanya tersenyum, karena bingung harus menanggapi ucapan Greg seperti apa.
Pernikahan sebenarnya hanya akan dilakukan secara sederhana, tanpa banyak tamu undangan. Karena, Runa perlu cukup istirahat untuk kebaikan kandungannya.
Kesibukan fitting baju pernikahan selesai. Runa duduk di sofa berhadapan dengan Alan. Kali ini, Alan menatap lekat Runa yang duduk dengan menundukkan kepala. Sejak awal, Alan menyadari kalau Runa cantik. Tapi, sekarang ia baru menyadari, kalau Runa sangat menarik.
Peringatan Chad yang cemburu, justru menggiringnya untuk memperhatikan Runa lebih dari biasanya.
"Apa kau tidak merasakan ngidam di usia kandunganmu yang sekarang Runa?"
Kepala Runa yang menunduk menggeleng.
"Angkat wajahmu, tatap aku kalau kita sedang bicara."
Runa mengangkat wajah, ditatap Alan yang duduk di hadapannya.
Mata mereka berdua sama-sama biru. Alan biru tua, Runa biru muda. Wajah Alan lembut, tak seperti wajah Chad yang dingin. Bola mata Chad juga hitam, bila menatap selalu tajam. Belum lagi tubuh Chad yang tinggi menjulang, dengan kulit tubuhnya yang coklat, dan rambutnya juga hitam legam.
"Aku berharap, semua berjalan lancar sampai kamu melahirkan, Runa. Setelah kamu melahirkan, aku akan mengurus surat cerai kita. Anak yang kamu kandung, akan kami asuh berdua. Kamu tak perlu kuatir, kami akan mengasuhnya dengan baik."
Runa hanya menganggukkan kepala. Sesungguhnya, semakin besar kandungannya, semakin berat rasa hati Runa jika harus berpisah dengan bayi yang ia kandung. Tapi, ia harus mematuhi perjanjian mereka. Demi nyawa adiknya.
***
Chad masuk ke dalam apartemennya. Ia mengambil gelas, dan botol minuman dari dalam lemari. Ia tuang cairan dalam botol ke dalam gelas, ia habiskan dengan sekali tenggak minuman di dalam gelas. Ada rasa marah di dalam hatinya. Chad merasa kalau Alan berubah. Bagi Alan, sekarang dirinya bukanlah lagi hal yang menjadi prioritas utama. kesibukan Alan dalam mengurus pernikahannya bersama Runa. Membuat waktu mereka bersama jadi berkurang.
'Runa tinggal bersamaku cukup lama, aku tetap tidak tertarik padanya, Alan. Sekarang, dia baru tinggal satu bulan denganmu. Dan, kau sudah mulai mengalihkan perhatianmu dari aku kepada Runa. Apa kau ingin berkhianat, Alan? Apa perasaanmu sudah mulai berubah. Runa Zeta, jika sesuatu hal terjadi pada hubunganku dengan Alan. Maka kau pasti penyebabnya. Aku tidak akan memberi ampun pada kalian berdua.'
Chad kembali menuang minuman, lalu ia duduk di sofa, dengan kedua kaki terangkat ke atas meja.
Gelas kembali ia isi, dan ia tenggak seperti tadi. Chad menyandarkan punggung ke sandaran sofa. Ia memejamkan mata. Mengingat kembali kisah pertemuannya dengan Alan.
Chad masuk dalam kehidupan hubungan sesama jenis. Karena rasa kecewanya pada wanita. Pada ibu kandungnya yang berselingkuh saat ia kecil. Ia menyaksikan sendiri dengan matanya perselingkuhan itu. Kedua orang tuanya bercerai. Chad ikut ayahnya yang menikah lagi, dengan seorang wanita baik hati. Yang mengurus Chad, dan ayahnya dengan sangat baik.
Kemudian, ia sempat menjalin hubungan serius dengan seorang wanita. Wanita itu kedapatan berselingkuh juga. Karena itulah, Chad tidak percaya dengan wanita, kecuali ibu tiri yang membesarkannya.
"Ingat Alan, aku tidak akan tinggal diam jika kau mengkhianati ku. Kau akan merasakan sakit yang paling sakit jika melakukannya!" Chad menggenggam kedua telapak tangannya. Giginya bergemerutuk menahan emosi.
***
Runa, dan Alan duduk berhadapan di sofa di dalam kamar.
"Mereka tidak mengganggumu, bukan?"
"Tidak," kepala Runa menggeleng, Runa tahu siapa yang Alan maksud dengan mereka.
"Mereka tidak akan berani menyakitimu, meski mereka juga tidak akan mungkin bersikap baik padamu. Rumah ini memang milikku, tapi aku tidak bisa mengusir mereka dari sini. Mereka ibu, dan adikku."
"Aku tahu."
"Kita harus tinggal di sini, agar sandiwara pernikahan ini berjalan sempurna. Setelah kita menikah, aku akan membawamu ke rumahku yang baru. Setelah kau melahirkan, kita bercerai, dan kau bisa kembali pada kehidupanmu sendiri."
"Iya."
"Terima kasih, karena mau membantuku, dan Chad mewujudkan impian kami untuk memiliki anak. Kalau anak yang kau kandung perempuan, dia pasti akan secantik dirimu." Alan menatap wajah Runa lekat. Tatapan mereka sempat bertemu, sebelum Runa menundukan wajahnya.
Alan menghela napas, lalu menyandarkan punggung di sandaran sofa.
"Kau tahu, aku ingin sekali bangkit dari jurang dalam yang sudah membuatku terperosok. Kau tahu, aku juga ingin memiliki perasaan normal seperti pria lain. Tapi, aku sudah terlalu lama berada dalam kesalahan ini. Aku tahu ini salah, tapi sulit bagiku untuk berubah."
"Maaf, Tuan Alan. Anda tidak hanya butuh keinginan. Anda perlu semangat juang, untuk merubah sesuatu yang buruk menjadi hal yang baik." Suara lembut Runa mengalun bukan hanya menyentuh telinga Alan, tapi juga perasaan Alan. Alan menegakan punggungnya.
"Menurutmu, apakah belum terlambat bagiku untuk berubah?"
"Tidak ada kata terlambat untuk berubah ke arah yang lebih baik."
Alan kembali menghela napas mendengar jawaban Runa. Keinginan itu sudah lama ada di dalam dirinya. Namun keberanian yang tidak ia punya. Chad tidak bisa dianggap remeh. Tidak mudah menghadapi Chad. Chad tidak akan bisa menerima penghianatan. Alan merasa hidupnya sudah terkunci di dalam kehidupan Chad.
"Runa ...."
"Ya."
"Besok aku ada urusan bisnis ke luar kota, Jerry ikut bersamaku. Hanya empat hari saja. Kau tidak perlu ke luar kamar. Makananmu akan diantarkan ke dalam kamar." Alan berdiri dari duduknya. Runa ikut berdiri juga.
"Iya, terima kasih."
Alan meninggalkan Runa. Dengan perasaan bimbang di dalam hatinya. Ingin ke luar dari jurang yang memenjarakannya. Ataukah berjuang untuk memulai hidup baru nantinya.
Bersambung