Seketika aku terkejut mendengar ucapan dari ibu kontrakan dan melihat ke arah Alex yang masih dalam tidurnya. Bahkan ibu kontrakan bisa beranggapan lebih dari Alex terhadapku.
"Apa dia kekasihmu? Memiliki pria seperti dia adalah sebuah keberuntungan, Cha!" seru Ibu Kontrakan.
"Hah?" aku terperangah tak paham, apa yang di bicarakan ibu kontrakan yang tampak sangat bersemangat dan meyakinkan diriku tentang Alex.
"Ibu pergi dulu, mau ke depan nganter anak ibu, les!" pamit Nya, di balas anggukan oleh Ku.
Menarik nafas dalam-dalam, aku lakukan. Dan berjalan menutup pintu juga menghampiri Alex yang masih tertidur, duduk di samping nya dengan wajah kesal aku rasakan kali ini. Menatap tajam ke arah pria yang masih tertidur meski aku tahu, dia sudah terbangun sedari tadi.
"Mau sampai kapan kamu pura-pura tertidur? Bukankah kamu barusan terbangun!" teriak Ku sembari memukul tangan Alex pelan.
"Heh, kau tahu aku sudah bangun. Tapi tidak seberani ini membangunkanku!" seru Alex bangun dari yidurnya dan duduk di samping Ku.
"Kenapa kamu melakukannya?" tanya Ku.
"Melakukan apa?" tanya Nya.
Tatapan tajam ku membuat Alex tersenyum dan mencoba menjelaskannya.
"Baiklah, kamu jangan manyun seperti itu. Kamu boleh mengembalikannya kapan saja, kapan pun kamu perlu aku. Aku juga akan membantumu!" jelas Alex.
"Tapi aku tidak butuh bantuan mu!" bantah Ku.
"Benarkah? Termasuk pulang dan menemui anakmu?" tatapan tajam Alex membuatku tertegun.
Memalingkan wajah ku lakukan dan mengacuhkan Alex. Hingga Alex membuang nafas kasar karenaku.
"Cha, kau boleh mengabaikanku. Tapi jangan mengabaikan bantuanku, jika kau dalam kesulitan. Setidaknya terima uluran tanganku!" seru Alex.
"Tapi aku tidak mau berhutang budi!" bantah Ku.
"Kau hanya perlu menggantinya!" tatap Alex.
"Tapi ...."
"Kenapa? Bahkan ATM pun kamu tidak memegangnya?" tanya Alex di balas anggukan oleh ku.
Tekanan Alex yang berbicara membuatku hanya bisa membenarkan ucapannya.
"Hmm, boleh aku beri saran sama kamu?" tanya Alex di balas anggukan oleh ku.
"Kamu berhenti bekerja dan ambil anakmu. Rawat dia dengan baik," ucap Alex.
"Dasar bodoh, jika tidak membutuhkan biaya. Mana bisa aku membesarkan dia!" teriak Ku sembari memukul dahi Alex seperti biasa dulu kulakukan. Tapi seketika aku terdiam, saat Alex menahan tanganku dengan tatapan tanpa jarak antara wajahku dengan nya, kami saling bersitatap.
"Masih berani membantah? Sudah tahu, jika semua butuh biaya? Lalu kenapa kamu kalah dengan tante mu yang hanya sekedar mengasuh anakmu? Bukankah ada banyak pengasuh yang dapat dalam kendalimu jika kamu mau?"
Seketika ucapan Alex membuatku terdiam, memang benar apa yang di katakan Alex tapi tidak mudah seperti apa yang dia katakan.
"Tidak semudah itu ...."
"Memang siapa yang mengatakan mudah?" sela Alex membuatku tertegun.
"Lalu?"
"Selain jadi wanita cantik, kamu juga harus cerdas dan pintar dalam segala hal, Cha. Termasuk mengendalikan keadaan. Apalagi tantemu," jelas Alex.
"Bagaimana?" tanya Ku.
"Jadi kekasih ku dan kamu akan merasakan perubahannya!" seru Alex.
"Mimpi."
"Kamu mau mencoba apa tidak, dengan tantemu yang keras kepala dan mata duitan itu. Dia akan menyukai jika kamu bersama dengan pria mapan seperti ku," tambah Alex.
Mendengarnya aku terdiam, tapi apa yang di katakan Alex mungkin ada benarnya dan tidak salah jika aku mencobanya.
"Hmm."
"Hanya berpura saja, apa susahnya. Lagipula, aku hanya membantumu mencobanya. Bukan memintamu menikahiku," tegas Alex.
"Mimpi!" pukulan mendarat lagi di bahu Alex dengan keras membuatnya meringis kesakitan.
"Kau ini wanita apa bukan sih? Tangan dan pukulan tidak hentinya menyiksaku!" gerutu Alex.
"Itu setimpal untukmu yang berisik!" acuh Ku.
"Mau kapan?" tanya Alex.
"Apa nya?" balas Ku.
"Menjadi kekasihku?" tanya Nya.
"Kau ...."
"Hei, kau selalu tidak paham. Cerdas sedikit, Cha!" sela Alex membuatku menahan tangan yang hendak memukulnya lagi.
"Hmm."
"Apa?" tanya Nya.
"Iya."
"Iya, apa?" tanya Nya lagi.
"Iya, aku setuju Alex!" teriak Ku.
"Hmm, itu baru wanita cerdas," angguk Alex tersenyum mendengar persetujuan ku.
"Tapi kamu jangan ...."
"Iya, aku tahu!" sela Alex tersenyum, dia turun dan duduk di lantai membuka dan memakan makanan yang ada di bingkisan.
"Aku pikir, itu untuk ku juga?" tanya Ku.
"Apa perutmu tidak kenyang setelah memakan habis tadi dan kini yang satupun tidak kau biarkan untukku!" protes Alex.
"Kau melihatnya?" tatap Ku.
"Siapa yang tidak melihat wanita cantik makan dengan rakus sepertimu!" seru Alex.
"Kamu ...."
"Baiklah, makan bersama jika mau," sela Alex mengalah dan memberikan makanannya padaku.
"Hmm, pintar!" seru Ku tersenyum tertahan melihat Alex yang hanya memakan camilan saja.
Meski terasa aneh saat ada Alex bersama denganku kali ini. Tapi keberadaannya cukup berguna untuk ku dan kondisi ku seperti saat ini apalagi dia masih sama saja menganggap diriku sebagai temannya. Padahal antara diriku dan dirinya harus memiliki jarak, di mana aku yang sudah bukan seorang gadis lagi dan dia sudah bukan anak kecil lagi pada akhirnya aku benar-benar menerima ajakan dari Alex untuk kembali ke rumah dengannya di sore hari ini.
Menaiki mobil yang ada perasaan canggung yang merasa adalah hal yang tidak baik jika aku datang seperti saat ini. Tapi saat sampai di rumah uwa umiya deretan tatapan mata dari tante-tante ku terlihat begitu mendominan, terutama saat mereka memperhatikan aku datang bersama dengan Alex turun dari mobil hingga mereka menyambut kedatangan kami.
"Baru ingat pulang, siapa dia?" tanya tante Ku.
Aku terdiam tidak bergegas untuk menjawabnya, tapi Alex berjalan menghampiri kami dan mengulurkan tangannya dengan ramah.
"Perkenalkan saya Tante. Saya Alex, pacarnya Icha," sapa Alex dengan ramah.
Mendengar ucapan Alex yang begitu meyakinkan membuatku tertegun tapi hal yang benar-benar sama sekali tidak kuduga ketika tanteku begitu ramah menyambut kedatangan kami terutama Alex. Tante bahkan membiarkan aku untuk menggendong putriku begitu saja, setelah dia hendak untuk menyiapkan minuman untuk kami Alex tersenyum tipis penuh kepuasan.
Dia bisa membuktikan apa yang dikatakannya kepada aku tidak peduli apa yang dilakukan antara Alex dan tante aku memilih untuk memeluk dengan sangat erat putri kecilku. Meski dia sedikit menolak dengan pangkuanku tapi di usianya yang baru 6 bulan sangat mudah untuk dibujuk.
Rasa haru bahagia dan tidak percaya bercampur aduk saat aku bisa menggendong kembali Putri tercintaku, hingga aku tidak ingin waktu berlalu begitu saja termasuk uang Umiya berjalan menghampiriku tersenyum bahagia hingga dia mengacak rambutku dengan sangat lembut.
"Sepertinya kamu sudah tahu cara bagaimana untuk meluluhkan tantemu itu, sebaiknya kamu pertahankan dan lebih tahu bagaimana menghadapinya," ucap Umiya dibalas anggukan oleh ku.
Benar apa yang dikatakan oleh Alex bahwa status uang dan jabatan adalah pegangan yang sangat kuat jika hanya untuk meluluhkan hati seseorang terutama tante ku. Aku mulai memahaminya hingga kali ini akan mencoba untuk mendapatkan semua itu termasuk mendapatkan putriku menjadi milikku kembali.
Kali ini aku menghabiskan waktu cukup lama bersama dengan anakku meski ada Alex yang juga menemani kami duduk bersama berbincang dan bercanda menghabiskan waktu aku pulang kembali.
"Bagaimana, cukup ampuh kan?" bisik Alex membuatku tertegun dengan deru napasnya yang begitu hangat di pipiku.
"Ya."
Aku tersenyum tipis saat melihat Alex juga tersenyum melihatku meski pandangannya tidak bisa ku artikan.
Hingga di malam hari aku memilih untuk berpamitan kembali ke rumah kontrakan meski berat membiarkan putriku bersama dengan orang lain meski tanteku sendiri.
Tapi esok hari adalah hari kerja ku dan ada banyak hal yang harus aku lakukan termasuk menyelesaikan segala masalah ku, sesuai apa yang dikatakan oleh Alex untuk menjadi wanita yang cukup cerdas dalam menghadapi segala masalah. Perasaan bahagia hingga aku tersenyum sepanjang perjalanan merasa bahagia dan hangat kembali ketika bisa menggendong putriku hingga memeluknya dengan sangat erat.
"Rasanya aku tidak ingin sekali kembali hari ini!" seru Ku.
"Kau ingin kembali lagi, mumpung kita masih dekat bisa kembali dan menginap?" tanya Alex.
"Tidak perlu, besok aku harus bekerja dan ada hal yang harus aku selesaikan termasuk untuk mengendalikan tanteku dan juga bayi yang sangat aku rindukan," ucap Ku.
Dibalas anggukan oleh Alex, aku terdiam hingga tersenyum mengangguk membenarkan apa yang menjadi rencana aku kali ini dengan bantuan dari pria yang ada di sampingku semua akan berjalan jauh lebih baik termasuk Putri ku akan kembali ke dalam pelukanku.
Sepanjang perjalanan wajah berseri dan bahagia Ku membuat Alex tersenyum tertahan dan membuatku merasa canggung duduk di sampingnya.
"Apakah kau lapar, biar kita makan dulu di suatu tempat?" tanya Alex.
Pertanyaannya mengalihkan segala perasaan canggung ku kepadanya, hingga aku mengangguk dan menyetujui ajakan nya untuk makan malam di sebuah restoran yang tidak jauh dari tempat tinggal ku kali ini.
Meski dalam beberapa hari ini ditemani oleh Alex, tapi perasaan canggung masih aku rasakan apalagi dia dia memperlakukanku sama persis seperti kepada kekasihnya membuatku semakin canggung hingga saat makanan berada tepat di hadapan kami aku mencoba untuk berbicara kepada Alex dan mengingatkan tentang hubungan antara kami.
"Al ...."
"Hmmm," balas Nya.
"Bukankah di antara kita hanyalah sebatas pura-pura saja?" tanya Ku.
Meski aku ragu-ragu untuk mengutarakannya, tapi aku tetap harus mengatakan nya agar semua tidak terlalu berlarut begitu jauh hingga membuat hubungan diantara kami berdua semakin renggang seperti apa yang terjadi antara aku dengan pria-pria lainnya.
"Kenapa, kau takut jatuh cinta kepadaku?" tanya Alex.
Aku tertegun mendengar balasan dari Alex yang semakin membuatku tidak habis pikir dengan segala cara pikirnya tutup aku terdiam tanpa mencoba untuk menjawab pertanyaannya.
"Dengar, Bukan kamu yang takut jatuh cinta. Melainkan sepertinya aku yang akan jatuh cinta kepadamu. Memangnya pria bodoh mana yang tidak akan menyukai gadis cantik seperti dirimu," tambah Alex
Aku hanya terdiam semakin tidak bisa berbicara kepadanya.
"Makanlah dengan benar, bukankah kau harus bekerja keras besok!" seru Alex dibalas anggukan oleh ku, hingga aktivitas makan malam kami lakukan bersama.
Sempat ingin sekali aku membalas ucapannya tapi perasaan canggung dan tidak tahu harus mengatakan apa. Tapi aku tetap saja melakukan semua hal yang dikatakan oleh Alex hingga makan bersama pun tetap kami lakukan. Setelah selesai menghabiskan makanan juga Alex membungkus makanan yang aku pikir, dia akan membawanya untuk orang-orang yang di rumah nya.
"Kau ada menu yang diinginkan kah?" tanya Alex.
"Hmm, tidak," balas Ku.
"Hmm, baiklah."
Alex mengangguk dan berjalan menghampiri meja kasir dan pergi bersama denganku keluar dari restoran itu. Meski perasaan masih terasa canggung berjalan bersama dengan teman mantan kekasih memang sangat membuat perasaan tidak karuan apalagi sampai bisa jalan seperti saat ini.
Makan bersama bahkan sepanjang hari menghabiskan waktu hanya berdua saja terasa aneh tapi apa yang terjadi kali ini sangat membantuku hingga aku bisa bertemu dengan putriku bahkan memeluknya dengan sangat erat menghabiskan waktu bersama-sama tanpa ada perasaan takut bersama dengan Alex. Tapi perasaan nyaman dan terbantu juga ada.
Berandai jika aku punya pekerjaan yang baik dan keuangan yang memadai, mungkin aku dengan mudah mengatasi segala kesulitan. Tapi terpaksa harus menerima uluran tangan Alex dan mencari cara untuk mengembalikannya.
Hujan deras begitu terasa di jalan saat kami baru saja keluar restoran dan masuk ke mobil.
"Hmm, aku kira hari sangat cerah tadi. Tapi ternyata hujan juga," ucap Alex melajukan kendaraannya dengan kecepatan sedang.
"Mampir saja dulu, jika sudah berhenti. Baru pulang!" tawar Ku.
"Hmm, sepertinya tidak apa aku pulang saja nanti," tolak Alex.
"Owh, ya sudah," angguk Ku.
Saat mobil masuk ke area parkir, Alex keluar dari mobil mengenakan payung yang dia pakai mengitari mobil dan membukakan pintu mobil untukku, ala tuan putri selalu dia lakukan untukku.
"Pelan, sepertinya agak banjir!" seru Alex mengulurkan tangannya, ku balas anggukan.
Deras air hujan mempersulit pandangan, kami bergegas masuk ke dalam. Tapi tiba-tiba aliran listrik padam. Membuat pandangan kami kesulitan, perasaan takut menyerangku. Tapi tangan Alex begitu hangat dan menarikku perlahan berjalan hingga sampai di kontrakan.
"Cepat buka, hujan angin kencang gini!" seru Alex di balas anggukan oleh Ku.
Masuk ke dalam kontrakan sepetak, aku bergegas mencari lilin sebagai penerang. Hingga aku menyalakannya, pergi ke kamar mandi dan memberikan handuk untuk Alex. Sementara dia mengeringkan dirinya, aku menyalakan korek api yang sedari tadi tidak mau menyala.
Saat aku sudah mulai kesal dengan lilin yang ada di tanganku, tiba-tiba sebuah tangan yang sangat hangat meraih tanganku membuatku tertegun. Dia meraih tanganku dan mencoba untuk menyalakan korek hingga benar-benar menyala dan kini ada penerang nyala lilin di antara kami hingga terlihat jelas kedua wajah aku dan Alex yang sempat basah.
"Sana ganti pakaianmu! Jangan sampai masuk angin karena kedingina!" seru Alex.
Tanpa sadar aku mengganggu menuruti apa yang dikatakan oleh Alex hingga Aku mencari pakaian ganti dan masuk ke dalam kamar mandi dengan bantuan penerangan dari lilin membiarkan Alex seorang diri di luar. Meski perasaan canggung masih terasa tapi jika seorang pria dan wanita berada di satu ruangan cukup membuat hawatir diriku tapi aku memilih untuk membersihkan tubuh dari sisa-sisa air hujan yang sempat membasahi tubuhku.
Cukup lama aku berada di dalam kamar mandi hingga saat keluar masih dalam keadaan gelap Alex masih duduk sembari menyalakan ponselnya.
"Apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Ku duduk dan menyimpan diri dihadapan kami berdua.
"Aku hanya sedang mencoba untuk mematikan ponsel sepertinya terlalu mengerikan jika aku memainkannya," jelas dibalas anggukan oleh ku kamu berdua saling terdiam satu sama lain.
Aku melihat bingkisan yang sempat dia beli saat di restoran pun ada dia bawa dan di simpat di atas meja.
"Kamu membawa bingkisannya?" tanya Ku.
"Heem, itu kan untukmu!" angguk Alex.
"Hah, kenapa aku?" tanya Ku.
"Lalu, untuk siapa?" balas Alex.
"Aku pikir itu untuk orang rumahmu," ucap Ku.
"Hmm, memang nya ada siapa lagi selain aku di rumah? Aku tidak mungkin serakus itu memakan makanan yang banyak," jelas Alex.
"Kamu pikir aku makan sebanyak itu?" tatap Ku.
"Aku rasa iya," angguk Alex.
Aku terdiam, malas meladeni Alex yang semakin pandai mengelak. Aku mengambil selimut dan memakainya karena dingin mulai kurasakan.
"Kamu tidak menawari aku selimut?" tanya Alex.
"Tidak ada selimut lagi," tukas Ku.
"Ini juga luas!" seru Alex menarik selimut yang sudah mwmbungkus tubuh Ku.
"Hei, ini hanya untukku!" seru Ku.
"Aku juga dingin, Cha!" Alex tidak mau mengalah hingga kami berebut selimut malam itu dengan nyala lilin yang samar dan hujan yang belum juga reda.
Pada akhirnya aku dan Alex di selimuti selimut yang sama saling berhadapan dengan lilin berjarak sangat dekat antara aku dan dia. Meski hangat tapi canggung saat dia berada sabgat dekat denganku dalam keadaan seperti saat ini. Perasaan canggung tapi tetap kami lakukan bersama.
"Apa kamu tidak berniat pulang?" tanya Ku.
"Kamu tidak lihat dan dengar, hujan sederas itu menyuruhku pulang? Ini saja bahkan aku sangat kedinginan! Tidak kah kamu berperasaan sedikit!" gerutu Alex.
Seketika aku terdiam, tidak percaya ada pria yang mulutnya dapat berbicara sebanyak itu dalam satu kalimat.
"Kenapa?" tanya Nya.
"Kamu berisik!" balas Ku.
"Itulah, balasan bagi orang yang tidak berperasaan. Aku akan tinggal jika masih hujan deras," ucap Nya.
"Terserah, tapi cepat pulang jika sudah reda!" seru Ku.
"Hmm."
Aku mencoba untuk mengabaikannya dan tidak menghiraukan dia yang kedinginan sedari tadi, bahkan berulang kali Alex menghangatkan tangannya di atas lilin, begitupun denganku mengikuti apa yang dia lakukan. Hingga Alex menarik tanganku dan menggosoknya dengan sangat keras tapi membuat terasa begitu hangat, apa yang dilakukannya membuatku tertegun tangannya yang begitu hangat dan besar memang membuat nyaman tanganku.
Sekejap aku melihat kedua tanganku yang dipegang utuh olehnya.
"Kau tidak perlu ikut-ikutan untuk membuat gelap isi ruangan, jika kedinginan cukup menggosoknya seperti ini dan tidak akan terasa dingin," jelas Alex di balas anggukan oleh ku.
Merasa canggung, aku menarik kedua tanganku jangan menggosoknya berulang kali terlihat Alex tersenyum tipis, dia juga melakukan hal yang sama apa yang kulakukan cukup lama kami berada di dalam kontrakan bersama hanya berdua saja namun lilin yang sudah begitu lama bahkan tersisa hanya sedikit saja.
"Apakah masih ada lilin lainnya?" tanya Alex.
"Hnmm, tidak ada lagi!" seru Ku menggelengkan kepala.
"Ya ampun, kau ini ada persediaan seharusnya kau menyediakannya dengan jumlah yang sangat banyak!" gerutu Alex.
"Mana aku tahu akan terjadi hal seperti ini. Apalagi Lilinnya habis karena ulahmu, biasanya lilinnya tidak cepat habis!" protes Ku.
"Jadi, Kau pikir aku penyebab lilinnya habis begitu saja gitu? Seperti hal layaknya aku memakan lilin itu?" tatap Alex.
"Ya," angguk Ku.
"Kau ini memangnya tidak ada makanan lain selain aku menghabiskan lilin? Lihatlah Lilinnya sudah hampir padam," protes Alex.
"Sudahlah, aku tidak peduli dengan lilin. Sebaiknya aku tidur saja, apalagi besok aku harus bekerja," elak Ku, aku menarik selimut membaringkan tubuh di atas tempat tidur membelakangi Alex.
"Hei, Kau membiarkan aku begitu saja? Ini masih gelap, Cha," protes Alex.
Tanpa mencoba untuk menanggapinya tanpa kusadari aku tertidur begitu saja terasa begitu sangat tenang, saat aku tidur benar-benar ada orang yang menemani seakan belum pernah kurasakan perasaan nyaman dan tidur nyenyak seperti apa yang aku lakukan kali ini, membiarkan seorang pria meski dia adalah temanku tapi dia kau acuhkan begitu saja berada di dalam kontrakan bersama denganku.
"Gadis ini, benar-benar sembarangan terdengar!"
Gerutuan Alex masih begitu sangat jelas hingga aku terlelap dan Melupakan segalanya tanpa tersadar kembali.
Saat rasa dingin di sekujur tubuhku aku mencoba untuk membalik tubuhku dan saat aku terasa membuka kedua mata pandanganku. Terasa seperti mimpi saat melihat wajah seorang pria tampan berada tepat di hadapanku, tertidur sangat pulas dengan nafas yang teratur bulu mata lentik dan juga bibir kecil tipis.
Membuatku terpesona akan ketampanannya dari pandangan. Seketika aku tersadar hingga aku membulatkan kedua mata dan duduk dari tidurku, seketika aku terdiam saat melihat Alex tidur di samping hingga dia membenarkan posisi tubuh nya dan tidur miring menghadap diriku.
Dia bahkan hanya mengenakan celana pendek dalamannya ditutupi selimut yang dia ambil dari tubuhku seketika aku terkejut hingga merasa khawatir akan tubuhku dan memeriksa keadaan tubuhku sendiri.
Sebuah ketukan di balik pintu mengejutkanku.
"Cha, apa kamu sudah bangun? Bukankah kamu hari ini bekerja!" teriak Ibu Kontrakan membuatku terkejut.
Aku tidak mungkin membuka pintu apalagi masih ada Alex yang tidur di atas tempat tidurku.
"Ya aku sudah bangun, Bu. Aku akan bersiap!" balas Ku.
"Baiklah, jangan lupa sarapan!" seru Ibu Kontrakan.
Setelah tidak terdengar lagi suara dan keberadaan Ibu Kontrakan perasaan lega kudapatkan. Tapi aku menatap tajam kearah Alex yang ternyata sudah terbangun dengan senyum tipisnya terlihat begitu menyenangkan jika dia bukanlah pria yang dengan beraninya tidur tepat disampingku.
"Pagi-pagi sekali wajahmu itu sangat menyeramkan," suara serak Alex terdengar begitu sangat menyenangkan tapi tidak bisa terkagum dengan apa yang dia lakukan.
"Apa yang sedang kamu lakukan? Kenapa kamu tidur di sampingku?" protes Ku.
"Memangnya, aku harus tidur di mana di lantai? Hujan semalam sangat deras, bahkan terakhir kita berbicara saja itu sudah jam 2 pagi. Hal yang tidak mungkin bagiku jika aku keluar begitu saja dan membiarkan kamu tidur seorang diri dengan pintu terbuka," jelas Alex.
"Tapi kamu tidak seharusnya tidur di sini!" protes Ku.
"Kau ini, apanya yang tidak seharusnya semua sudah terjadi. Lagipula hal yang tidak mungkin aku mengembalikan malam tadi dan mengulang semuanya," protes Alex.
"Kau benar-benar menyebalkan," gerutu Ku.
"Kamu ini marah-marah seakan-akan aku sudah melakukan sesuatu kepada tubuhmu," protes Alex.
"Tentu saja kamu bisa saja melakukan hal kepadaku," ucap Ku dengan ragu-ragu.
"Memangnya, apa yang bisa kulakukan kepadamu memang ada tubuhmu yang ku sentuh?" tanya Alex.
Aku terdiam dan menggelengkan kepala memang tidak ada hal yang terjadi diantara kami berdua, tapi perasaan canggung itu selalu ada meski aku mencoba untuk membantahnya tetap saja kami berdua tidur bersama di atas tempat tidur yang sama menghabiskan satu malam.