Dia

1289 Words
Gadis cantik berwajah mungil yang berusia sekitar 7 tahun berada di pangkuan Alex. Kali ini duduk bersama di tepi ranjang saling berbincang satu sama lain sedari tadi membuat aku hanya tertawa tertahan setiap kali mendengar gurauan dan candaan antara Alex dengan keponakannya. Meski aku juga okut serta bercanda dan berbincang dengan mereka, seketika aku teringat jika putri kecilku tumbuh besar nanti, dia juga pasti akan banyak membagi pertanyaan tentang diriku dan juga siapa aku. Seketika aku terdiam, meski sempat aku lihat Alex sering memperhatikanku. Namun, aku mengalihkan segala pikiran tentang putriku, kembali fokus mendengarkan perbincangan mereka. Hingga tak terasa sudah sekitar 2 jam, kami hanya berada di dalam kamar berbincang dan bersama dengan keponakan Alex. Seorang pelayan berdiri di depan pintu yang terbuka membuyarkan kami. "Tuan, semua orang berada di ruang tamu dan meminta anda untuk kesana." Ucapan pelayan itu tampak terlihat begitu ramah, hingga di balas anggukan oleh Alex yang beralih tersenyum ke arahku. "Bersiaplah sayang. Bukankah kamu ingin membersihkan tubuhmu dulu, biar aku dan Ema menunggu di sini," ucap Alex. "Iyaa Tante, biar turun bersama," tambah gadis kecil bernama Ema, di balas anggukan oleh Ku tanpa berbicara lagi berjalan masuk ke dalam kamar mandi. Aku memilih untuk membersihkan tubuh setelah merasa lelah di perjalanan. Terkadang aku merasakan perasaan yang tidak biasa berada di tempat saat ini. Tidak tahu perasaan seperti apa yang hingga membuatku merasa sedikit tidak nyaman jika berada di luaran sana. Saat bersama dengan Alex di dalam kamar, perasaanku semakin nyaman. Mungkin benar apa yang dia katakan akan jauh lebih baik jika aku selalu berada dekat dengan dirinya dan tidak mencoba untuk mencari tahu hal apapun di luaran sana. Meski tidak tahu harus melakukan apa dengan deretan orang-orang yang disibukkan dengan segala aktivitas dan tugasnya, aku di sini hanya sebagai tamu yang bahkan belum mengenali mereka orang-orang di sini. Entah sampai kapan Alex akan mengajakku tinggal di sini, meski dia sempat bertanya tentang ketersedian aku berada di rumah keluarganya. Saat keluar dari kamar mandi, aku melihat Alex tersenyum tipis menghampiriku sembari memberikan sebuah bingkisan ke arahku. "Aku belikan sesuatu untukmu tadi, kenakanlah," ucap Alex. Dia tidak pernah luput mencium keningku dengan sangat lembut. "Kemana keponakanmu?" "Dia sudah pergi tadi di jemput oleh ibunya, karena selalu mengganggu kita di sini," balas Alex. "Apakah kamu merasa terganggu oleh anak kecil semanis itu?" tanya Ku. "Jika aku merasa terganggu ... dia tidak akan mungkin mencariku setiap kali aku kesini. Tentunya hanya aku yang bisa menangani dirinya, termasuk membujuk dia," jelas Alex. "Sepertinya kamu begitu dekat dengan keponakanmu itu. Apakah kamu sempat tinggal di sini dalam kurun waktu yang begitu lama?" Aku mencoba untuk bertanya tentang kedekatan Alex bersama dengan keluarganya yang meski Alex sempat mengatakan bahwa mereka bukanlah keluarga kandungnya, melainkan saudara jauh dari orangtua angkatnya. "Yaa, tapi ... itu dulu saat aku masih dalam fase menghilangkan rasa kejenuhan ku." "Benarkah?" Aku sedikit tidak percaya dengan hal apa yang dikatakan oleh Alex. "Sayang, apakah kamu masih meragukan tentang apa yang ku katakan?" tanya Alex. Seketika aku tersenyum menyambut tangan suamiku itu. "Aku akan mengenakan pakaian yang kamu berikan, jika tidak ku akan selalu memperhatikan sesuatu di dalam tubuhku yang sedari tadi tidak pernah teralihkan dari pandanganmu ini." Alex tersenyum saat dia tahu bahwa aku menyadari dirinya yang semakin mendekatiku. "Bukankah keluargamu meminta kita untuk bertemu di sana? Sebaiknya kau tahan terlebih dahulu keinginanmu itu." Aku berjalan pergi melewati dirinya meski dengan raut wajah kecewa Alex tetap tersenyum dan membiarkan aku pergi ke ruang ganti mengenakan pakaian yang sempat di belikan oleh Alex. Saat ku buka gaun berwarna biru muda, selutut dengan sabuk di pinggangnya terlihat begitu menawan membuatku tidak habis pikir hal apa yang akan aku temui hingga Alex mengharuskan aku mengenakan gaun secantik ini. Tanpa pikir panjang ku kenakan gaun yang terlihat begitu sesuai dengan selera Alex termasuk aku menyukai pilihannya. "Dia begitu pandai mencari sesuatu hal yang begitu menyenangkan diriku. Tapi, seketika aku teringat hal yang ku rasakan saat tadi di taman. Merasa di perhatikan oleh seseorang membuatku merasa tidak nyaman, hingga tidak ingin berlama-lama jauh dari Alex." Keluar dari ruang ganti Alex bangun dari duduknya, dia terkesima saat melihat diriku berjalan menghampirinya. "Yaa ampun sayang, kamu cantik sekali. Kamu pergilah dan kenakan ini." Alex memberikan sebuah kalung dan mengenakannya di leherku. Dia juga tidak lupa mengecup pundak ku berulangkali. Meski aku tahu apa yang dia inginkan, saat ku sentuh wajahnya. Dia tidak bisa menahan diri atas tubuhku. "Al ... bukankah seharusnya kamu tidak memiliki keinginan saat ini, jika tidak keponakanmu yang begitu pandai berbicara itu akan meneriaki kita." Alex tersenyum mengangguk, dia kembali mengecup pipiku tidak lupa dengan bibir merah ranum milikku menjadi kesukaannya. "Baiklah Nona ... mari kita keluar. Kau sudah terlihat sempurna untuk berkenalan dengan keluargaku. Dan yaa, meski mereka bukan keluarga sesungguhnya tapi, setidaknya mereka bisa bersikap baik kepadamu. Apalagi kamu adalah istriku, istri tercintaku!" seru Alex. Meski terdengar begitu menyenangkan, aku hanay bisa tersenyum mengangguk. Apalagi saat Alex meraih tanganku dan berjalan terlebih dahulu melangkah keluar dari kamar sembari menuntun aku. Namun aku memilih untuk meraih lengannya dengan senyum di wajah membuat dia tampak bersemangat kali ini berjalan bersama denganku berdampingan menuruni tangga. Hingga terlihat begitu ramai di lantai bawah dengan keluarga dan orang-orang yang begitu banyak membuatku terkejut, Alex memiliki keluarga yang begitu besar tersenyum hangat menyambut kami. "Al ... ini sebenarnya pesta pernikahan siapa? Kita tidak sedang merayakannya, 'kan?" bisik Ku. "Haha ... sebenarnya ini bukan pernikahan tapi, lebih tepatnya ini adalah pesta kita. Meski aku tidak tahu keluargaku benar-benar menyambut kita langsung dengan pesta pernikahan tapi, setidaknya ini jauh lebih baik dibandingkan mereka yang tidak menghadiri pernikahan kita." Penjelasan Alex membuatku terkejut apalagi saat kami berkenalan dengan orang-orang yang cukup banyak, bahkan menyelamati pernikahan kami. Namun seketika detak jantungku berhenti saat seseorang berjalan dengan setelan jas berwarna hitam, tampak familiar di hadapanku membuat suasana menjadi menegang saat aku melihat pria yang sama sekali tidak ku harapkan untuk aku lihat kembali benar-benar ada di hadapanku. Alex meremas jemariku mencoba untuk menguatkan diriku, aku menyesali diriku ketika melepas tangan Alex dan memilih merangkul lengannya. Akan jauh lebih baik jika aku membalas remasan Alex saat melihat Samuel tepat berada di hadapanku. Kami saling bersitatap satu sama lain saat Samuel masih dengan pandangan tang tidak bisa di artikan, menatap ke arahku tampak tidak memberi kenyamanan terhadap suasana kami kali ini. Meski keluarga tidak menyadari apa yang terjadi antara kami, namun aku memilih untuk mengalihkan pandanganku dan melihat ke arah Alex yang tersenyum tipis mencoba meyakinkan diriku bahwa dialah suamiku. Kali ini aku merasa jauh lebih baik saat mendapati Alex sama kali tidak meragukan alu sebagai istrinya, meski harus bertemu dengan Samuel saat ini juga. "Ternyata kau jauh lebih beruntung mendapatkan dia. Sepertinya aku memang hanya berjodoh menjadi saudaramu saja." Ucapan Samuel membuat sekujur tubuhku berhenti sejenak bahkan terasa begitu dingin ucapannya. Ada rasa sakit di dalam hati saat dia berbicara lagi setelah sekian lama aku tidak mendengar penjelasannya, apalagi ketika dia pergi begitu saja do hadapanku. Tidak ada yang menanggapi ucapannya termasuk aku. Alex masih dalam diam, dia mencoba untuk memastikan diriku baik-baik saja meski sesekali aku beralih melihat ke arahnya mencoba untuk meyakinkan Alex, apalagi aku takut dia salah paham dengan aku yang hanya berdiam diri saja. "Bukankah kau seharusnya mengatakan sesuatu?" Pertanyaan Alex membuyarkan keheningan antara kami bertiga. Saling berdiri satu sama lain berhadapan meski aku merangkul tangan Alex untuk memberikan kekuatan kepada diriku menghadapi pria yang ada di hadapanku, sempat mengisi kehidupan dan cinta yang begitu utuh. Mungkin saat ini juga aku masih belum bisa menghilangkan hati, cinta dan diriku atas nama Samuel. Tapi, pada kenyataannya pria yang ku rangkul kali ini adalah suamiku sendiri bernama Alex. Namun ketika berhadapan dengan Samuel yang terlihat begitu wajahnya tidak bisa di artinya, namun membuat suasana menjadi tampak tegang antara kami bertiga.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD