Pov 1 Icha "Darwin"

5000 Words
Padahal masih ada kakek yang dengan sangat jelas dan sehat berdiri di sana, namun dia tidak bisa berbuat apapun melihat dan menyaksikan keserakahan beberapa anaknya. Ingin sekali aku menghentikan aksi di mana mereka bertengkar mempermasalahkan tentang harta warisan genggaman erat di tanganku, aku tahan rasa ingin memperingatkan mereka bahwa kuburan nenekku saja masih basah bahkan belum beberapa langkah mereka pergi dari sana. Tapi anak-anaknya sudah bertengkar hebat mempermasalahkan tentang pembagian harta warisan. Hanya Umiya yang terlihat bersedih aku lihat, dari ini dia yang sebagai kakak tertua hanya bisa terdiam dan bersedih ketika mendapati kelakuan saudari-saudari nya yang bahkan tidak menghargai kedua orang tua mereka yang baru saja berduka. "Apakah mereka selalu mempermasalahkan tentang harta seperti ini kepada nenek?" gumamku. "Bukan hanya itu saja mereka bahkan saling menjatuhkan satu sama lain, seperti apa yang mereka lakukan kepada Ibuku. Kau lihat lah Ibuku bahkan tidak berkutik sama sekali untuk melerai mulut keras mereka kau tahu sendiri ibuku adalah yang paling lemah di antara saudara-saudaranya," jelas Naya. Aku terdiam dan mengangguk untuk menanggapi ucapan dari Naya membenarkan apa yang terlihat dan juga terjadi saat semakin aku mendengar pertengkaran dari mereka terasa sakit di kepalaku. Hingga saat aku terbangun tiba-tiba saja hampir tubuhku ini terjatuh, namun dicegah oleh Naya yang menghawatirkan keadaanku. "Apakah kamu baik-baik saja? Kau sakit, jangan terlalu banyak menangis biarkan nenek tenang di sana jangan ikut-ikutan seperti mereka yang malah mempersulit keadaan!" ucapan Naya terdengar begitu jelas hingga membuat kedua orang tuanya dan juga tante-tante hanya terdiam dan melihat aku yang dipapah oleh Naya masuk ke dalam kamar. "Lihat tu kak, anakmu sendiri. Bahkan tidak tahu diri dan sama sekali tidak belajar tata cara berbicara di depan orang lain!" Terdengar teriakan tante mahar membuat kepalaku semakin sakit begitu saja. "Sebaiknya, kau pergi periksa dirimu yang sering terjatuh pingsan ini! Kau selalu membuatku khawatir saja. Jangan buat kami semakin khawatir akan kesehatanmu ini!" seru Naya. Aku tertegun mendengar ucapannya Naya yang menghasilkan keadaanku dia benar, jika aku semakin menambah kesulitan di antara keluarga ku kali ini hingga pada akhirnya aku memilih untuk pergi memeriksa kondisi tubuh ku seorang diri ke klinik tidak jauh dari rumah. Seorang dokter wanita dengan ramah menyambut kedatanganku dan menanyakan kondisi tubuhku kali ini meski tidak ada kondisi yang mengkhawatirkan. Namun aku menceritakan tentang diriku yang sudah mengalami dua kali pisan dalam akhir-akhir ini meski itu hanya terdiam. Tapi dia memilih untuk memeriksa kondisi tubuhku dengan sangat baik Setelah dia menempelkan alat detektor kesehatan itu, dokter itu pergi begitu saja membiarkan ku terbaring diatas matras pasien hingga membuatku merasa tidak nyaman dan memilih untuk duduk di atasnya. Dokter itu datang menghampiri lagi. "Pergilah masukan urine mu, ke dalam wadah ini!" seru sang dokter sembari memberikan cup kecil seujung jari kepadaku. Meski aku tidak memahami maksudnya namun tetap ku lakukan dan memberikan cap yang berisi urine ku kepadanya hingga beberapa saat ketika aku masih duduk di kursi pasien menunggu sang dokter tiba-tiba saja dia datang menghampiriku dengan raut wajah senyum terukir di wajah cantiknya. "Anda beruntung sekali Nona akan segera menjadi seorang ibu," ucap dokter itu duduk sembari menunjukkan sebuah jarum alat pendeteksi kehamilan dengan dua garis merah terlihat sangat jelas di hadapanku. Seakan dunia berhenti seketika ketika aku melihat jarum tespek yang diberikan oleh dokter itu tepat di hadapanku hingga membuatku tak sadarkan diri begitu saja. Aku tidak tahu sudah berapa lama aku tertidur di atas ranjang pasien ini, namun ketika mataku terbuka yang kulakukan hanya menatap langit-langit ruang periksa itu tanpa mencoba untuk bangkit dan penduduk ataupun pergi dari sana. "Anda sudah sadar Nona?" tanya Dokter tersenyum menghampiriku. "Ya Dok. Terimakasih, maaf merepotkan Anda, Dok," angguk ku. "Tidak apa, sebaiknya Anda banyak istirahat dan ini vitamin untuk kebugaran tubuh!" seru Dokter memberikan bingkisan obat kepadaku. Seketika aku terdiam tidak tahu harus menjawab apa atas ucapan dari dokter yang penuh perhatian itu kepada aku terdiam dalam melangkah keluar dari klinik baru kusadari jika yang dilakukan antara aku dengan Samuel ternyata akan membuahkan hal yang membuatku akan semakin kesulitan dalam menghadapi kehidupan kali ini. Benar-benar bodoh bagiku selamanya hanya memikirkan tentang cinta dan kelembutan dari seseorang, namun pada kenyataannya semua yang dilakukan dan yang terjadi oleh seseorang memang harus menanggung segala konsekuensinya termasuk apa yang dilakukan antara diriku dengan Samuel, tapi dengan bodohnya aku malah terbuai dengan nuansa cinta dan sentuhan nya hingga melupakan konsekuensi yang akan terjadi kepada diriku dan masa depan. Perasaan bingung aku rasakan kali ini berjalan melangkah melambat Ingin sekali aku mengurungkan niatku untuk kembali datang ke rumah di mana iwa Umiya dan saudara-saudaraku di sana, tapi aku teringat kembali bahwa keluargaku sedang berkabung berduka cita atas kepergian nenek ku dan juga pertengkaran antara keluarga Umiya masih terdengar sangat jelas mereka berselisih atas perebutan harta warisan. Benar-benar membuat sakit di kepala aku semakin bertambah, namun aku memilih untuk bergegas pergi ke dapur memakan sesuatu dan meminum obat yang diberikan oleh dokter tadi Detik bagaimana keadaanmu. "Apakah kau baik-baik saja kalau habis minum obat?" Pertanyaan Naya masih menunjukkan perhatiannya kepadaku seperti biasa, bukan agar meredakan kekhawatiran dari saudariku itu namun aku akan berusaha untuk tidak membuat keluargaku khawatir sama sekali tentang keadaan ku kali ini apa yang harus aku lakukan. "Apakah aku harus menutupinya perutku akan semakin membesar, meski aku terus berusaha untuk menutupinya, Ya Tuhan ... Sebenarnya apa yang terjadi kepadaku, kenapa kau sama sekali tidak memperingati ku tentang kesalahan yang kulakukan beberapa hari waktu lalu, benar-benar semakin membuatku terlihat sangat bodoh untuk menjalani kehidupan ini!" batinku menggerutu. Protes akan apa yang terjadi padahal tindakan bodohku yang sama sekali tidak tahu konsekuensi dan apapun yang harus aku jalani kali ini. Malam hari setelah acara tahlilan kepergian hari pertama nenek benar-benar terasa sedih bagi keluarga terutama Uminya lain dari raut wajah kesedihannya juga tidak menyukai perdebatan saudarinya yang masih memperebutkan harta warisan keluarga. Aku hanya bisa menggelengkan kepala menyaksikan semuanya, lagi-lagi sakit di kepalaku membuatku merasa khawatir akan diriku sendiri mencoba melihat ke sekeliling. Aku tidak ingin membuat Naya dan juga Umiya khawatir akan keadaan ku lagi meminta izin kepada Umiya dan saudariku untuk beristirahat terlebih dahulu mereka mengijinkanku dan membiarkan. Aku pergi beristirahat di kamar kali ini hanya menangislah sebagai pegangan ku atas apa yang terjadi kepada diriku dan masalah besar yang menimpa diriku kali ini, saat tahu bahwa nenek sudah tidak ada dan tidak akan membantuku lagi dunia terasa sangat sempit membuatku untuk melangkah kali ini tangisan semalaman penuh kulakukan tanpa meninggikan suara tangisanku hingga tertidur pulas Mencoba untuk melupakan segalanya. Bangun sebelum waktu subuh tiba aku sudah mendengar keributan di ruangan tengah rumah nenek benar saja keempat Putri nenekku sedang berargumen memperebutkan harta warisan kedua orang tuanya. Tidak ada di antara mereka yang terlihat main-main dalam tindakan mereka hingga sampai 1 minggu meninggalnya nenek. Pada akhirnya, kakek dibawa pergi dan tinggal di rumah anak terakhirnya setelah menjual semua aset keluarga dan membagikannya kepada ke-6 putri mereka, termasuk uwa Umiya sempat mengatakan bahwa orang tuaku juga mendapatkannya, namun pada kenyataannya diambil alih oleh tanteku yang bertugas mengurus sang kakek hingga akhir hayat. Aku sama sekali tidak mempermasalahkan tentang hal itu yang kutahu hanyalah bahwa harta melimpah pun tidak akan berarti jika kebersamaan keluarga tidak pernah terjalin di dalam sebuah hubungan seperti apa yang kulihat kali ini yang terjadi diantara kedua orang tuaku memang hanyalah kekurangan kebersamaan diantara seluruh keluarga dan juga teguran dari kakek dan nenekku kali ini. Aku menyadari jika langkah Ibuku pergi dari sini adalah hal yang sangat baik meski mereka sangat tega meninggalkan diri ku seorang diri, di tengah orang orang serakah seperti tante-tante ku. Sekitar 1 minggu tubuhku mulai merasa tidak seperti biasa lagi aku lebih sering merasa lelah setiap kali melakukan pekerjaan rumah. "Lihatlah Nona muda ini, benar-benar tidak tahu malu ketika tinggal di rumah kedua orang tuaku. Malah bermalas-malasan seperti ini!" teriakan tante Nias membuatku terkejut hingga detak jantung berdetak sangat kencang menatapnya. "Ada apa, Tante?" tanyaku. "Ada apa? Apa kau ini benar-benar tidak tahu diri setelah tinggal secara cuma-cuma di sini? Kau kini malah enak-enakan tertidur tanpa melakukan apapun, ambil air dari sumur sana dan isi penuh bak mandi di belakang!" seru tante Nias. Meski dengan perasaan malas aku tetap melakukannya menghindari ucapan dan cemoohan yang sedari tadi memang selalu mencoba untuk menyudutkan diriku. Meski risiko yang sangat besar untuk kandunganku namun bolak-balik dari rumah ke sumur tetap kulakukan setelah merasa jauh lebih cukup, hingga penuh bak mandi kini aku duduk di sofa bersandar melepas rasa lelah ku. Baru kali ini, aku menyadarai bahwa kesendirian jauh lebih menyenangkan. Di bandingkan harus melangkah menjalin sebuah keluarga yang akan memberi warna di kehidupanku. Kedua orang tua, saudara, kekasih, bahkan sebuah keluarga dengan dasar suami pun tak memandang dan menganggap aku ada, sepertinya aku tidak di anggap kaum manusia oleh mereka. Rasa tidak peduli kedua orang tua, nenek yang peduli padaku pergi begitu saja. Bahkan Umiya yang aku banggakan, tak berdaya memandangku. Pertunjukan apalagi yang akan Tuhan berikan padaku, sampai aku mematung seperti saat ini di dalam keramaian namun terasa hening, gelap dan pengap. Menunduk menyentuh perut yang ternyata ada seorang nyawa di dalamnya. Benih dari kebodohanku, yang percaya akan namanya cinta. Ternyata cinta hanyalah kiasan seseorang untuk menggapai keinginannya. Cinta hanya menjadi jembatan pemuas seseorang tapi cinta juga aku tak tega menghakimi bayi yang ada di perutku. Aku tak ingin anakku lahir dengan nama dan situasi yang tak adil yang akan menjadikannya terpuruk sepertiku. Harus mencari cara agar dapat menutup aib yang seharusnya membuatku mati seketika. Samuel mungkin dalamnya cinta tak cukup untuk ku ungkapkan, tapi bukti dari cinta sangatlah penting bagi situasiku. Tapi dia, dia pergi begitu saja dan hanya meninggalkan benih nyawa di dalam perut untuk mempersulit langkahku. Usia kandungan sekitar 3 minggu, hampir satu bulan usia kehamilanku. Bersikap seperti biasa aku jalani selama tinggal di rumah Umiya. Aku berpikir jika semakin ku biarkan, perutku ini akan semakin membesar dan menjadi bumerang di keluarga uwa Umiyaku. Di desa ada sebuah acara pengajian yang sering di lakukan setiap tahunnya. Hampir seisi rumah pergi untuk ke acara itu, termasuk aku dengan Naya. Sekitar 1 jam aku menghadiri acara itu tanpa melakukan apapun. Ingin buang air kecil aku rasakan kali ini menoleh ke arah Naya yang dengan khusu mendengarkan tausiyah. Aku tidak mengganggunya dan mengatakan akan pergi ke toilet umum. Masih terdengar samar acara tausiyah, saat aku berjalan menjauh dari sana dan mencoba untuk menemukan sebuah toilet umum setelah selesai dari toilet berjalan beberapa langkah, sebuah tangan mendekap nulutku hingga membuatku terkejut dan menarik diriku masuk ke dalam sebuah ruangan gelap tidak jauh dari toilet itu dan dekapan dari tangan seorang pria yang sangat asing bagiku terdengar setiap deru desahan begitu jelas di hadapanku. "Aku tidak menyangka, disaat diriku sedang melewati masa-masa sulit kau terlihat begitu tepat untuk menjadi pemuasku malam ini." Ucapannya terdengar samar olehku namun tidak menyangka jika pria itu malah menarik pakaian tertutup ku, hingga terbuka sebagian hal yang paling membuatku terkejut ketika dia melajukan senjata miliknya ke dalam tubuh. Hentakan setiap hentakan dilakukan dengan deru nafas yang tak beraturan membuatku kesakitan hingga kesulitan untuk bernapas saat dia menekan erat leherku. Namun tiba-tiba saja ia tersadar hingga mampu melepaskan tangannya membuat ku terbatuk. Tapi dia sama sekali tidak menghentikan aksinya kepada tubuhku tidak ada kesempatan untuk memberontak ataupun melawan dengan perlakuan pria yang sama sekali tidak ku kenal. Kali ini tenaganya begitu besar sampai tidak dapat aku elak perbuatannya, terkulai lemas pria itu tersenyum duduk di lantai membuatku terheran ketika melihat pria itu bahkan tidak terlihat seperti orang jahat, namun tampak menyedihkan "Apa yang kau lihat? Kau mau mentertawakan ku?" Tatapannya yang tajam dan juga ucapannya yang tidak masuk akal membuat ku hanya bisa terdiam saja. "Kau tenang saja, aku akan bertanggung jawab atas perbuatanku ini. Selama ini aku tidak pernah melakukannya kepada seorang wanita tapi saat mempraktekkannya kepadamu benar-benar adalah sebuah kenikmatan yang tidak pernah aku rasakan." Belum sempat aku menjawabnya aku tertegun mendengar ucapnya lagi. Masih saja terdiam membisu tidak percaya jika ada pria dengan watak seperti dirinya di hadapanku kali ini. Merapikan pakaian kembali seperti semula setelah pergi dengan waktu yang cukup lama membuatku terdiam tidak bergegas keluar dari ruangan itu, meski ada seorang pria yang bertingkah aneh bahkan melecehkanku dan aku hanya bisa terdiam dan mempertimbangkan ucapannya. "Kemarilah, aku akan membawamu dan menikahimu saat ini juga." Mendengar ucapan pria yang ada di hadapanku, hal yang sulit terdengar mudah baginya. Dia mengulurkan tangan dengan wajah angkuhnya, sama sekali tidak memberikan aku kesempatan untuk berbicara ataupun protes akan tindakannya. Pergi menaiki sebuah mobil kecil tidak jauh dari tempat tinggalku berada, kami kini berhenti di sebuah rumah yang cukup ramai, pria itu berjalan keluar dari mobil mengitari mobilnya hingga membukakan pintu mobil untukku. "Ayo cepat kau ingin aku bertanggung jawab kan?" seru nya. Dia masih saja mendominan menarik tanganku hingga masuk ke sebuah rumah beberapa pria dan juga seorang beberapa wanita berada di ruangan itu. "Assalamualaikum!" sapa pria itu. "Waalaikumsalam, oh ada apa Darwin?" tanya orang tua itu. "Nikah kan aku Pak, aku sudah punya wanita. Sebaiknya akad nikah malam ini juga!" Ucapan pria bernama Darwin itu tidak hanya membuatku terkejut, tapi seisi rumah di sana juga ikut terkejut mendengar penuturannya. "Kamu sungguh-sungguh? Dia anak siapa, sampai-sampai Kamu tidak sabaran untuk menikahinya?" tanya seorang wanita paruh baya dengan lembut. "Sudah kubilang cepat nikah kan kami berdua! Jika tidak aku akan melakukannya lebih dari ini," ancam Darwin. Bagai mimpi di siang hari yang tak pernah terbayangkan, jawaban Tuhan akan kebingunganku kali ini terjawab dengan adanya seseorang yang menikahiku. Maka akan baik-baik saja akan kehamilanku yang sudah satu bulan ini. Meski sangat mendadak dan membuatku tidak bisa berkata-kata, tapi ini jalan terbaik bagi aku dan anak di perutku. Seseorang menikahiku dan tidak akan membuat keluarga merasa malu apalagi khawatir akan kehamilanku. Meski selisih sebulan, tapi memiliki suami jauh lebih baik daripada seorang diri dalam keadaan hamil. Benar-benar seperti mimpi, aku kini berada di hadapan seorang penghulu dan juga seorang pria yang mengucapkan ijab qobul atas namaku, meski dengan Samuel sekalipun. Aku belum pernah bermimpi untuk berada di posisi sekarang, menjadi seorang pengantin dikelilingi banyak orang. Jangankan berhadapan dengan seorang penghulu dan juga calon suamiku mungkin hal yang sangat konyol bagi diriku jika orang lain melihat posisiku saat ini. "Kenapa aku tidak menolak ataupun berbicara sepatah kata pun saat mereka sibuk dengan pernikahan dadakan seperti saat ini yang terjadi bahkan pria yang ada di sampingku benar-benar sudah sah menjadi suamiku." Darwin Putra, anak seorang Kades menikahiku dengan sangat lantang dan keberaniannya antara musibah dan kecelakaan juga pelecehan yang kualami beberapa waktu lalu, yang bahkan diriku sendiri tidak tahu apa yang terjadi dengan tubuhku ini hanya bisa diam dan tidak bisa protes sama sekali ketika berhadapan dengan pria dengan keangkuhan dan keras kepalanya disampingku yang berstatus sebagai suami ku kali ini. "Silahkan cium punggung tangan kanan suamimu!" Ucapan Pak penghulu membuatku terkejut hingga aku tanpa berpikir panjang lagi meraih tangan kanan Darwin yang sudah mengelurkannya sedari tadi. Saat aku mencium tangan suamiku di dalam hati aku sangat berterima kasih kepada pria yang ada di hadapanku kali ini, dia bukan hanya menolong kehidupanku melainkan menolong bayi yang bahkan belum lahir dan ingin sekali aku mempertahankannya. Ternyata Tuhan jauh lebih menyayangiku, lebih tepatnya menyayangi bayi yang ada di kandunganku, Tuhan tahu jika aku dalam kesulitan untuk menghadapi dunia kenyataan jika keluargaku tahu bahwa aku sudah mengandung seorang bayi yang bahkan ayahnya pun aku tidak tahu keberadaannya. Tapi dengan adanya seorang pria menikahiku keadaannya akan sedikit lebih baik meski akan banyak resiko yang akan kuhadapi. Tapi demi bayi yang ada di dalam kandungan ku, aku mesti bertahan dan menerima apapun yang akan terjadi pada diriku dan juga statusku yang sudah menjadi istri Darwin, seorang pria dengan keangkuhan dan kesombongan ya yang begitu terkenal di desa kami. Duduk di sofa dikelilingi keluarga Darwin yang menatap dengan penuh pertanyaan ke arahku dan juga mengintrogasi Darwin apalagi dengan segala keputusannya. "Katakan kepadaku, sebenarnya apa yang terjadi sampai-sampai kau malah mau menikahi wanita yang bahkan identitasnya pun kau tidak mengetahuinya, kedua orang tuanya dan juga statusnya seperti apa?" Seorang wanita paruh baya berbicara menekan dan menatap aku dan Darwin mengerut sedikit menghindar mendengar teriakannya. Saat melihat semua orang yang ada di sana tampak menyetujui pertanyaan dari ibu itu, seakan-akan membuatku semakin sendirian dan berharap Darwin dapat mengatasinya. "Sebaiknya Ibu tanyakan kepada saudaramu itu, untuk apa dia memberikanku obat perangsang di dalam minumanku. Sampai-sampai aku harus menuntaskannya pada gadis yang aku temui tadi. Untuk mempertanggungjawabkannya aku membawa gadis ini hingga aku harus menikahinya," jelas Darwin. Penjelasannya benar-benar membuat perasaan menjadi lega, mendengar pembelaan Darwin kali ini. "Dasar bodoh! Jika kamu sudah menggunakan wanita ini dan hanya sebagai pelampiasan mu. Kamu cukup memberinya uang dan tidak harus menikahinya!" teriak wanita itu lagi. Seakan dunia berhenti begitu saja dengan terpaan dan hantaman ombak yang membuatku tidak tahu harus melakukan apa dan berbicara bagaimana lagi dengan tubuh bergetarjuga rasa takut yang tidak bisa ku utarakan rasa sakit di dalam dáda ketika mendengar wanita paruh baya itu mengatakan hal yang jauh lebih tepatnya dia merendahkanku. Aku melihat ke arah Darwin yang seakan akan menyesal akan perbuatannya dan membenarkan apa yang dikatakan oleh ibunya itu. "Karena semua sudah terlanjur, lebih baik saat ini juga kau ceraikan wanita ini itu akan jauh lebih baik jika untuk mengembalikan nama keluarga dan juga namamu!" tegas wanita paruh baya itu. Aku yang mendengarnya semakin ketakutan bergetar sekujur tubuhku, rasa setelah diberikan jalan yang begitu mulus dan baik untukku tapi harus menghadapi hantaman yang begitu berat di hadapanku. Apalagi aat kulihat Darwin semakin meragukan apa yang sudah di perbuat sehingga dia menatap ke arahku karena aku sama sekali tidak bisa mengartikan apa yang sedang dia pikirkan. "Aku akan menceraikannya." Ucapan Darwin benar-benar menghantam hati dan sanubariku hingga membuatku ingin sekali meneteskan air mata, tapi tetap bertahan. "Tapi nanti!" tambah Darwin lagi. Setelah kulihat orang-orang di sekelilingku tampak bahagia mendengar penuturan dari Darwin seketika mereka dan kesal mendengar ucapan Darwin untuk yang kedua kalinya, membuat diriku sedikit memiliki harapan kepada pria yang sudah berstatus suamiku itu. "Aku akan melakukannya jika aku benar-benar merasa bosan kepada wanita ini dan aku sangat lelah, sebaiknya kalian pergi dan aku akan beristirahat!" Ucapan Darwin membuat semua orang tampak kecewa, tapi pembelaannya benar-benar membuatku tersentuh hingga aku mulai memiliki harapan kepadanya. "Dasar anak siâlan! Sudah kubilang jangan sembarangan mencari wanita malah benar-benar mendapatkan seorang sampah!" Kali ini ucapan seorang wanita muda yang berdiri tidak jauh dari ibu mertuaku, membuat diriku tampak kesal hingga menatapnya dengan tajam. "Wanita sampah seperti dirimu, untuk apa malam masuk ke kediaman kami? Paling-paling Kau hanya ingin menguras Darwin saja!" Ucapan Nia semakin membuatku ingin sekali menjambak rambutnya yang terurai, tapi sebuah tangan menggenggam erat jemariku hingga membuatku menoleh ke arahnya. "Masuk!" Terdengar sangat keras, tapi membuat ku lepas dari rasa kesal hingga aku benar-benar berjalan masuk kedalam sebuah kamar yang cukup besar dan elegan. Namun saat kuperhatikan ada terdapat banyak bingkai foto wanita berbeda wajah, meski aku tidak tahu apa yang yang membuatku sampai bisa masuk ke dalam kehidupan pria penjahat wanita itu dan benar-benar menjadi suamiku kali ini. Terlihat Darwin masuk dengan wajah kesalnya hingga dia menutup pintu dengan sangat keras, berjalan menghampiriku dia memilih untuk mengajukan pedang masuk ke dalam kamar mandi. "Astaga aku melupakan sesuatu, seharusnya aku kembali. Gadis itu pasti mencariku!" Bolak-balik aku merasakan khawatir ketika mengingat bahwa aku pergi bersama dengan Naya saudariku untuk menghadiri sebuah tausiyah di desa sebelah. Tapi aku malah berada di rumah orang lain bahkan memiliki status yang sama sekali tidak pernah terpikirkan olehku yaitu menjadi menantu dari keluarga besar Kades keluarga Surya. Duduk di tepi ranjang aku memikirkan berbagai cara agar bisa memberitahu saudariku itu, untuk tidak mencari ku cukup lama aku terdiam kebingungan sehingga Darwin sudah keluar dari kamar mandi setelah dia membersihkan tubuhnya handuk melingkar di pinggangnya terlihat sangat pendek dan kecil membuatku memalingkan wajah. Namun pria itu malah berjalan menghampiriku. "Kenapa kamu memalingkan wajahmu? Kamu tidak mau melihat tubuhku?" Pertanyaan Darwin membuatku terkejut, Aku menoleh ke arahnya tetesan air yang jatuh di tubuhnya memang tidak memungkiri tentang kegagahan tubuhnya. "Bersihkan dirimu! Kita berbicara setelah selesai membersihkan tubuh!" ucapan Darwin membuatku merasa lega hingga aku mengangguk dan pergi ke kamar mandi. Debaran jantung yang berdetak semakin kencang tak beraturan, membuatku tak dapat menahan diri untuk tersenyum bahagia, aku tidak tahu perasaan seperti apa yang sedang di rasakan kali ini berdiri di bawah air shower menahan terpaan air yang dingin di malam hari, setelah semua hal terjadi begitu saja kepadaku hingga aku menyangga status sebagai seorang istri dari pria yang bahkan sama sekali tidak aku kenali hanya tahu bahwa dia adalah seorang Putra kades di sebuah desa. Namun kebingungan yang aku alami beberapa hari ini, sudah mendapatkan garis penerang setelah aku menghawatirkan akan keadaan bayi yang ada di kandungan. Tapi setelah kejadian hari ini membuatku percaya jika sebuah pertolongan dari Tuhan akan segera datang, jika aku benar-benar menyerahkan semua hal yang menimpa diriku atas nama Tuhan. Tentu saja aku tidak akan pernah melewatkan kesempatan yang tidak terduga ini, menikah dan menjadi seorang istri pria yang sama sekali tidak ku kenal. Seketika aku teringat akan saudariku yang bernama Naya berada di kampung sebelah membuatku merasa khawatir akan keadaannya. "Bagaimana keadaan Naya ya? Aku terlalu lama meninggalkannya, apa aku harus meminta bantuan dari Darwin agar tidak mencariku?" gumamku saat mencoba untuk membersihkan sela-sela di bagian tubuh. Setelah membersihkan dengan baik, keluar dari kamar mandi melihat Darwin yang duduk di kursi di samping tempat tidur. Namun membuatku tertegun hingga menunduk saat pria itu berbalik arah melihat ku. "Kemarilah!" panggil Darwin. Seketika aku mendongakkan kepala dan mencoba untuk melihat kearahnya, seakan-akan maksud dari panggilan dari pria itu adalah sebagian kewajibanku sebagai istrinya. Aku berjalan menghampirinya meski aku belum sempat mengenakan pakaian. Apalagi sudah tahu tidak ada pakaian yang harus aku kenakan disana, perintahnya seakan-akan menekanku hingga tidak membuat ku menolaknya. Berjalan menghampiri Darwin tanpa ragu-ragu, saat sampai tepat di hadapannya tanpa ada perasaan takut melainkan tunggu makan apa yang dia lakukan padaku benar-benar, membuatku hanya bisa menuruti dia yang sudah menyelamatkanku dari kesulitan. "Kali ini aku baru menyadari jika tubuhmu ini begitu berisi dan membuatku bergairãh." Ucapan Darwin dengan pandangan mesúmnya kali ini dia menyusupkan kepala di leher jenjang yang masih penuh dengan tetesan air di tubuhku. Dia lakukan ciumán dan kecupan tidak tertinggal olehnya tanpa ragu-ragu, apalagi meminta izin kepadaku. Hanya bisa pasrah dan membiarkan Darwin melakukan apapun yang dia mau. Jika segala hal yang membuatku kesulitan kali ini dapat teratasi hanya dengan ucapan Darwin dan juga dengan meminta sebuah pernikahan antara dia dan diriku. Darwin adalah putra tunggal dari desaku. Namun dia memiliki beberapa saudara dan Saudari yang cukup banyak yang akan mempersulit diriku untuk kedepannya nanti. Terpaksa aku harus menyiapkan diri ini selain menghadapi setiap sentuhan Darwin seperti apa yang dia lakukan kali ini, melakukannya tanpa ragu-ragu hingga dia terlelap di atas tubuhku tertidur setelah ku jatuhkan di sisiku di atas tempat tidur. Terasa lelah menyerang hingga aku sempat terlelap sekejap. Namun aku teringat kembali akan saudariku tentunya semakin khawatir dengan keberadaan ku yang tidak kembali ke rumah mereka. Menoleh kearah Darwin yang sudah terlelap tidur mencoba untuk membangunkannya. "Darwin, Darwin. Bisakah aku meminta bantuanmu?" Berulang kali aku mencoba membangunkannya sembari jari telunjukku menekan-nekan pipi lembut pria itu dengan perlahan membuka kedua matanya. "Apakah kamu lapar? Biar pelayan yang mengambilkannya untukmu!" Ucapan Darwin membuatku tersenyum tak tahan melihat dia yang tidak bisa menahan kantuknya. "Bukan itu, tapi pernikahan dadàkan ini membuatku lupa jika ada suadariku yang pastinya akan mengkhawatirkanku dan mencariku." Darwin membuka kedua matanya menatapku. "Siapa?" tanya nya. "Naya dan Umiya keluargaku," jawabku pelan. "Hmm, jadi aku harus apa?" tanya nya. "Bisakah aku pergi dan mengatakan agar tidak perlu mencariku apalagi mengkhawatirkanku?" tanya Ku. "Hmm, tidak usah. Kamu diam disini! Aku akan pergi memberitahu mereka. Keluarga tuan Baha kan?" Darwin bergegas bangun dari tidurnya mengenakan pakaiannya dan bertanya apadaku. "Heem," anggukan aku sebagai jawabannya. "Kau diam saja tidur! Aku akan pergi." Ucapannya terdengar menenangkan, hingga aku lihat dia berjalan keluar dari kamar dan pergi begitu saja. Tersenyum simpul di wajah begitu lega mendapati Darwin mau menuruti mauku dan pergi memberitahu keluarga Umiya. Sudah sekitar 1 jam saat Darwin pergi dari ruman dan belum kembali, aku masih terjaga tanpa mencoba untuk tidur. Saat mencoba untuk menutup mata, pintu kamar terbuka mengejutkanku. "Kamu belum tidur?" tanya Darwin membuka jaketnya dan berjalan naik ke atas ranjang duduk di sampingku. "Bagaimana, apa kata Naya?" "Kata bapaknya, Naya tidur di acara. Malah pulang di gendong bapaknya. Gadis perawan, ceroboh," jelas Darwin. "Haha, iya. Dia memang badan aja yang gede, tetep aja tingkahnya anak kecil!" Aku terdiam melihat Darwin menatapku tanpa bicara. "Apa kamu sudah pernah ...." "Apa?" sela ku. "Tapi kamu sempat berdaräh tadi. Dan membuatku sedikit kesulitan juga, tapi seperti berisi," jelas Darwin. Aku terdiam, mendengar dia membicarakan tentang perlakuannya kepada diriku tadi membuat Darwin kebingungan begitupun dengan aku yang tidak tahu harus menjelaskan dari mana. Meski kegadisanku bukan dilakukan olehnya tapi memang ruang di sana masih cukup sempit untuk ditempati oleh milik Darwin yang begitu besar membuatnya kesulitan. Tapi ada hal yang membuatku lega juga dia dapat mempercayaiku tentang aku yang masih seorang gadis. "Apa kamu mau malam pertama?" Aku mencoba untuk bertanya dan mengalihkan suasana kami. Darwin tersenyum tipis dan dan merendahkan tubuhnya tanpa menghiraukan pertanyaanku. "Sudahlah, sebaiknya kita tidur saja. Lagi pula kita sudah melakukan malam pertama lebih awal bukan. Bila perlu setiap hari kita melakukannya," jelas Darwin tersenyum tipis berbicara tanpa ragu-ragu. Aku hanya bisa mengangguk dan bersyukur tentang hal itu, apalagi Darwin sudah mengatakan kepada keluarga Umiya tentang Darwin yang sudah menikahiku. Meski aku tidak tahu harus menjelaskannya dari mana untuk keluargaku itu, tapi memiliki Darwin sebagai penyangga dari kehamilanku membuat waktu terasa begitu luas ketika beberapa hari lalu aku merasa sesak mengetahui kenyataan tentang diriku yang memiliki seorang bayi di dalam perut. Tidur di samping pria yang sama sekali tidak pernah terpikirkan olehku benar-benar membuatku kesulitan dalam tidur. Hingga Darwin yang merasa risih akan tingkahku di atas tempat tidur, dia menarik tanganku dan memeluk dengan sangat erat, perasaanku mulai membaik dan juga pelukan yang begitu hangat membuat ku tertidur setelah mendapatkan pelukan itu. Aku merasa baru saja tertidur saat itu, tapi perbincangan orang-orang di luar kamar sangat mengganggu waktu tidurku, pengap yang aku rasakan ketika Darwin memelukku membuatku kesulitan bernapas. Hingga mendongakan kepala melihat seorang pria hitam manis tidur di hadapanku memelukku dengan sangat erat. Tapi Darwin membuka kedua matanya mengejutkan diriku, tersenyum tipis dan mencium bibir ranum milikku hingga Darwin pun tidak hanya sekedar mencium saja, melainkan dia menuntaskan aktivitas malam pertamanya di pagi hari. Dia sama sekali tidak menghiraukan aktivitas orang-orang rumah di luaran sana yang sudah sangat sibuk meski tidak tahu apa yang sedang mereka lakukan. Erangan dan desahan Darwin begitu keras membuatku tidak percaya jika seorang pria dapat mendesah dengan sangat keras seperti itu. Hampir membuatku malu tapi dapat ku acungi jempol tentang kualitas jamahannya begitu beralunan hingga membuat desahan nya terasa menggairähkan bagi diriku. Hingga akupun ikut terbawa suasana dan membiarkan dia menjadi penguasa tubuhku kali ini. Meski rasa khawatir aku miliki tentang kondisi kehamilanku, tapi aku pastikan semua akan baik-baik saja. Berdiri di depan cermin melihat sekujur tubuh habis karena bercak merah yang ditinggalkan oleh Darwin membuatku tampak lelah hingga merendam diri di dalam bak mandi. Sebuah ketukan membuyarkan aktivitas mandiku. "Icha, jika kamu sudah selesai keluarlah ada hal yang perlu aku bicarakan dengan mu!" Suara Darwin terdengar sangat jelas membuatku bergegas bangun dari bak mandi meraih handuk dan menutupi bagian tubuhku meski tidak seluruhnya. Saat pintu terbuka, Darwin berdiri tepat di hadapanku menatap ke arahku. "Aku sudah selesai, tinggal mengenakan pakaian saja. Tapi tidak ada pakaian yang harus aku kenakan, bagaimana kalau kita pergi ke rumah uwa dan aku akan mengambil beberapa pakaian di sana?" Alih-alih menanggapi ucapanku, Darwin malah menarik tanganku hingga dia mendorong tubuhku hingga terlentang di atas tempat tidur. Seperti seseorang yang kelaparan, Darwin terlihat menahan sesuatu ketika dia melihat tubuhku bahkan handuk yang melingkar dia buka hingga menunjukkan seluruh tubuhku terutama bagian-bagian yang membuat Darwin semakin bergairàh. "Aku baru sadar jika mereka begitu sangat besar dan menggoda membuatku tidak tahan membiarkannya!" Ucapan Darwin belum sempat aku jawab dia sudah melahapleher jenjang hingga ke setiap lekuk tubuhku aku rasakan terasa begitu nyaman di sana, saat Darwin memainkan ke dua gundukan yang begitu segar setelah mandi, meski saat bangun tidur Darwin sudah melakukannya. Tapi kapanpun dia menginginkannya benar-benar membuatku tidak habis pikir tentang keinginan bercintá Darwin yang tidak pernah terpikirkan olehku. Setelah aktivitas panas di pagi hari bahkan desahan dan erangan begitu terdengar sangat nyaring, sempat membuatku merasa malu. Tapi Darwin mendominan tanpa dapat dibantah oleh sebuah penolakan. "Kamu mau ke mana?" ku mencoba bertanya kepada Darwin yang sudah bersiap. "Bukankah kamu mau pergi ke rumah keluargamu? Ayo sekalian juga kamu ambil pakaianmu," balas Darwin. Seketika aku bersemangat membersihkan tubuh kembali sebentar saja, rasa sakit dan lelah di tubuhku tergantikan dengan semangat saat aku akan kembali ke rumah Umiya. Meski perasaan takut sering ada di dalam benakku tapi akan jauh lebih baik jika aku benar-benar bertemu dengan mereka dan memberitahukan kabar baik ini. Pagi srapan di tengah-tengah keluarga yang sama sekali tidak menyambut kehadiranku membuat perasaan canggung dan tidak dianggap benar-benar terasa menyakitkan tapi ada Darwin di sampingku. Dia memperhatikanku hingga beberapa makananpun dia berikan menjadi sedikit membaik ketika ada Darwin yang mau menjadi pendukung sesungguhnya untukku. "Benar-benar wanita yang sangat tidak jelas, ketika dia bahkan tinggal di rumah orang lain tanpa orang tuanya sendiri. Apakah kau yakin dia wanita baik-baik?" Pertanyaan dari ibunya membuat orang-orang yang ada di meja makan tertuju menatap ke arahku, membuat perasaan tidak bisa diartikan aku hanya berdiam diri saja tanpa membantah ucapan. "Memangnya kenapa jika dengan ataupun tanpa orang tua, aku yang ada orang tua pun tidak tumbuh menjadi orang yang baik." Darwin membuat semua orang terkejut terutama ibunya, dia terdiam dan tampak kesal menatap ke arahku. "Sudah-sudah, kalian ini di depan makanan saja terbiasa berbicara sebaiknya makan dengan benar!" ucap ayah Darwin. Seketika suasana menjadi hening hanya terdengar bunyi sendok makan di aktivitas kami. Kini duduk di bagian belakang berboncengan dengan Darwin benar-benar membuat perasaanku tidak karuan, ketika untuk pertama kalinya menaiki motor dengan seorang pria apalagi dengan status suamiku. Terlihat simpul senyum di wajahnya dibalik kaca spion membuatku juga tersenyum dengan pria yang ada di hadapanku ini melakukan perjalanan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD