Halo, aku Emma Shu, jangan lupa follow terlebih dahulu.
Dan untuk yg mau kenal aku lebih dekat, follow juga Ig @emmashu90
_ _ _
"Ya ampun, aku datang di waktu yang tidak tepat." Nona geleng-geleng kepala memperhatikan penampilan Intan, tanktop dilapisi jaket, celana jeans ketat dan tas di pundak. Temannya itu benar-benar terlihat style.
"Why?" Intan mengangkat alis menatap Nona yang berdiri di pintu, baru saja membuka pintu kamarnya. Kedua tangan Intan tampak sibuk menyisir rambut.
"Sepertinya kamu akan pergi, aku datang lain kali saja." Nona menghela nafas. Malam itu, dia keluar rumah karena ingin membuang stres setelah ayahnya terus-terusan menuntut supaya ia cepat menikah. Satu-satunya teman yang sering diajak curhat adalah Intan, sahabat sekaligus teman kuliahnya dulu. Tapi baru saja Nona menginjak lantai kamar Intan, sayangnya ia melihat Intan sudah terlihat rapi seperti akan pergi. Ya, Nona datang disaat yang tidak tepat. Niat hati ingin ngerumpi sama teman, tapi malah ditinggal pergi.
"Iya, aku mau pergi. Kamu ikutan yuk. Intan menyambar tas yang sudah dia sediakan di meja rias lalu melangkah menuju pintu. Buruan. Aku nggak punya waktu lama." Intan menggeret tangan Nona dengan langkah buru-buru.
Meski bingung, Nona ikut saja.
Tak disangka, Intan membawa Nona ke club malam. Aroma khas minuman alkohol, asap rokok dan parfum menyeruak memenuhi ruangan. Laki-laki berbaur dengan perempuan, berjoget, berpelukan dan banyak pemandangan yang membuat mata mendadak panas. Suara musik berdentum keras.
"Tan, aku pulang saja. Aku pusing di sini. Suasananya ramai sekali." Nona melambaikan tangan di depan hidung berusaha membuang aroma asap rokok. Di sana bukanlah dunianya. Entah sejak kapan Intan mengenal dunia night club. Baru beberapa bulan saja mereka lulus kuliah, sudah banyak perubahan dalam diri Intan.
"Jangan, dong. Temenin aku dulu. Kamu udah terlanjur di sini. Jangan pulang dulu sebelum urusanku selesai." Berkali-kali Intan melihat jam di tangan. " Aduh, mana sih tuh orang. Lama sekali dia datang. Tadi katanya udah mau sampai club, ini malah aku duluan yang sampai di sini. Astagaa." Intan panik bercampur kesal.
"Kamu menunggu siapa?"
"Nanti kukenalin."
"Mungkin dia nggak datang."
"Aku yakin pasti datang." Intan meyakinkan diri meski kesal bercampur panik.
"Udahlah, Intan. Kita pulang aja."
"Bisa kepunan aku kalau nggak ketemu dia. Ada perlu banget soalnya, nih. Tunggu bentar ya, sabar dong."
Merasa kasihan melihat muka Intan yang memelas, Nona terpaksa menuruti.
Sampai akhirnya sosok pria tampan muncul menghampiri Intan. Pria itu terlihat agresif dan sesekali mengerlingkan mata ke arah Intan. Pria itu juga melingkarkan lengan ke pinggang Intan. Tidak ada respon kesal dari Intan, justru gadis itu tersenyum manis ke arah pria tampan yang dipanggil degan nama Aldo oleh Intan.
"Ayo, cis untuk malam ini, sayang!" pria itu menyodorkan gelas minumannya.
Nona mengamati saja saat Intan memajukan gelas miliknya hingga beradu dengan gelas Aldo dan menimbulkan dentingan.
"Pst, ayo!" bisik Intan di telinga Nona yang masih bengong sambil melirik gelas di tangan Nona. Ya, gelas yang beberapa menit lalu diterima oleh Nona dari tangan Intan.
Nona tidak pernah minum minuman jenis itu, bagaimana ia bisa minum sekarang? Tempat itu bukanlah pergaulannya, bukan dunianya. Oke, kali ini bolehlah Nona menyentuh minuman itu demi Intan, tapi lain kali tidak. Ini adalah pertama dan terakhir kali baginya.
Nona mengarahkan gelas mengikuti gaya Intan, kemudian glek glek... Ketiganya minum. Nona hanya mencicipi sedikit saja, meneguk separuh. Minuman itu seperti menggigit lidahnya.
Ya ampun, jangan lagi terjebak di tempat begini. Nona mengutuk kesal.
"Bagaimana kalau kita ke bawah sebentar. Aku gerah dan ingin berjoget," ajak Aldo pada Intan.
Dan aku ditinggal sendiri? Pikir Nona geram.
"Non, aku ke bawah dulu," pamit Intan.
"Apa?" seru Nona yang telinganya hanya mendengar dentuman musik.
"Kamu tunggu di sini bentar. Aku mau nemenin Aldo ke bawah. Nanti aku balik lagi. Bentaran aja kok. Ya? Plis."
Selalu muka memelas yang ditunjukkan Intan terhadapnya, membuatnya jadi luluh meski awalnya ingin pergi dari sana. Nona terpaksa mengangguk. Ia hanya bisa diam menatap Intan pergi bersama Aldo. Sepasang sejoli itu asik berjoget di lantai joget.
Jadi ceritanya sekarang Nona jadi kambing congek? Astaga...
Tiba-tiba kepala Nona terasa pusing sekali. Tak lama pandangannya berkunang-kunang. Dia sampai tidak sadar saat Intan kembali menghampiri di sisinya akibat kepalanya yang berdenyut-denyut.
Disaat yang bersamaan, sosok pria berbadan tinggi, gagah, dadaa bidang dan perut rata dengan wajah khas ala Iran memasuki club. Pria itu langsung disambut wanita cantik dengan rayuan menggoda, sayangnya pria tampan tidak tertarik. Dia menolak dan langsung menghampiri Intan.
Nona tidak begitu memperhatikan pria asing yang menghampiri Intan, kepalanya terasa semakin berat.
Nona, kenalkan ini Daffin, ucap Intan namun tidak mendapat sambutan apa pun dari Nona karena gadis itu sedang fokus dengan denyut di kepalanya.
“Daffin ini adalah CEO sebuah perusahaan besar ternama di negeri kita." Intan memperkanalkan. "Ganteng, kan?" bisiknya kemudian. "Ada banyak wanita yang menginginkan Daffin menjadi calon suami. Tentu saja, dia tampan, mapan, jabatan wah, dan dia punya segalanya."
Nona semakin pusing dan ia hampir tidak mengerti dengan kejadian di sekitarnya. Dia pikir, Intan mengelantur karena memperkenalkannya dengan seorang CEO, yang tentu saja tidak ada gunanya bagi Nona, sebab seorang CEO tentu saja bukanlah pria yang tepat untuk dijadikan teman bagi Nona yang berasal dari kalangan biasa. Kelas mereka berbeda.
Wajar saja Daffin berada di club itu, sebab club berkelas dengan tempat mewah serta minuman berkelas, menjadi jamuan istimewa bagi para hartawan yang memabukkan dunia malam dan wanita-wanita seksi.
Nona hampir tidak mendengar apa yang dikatakan Intan, sampai akhirnya dia menyentuh kepala sambil mengaduh. Tubuhnya terhuyung ke sana kemari, dia merasakan seperti menabrak beberapa orang di sekitarnya, termasuk menabrak Daffin. Dia tidak tahu apa respon orang-orang yang dia tabrak, dia bahkan tidak bisa melihat situasi di sekitarnya saat pandangannya kemudian menjadi gelap.
Lalu entah bagaimana awalnya hingga kini Nona sudah berada di sebuah kamar asing saat ia membuka mata. Manik matanya bergerak menatap sekitar. Plafon berlampu terang, bantal empuk, Ia terkejut melihat sosok pria berkemeja putih dengan lapisan jas hitam, celana kelemis, rambut rapi dan wajah tampan duduk di kursi sisi ranjang.
"Siapa kau?" kajut Nona.