menikah

2167 Words
"Ayo kita menikah!" Ini yang kedua kalinya, Alex mengatakan hal seperti itu,mengajak menikah dalam keadaan yang seperti saat ini. Mencoba mencari kebenaran di balik mata dan kejujurannya. Tapi tidak ada kebohongan dan hanya ada mata serius menatap dengan penuh kelembutan yang Alex lakukan. "Kamu meminta aku melamarmu berapa kalipun, aku akan tetap melakukannya," ucap Alex. "Al ... Aku ...." "Aku tidak perduli kamu bagaimana,aku hanya butuh jawaban ya atau tidak," sela Alex. "Kamu belum menjawabku! Kenapa kamu kemarin?" aku mencoba mengalihkan pembicaraan. "Cha, mau sampai kapan kamu tidak mau mengakuinya. Kalau kamu juga menyukaiku? Aku mengajakmu menikah agar tidak mempersulitmu ke depannya. Dan juga aku sepertinya ... Kecanduan aroma tubuhmu," tegas Alex. Mendengar ucapan Alex aku terkejut, melihat wajah merah malunya. Terlihat begitu menggemaskan ketika pria putih tinggi dan berbaring di sampingku tersipu malu membicarakan tentang dirinya. "Kenapa kamu menggemaskan saat tersipu malu begitu?" tatap Ku. "Aku tidak malu! Hanya ... Hanya ...." Alex tidak melanjutkan ucapannya, dia menoleh ke arahku dan menekan tubuh aku yang masih transfaran tanpa pakaian di bawah tubuhnya. "Lihatlah, apa yang kau katakan? Dia bahkam berdiri lagi karena ucapan menggemaskan kamu," ucap Alex. Aku terkejut mendengarnya, dan benar saja. Benda berdiri milik Alex tampak sensitif di buat olehku. "Emm, apakah bisa membujuknya?" tanya Ku. "Coba bagaimana cara kamu membujuknya?" balas Alex. "Hmm, dengan cara ... Ini!" Aku mendorong tubuh Alex dan turun dari tempat tidur meski tanpa pakaian aku terap berdiri dan tertawa melihat Alex yang terkejut melihat ke arahku yang sudah pergi ke kamar mandi. "Awas yah kamu!" Seruan Alex terdengar jelas, degubpan jantung milikku juga terdengar nyaring menggetarkan tubuh tanpa busana kali ini. "Ada apa ini?" tanya Ku sembari menyentuh jantung yang berdebar kencang mendengar ajakan menikah Alex. Cukup lama berada di kamar mandi, meski sudah berulang kali mencoba untuk menghilangkan bercak-bercak merah yang ditinggalkan oleh Alex, membuatku tampak bosan melakukannya. Sepertinya memang tidak mudah untuk menghilangkan jejak ini. Pada akhirnya aku mengakhiri aktivitas mandi dan keluar dari kamar mandi hanya dengan menggunakan handuk melingkari tubuhku. Tatapan tajam oleh Alex yang masih di atas tempat tidur tampak jelas, saat aku berjalan perlahan takut jika Alex kembali tidak bisa menahan diri untuk menerkamku. Aku berjalan perlahan mencoba untuk membujuk dirinya. Tanpa berpikir panjang, aku beralih ke lemari dan mengambil beberapa pakaian miliknya untuk aku kenakan lagi. Saat aku selesai mengenakan kaos yang kebesaran dan juga celana boxer milik Alex, tiba-tiba sebuah tangan melingkar di tubuhku Alex memeluk dari arah belakang sembari menopang dagunya. "Sayang, tidak bisakah kamu mempertimbangkan untuk menjadi istriku? Aku ingin sekali memperistri dirimu meski hanya dalam satu kali. Meski aku memiliki kesempatan bersama denganmu?" tanya Alex. Seketika aku terdiam mendengar ucapan Alex yang terlihat begitu sendu. Namun ketulusan cintanya membuatku hanya bisa terdiam tidak tahu harus berkata apa. Aku berbalik ke arahnya mengaitkan kedua tangan di pundaknya pria itu masih dengan tubuh polosnya menatap lembut ke arahku. "Sepertinya, aku tidak bisa menolak permintaan tuan muda. Apalagi kau sudah melakukannya hari ini dan itu memerlukan pertanggungjawaban mu!" tegas Ku. Seketika raut wajah Alex berubah menjadi tersenyum ketika dia mendengar ucapanku, apalagi dia malah menggendong tubuhku dengan tubuh seperti itu membuatku tidak percaya bahwa dia memiliki tenaga penuh untuk melakukannya. "Apa yang kamu lakukan kan!" teriak Ku. "Tentu saja membawa calon istriku untuk ke altar pernikahan!" seru Alex wajah berseri dan bersemangat nya kali ini terlihat nampak jelas setelah mendengar jawabanku. Saat aku duduk di sofa rumah yang terlihat tempat besar dan luas itu, memang membutuhkan sentuhan seorang wanita untuk menghangatkan setiap sudut ruangan rumah itu terlihat begitu bersih dan terawat. Namun tidak ada kehidupan, hanya ada nuansa pria penyendiri dari Alex yang kini sudah berada disampingku. Suara bel di rumah berbunyi membuat aku dan Alex terkejut namun dia berjalan pergi dengan raut wajah bersemangat nya. Hingga dia membuka pintu dan membawa pesanan yang sempat dipesan olehnya untuk kami sarapan. "Makanlah dengan baik! Mengingat hari ini adalah hari libur sebaiknya kita mempersiapkan segala hal untuk pernikahan," ucap Alex. "Secepat itu?" "Ya, aku tidak ingin menundanya. Apalagi aku yakin ada begitu banyak pria di luaran sana yang selalu melihatmu dan berkemungkinan besar mereka juga menginginkan dirimu,' tegas Alex. "Hei, kau berpikiran berlebihan. Selama ini tidak ada siapapun yang mencoba untuk mendekatiku apalagi sampai bertingkah seperti dirimu," protes Ku. "Itu karena kau memang tidak peka, sebaiknya turuti apapun ucapanku dan kali ini sarapan dengan baik!" tegas Alex. Meski aku tidak memahami apa yang dikatakan oleh pria di sampingku yang kini dia disibukkan dengan ponselnya dan menelpon ke beberapa orang yang Bahkan aku tidak memahami apa yang sedang dilakukan oleh Alex. Makanan yang dipesan oleh Alex, kali ini terasa begitu enak saat aku menyantapnya perutku yang lapar memang memerlukan banyak makanan untuk mengembalikan tenaga ku. Setelah di kuras habis oleh pria yang saat ini sedang menelepon di hadapanku. Pagi ini karena memang sarapan bersama tapi aku tidak menyangka jika Alex sudah menyiapkan dirinya, untuk mempersiapkan segala keperluan pernikahan antara kami berdua. Aku tidak percaya jika hal itu benar-benar bisa dilakukan hanya dengan sekali ucapan darinya. Aku tidak mengerti pria seperti apa yang ada di hadapanku hingga hanya melakukan panggilan telepon dan mengatakan berbagai hal dan segala keperluan untuk pernikahan begitu mudah bagi dirinya. Memang Alex sempat mengatakan bahwa dia hanya sebagai penumpang di rumah elit di sekitaran ini. Tapi aku tidak mengerti Kemampuan apa yang di miliki oleh pria yang ada di hadapanku. Hingga hanya dengan mengatakan beberapa kata dia sudah mempersiapkan segala pernikahan. Padahal aku sendiri belum tahu apa yang telah aku lakukan menerima lamaran dan sebuah pernikahan akan terjadi kali ini. "Alex, bukankah kita seharusnya membicarakan hal ini terlebih dahulu dengan keluargamu, juga dengan keluargaku? Apakah perlu aku memikirkan nya terlebih dahulu?" Aku mencoba untuk bertanya dengan hal apa yang dilakukan oleh Alex tampak terlihat terburu-buru wajah tenangnya terlihat begitu damai kan ini. "Sayang, sesuatu hal yang sangat baik tidak perlu ditunda-tunda jika semua itu bisa kita lakukan dengan sangat cepat untuk apa kita menundanya. Dan satu hal lagi aku tidak menginginkan seseorang berebut denganku apalagi tentang dirimu." Jawaban Alex membuatku semakin tidak memahami cara pikirnya namun sesuatu hal memang harus segera dilakukan setelah apa yang telah kami lakukan berhubungan intim. Tanpa status suami istri memang adalah hal yang tidak baik bagi siapapun termasuk kami berdua namun hal yang paling tidak aku mengerti ketika kali ini benar-benar terjadi antara aku dengan Alex. Setelah Alex juga menghabiskan sarapannya dia menarik tanganku hingga ke pelukannya. "Terima kasih kamu sudah mau menerima lamaranku. Aku tidak percaya ada seorang wanita yang mau menikah denganku pria seperti lemah seperti diriku dan mendapatkan kehidupan dari dirimu," ucap Alex. "Sebenarnya aku juga tidak tahu apa yang terjadi kepada diriku, tapi kau tahu sendiri tubuhku ini tidak bisa berbohong ketika Mulutku berulang kali menolak lamaran mu," balas Ku. "Ya, tubuh ini benar-benar membuatku tanpa ketagihan apalagi bisa memuaskan ku dengan sangat baik menerima lamaran pernikahanku," angguk Alex. "Maksudmu kau menikahiku karena tubuhku?" tatap Ku. "Aku tidak mengatakannya. Dasar gadis bodoh memang nya sebelum ini aku menyentuh tubuhmu terlebih dahulu baru melamarmu. Bukankah aku sudah berapa kali menyatakan bahwa aku ingin menikah denganmu?" balas Alex. Aku terdiam mendengarnya,memang hal benar adanya. "Tapi kau begitu menyukai tubuhku?" "Memangnya siapa yang tidak menyukainya, apalagi kau adalah calon istriku?" balas Alex. Meski terdengar sangat kesal, tapi aku tetap menerima apa yang dikatakan oleh Alex apalagi niatnya yang sangat baik mau menikah denganku. "Apa kamu yakin mau menikahi aku?Bukankah aku bukan seorang gadis?" Meski ragu-ragu aku tetap mengatakannya dan bertanya tentang apa yang menjadi penilaian seorang Alex terhadap diriku, juga kehidupanku. Apalagi aku juga memiliki seorang putri yang harus di tanggung oleh kami berdua. "Jika aku bersungguh-sungguh untuk menikahimu, maka semua itu adalah kebenaran tentang dirimu. Aku tidak peduli apalagi, meski kau memiliki seorang anak aku juga bisa membuatkan anak untukmu tapi itu juga jika kau menginginkannya. Tenanglah aku bisa menerima putrimu dan juga kehidupanmu, lagipula tidak akan ada yang protes tentang hal itu," jelas Alex. Meski merasa aku terlalu di istimewakan oleh pria yang ada di hadapanku. Namun semua yang dia katakan memang hal yang sangat baik tentang diriku dan dirinya. "Kamu tenang saja, untuk mendapatkan hak asuh anak mu. Aku juga akan mendapatkannya dan kamu tidak perlu banyak berpikir hanya cukup menjadi istriku kau akan mendapatkan segalanya," tegas Alex. Meski aku tidak tahu dengan semua yang terjadi, tapi kali ini Alex benar-benar sudah mempersiapkan semuanya dan rencana pernikahan akan dilaksanakan tiga hari lagi, terdengar sangat cepat. Namun Alex sudah meyakinkannya, dia bahkan mempersiapkan segalanya hanya dengan menelepon beberapa orang untuk menyiapkan segala keperluan pernikahannya semuanya sudah selesai. "Bagaimana, apakah kamu mau memberitahu keluargamu?" Pertanyaan Alex adalah hal yang sangat sulit untuk aku jawab. Namun tetap harus aku lakukan dimana kehadiran keluarga adalah hal yang sangat baik. Namun aku tidak memiliki kedua orang tua yang utuh untuk aku ajak bertemuan, apalagi menjadi saksi pernikahan bagaimana untuk menjelaskannya kepada Alex. Pria itu memegang erat kedua tanganku mencoba untuk mendengarkan diriku dengan segala keyakinannya. "Bukankah seharusnya kau bertanya terlebih dahulu kepada keluargamu?" Aku mencoba untuk mengalihkan bertanya kepadanya dia tersenyum tipis dan mengecup keningku dengan sangat lembut. "Sejujurnya aku tidak memiliki kedua orang tua kandung, yang kumiliki hanya orangtua angkat. Mereka memanjakanku hingga memberikanku segalanya kali ini tidak ada hal yang perlu aku tutupi kepadamu, sejujurnya aku adalah anak pungut yang lebih tepatnya seorang anak pungut yang jauh lebih beruntung dari siapapun," jelas Alex. Mendengar penjelasannya membuatku kali ini tahu alasan bagaimana Alex bisa melakukan segala hal dengan sangat cepat, di mana dia menceritakan bahwa dirinya adalah seorang anak konglomerat, meski berstatus sebagai anak pungut. Namun mereka memperlakukannya dengan sangat baik bahkan melimpahkan segala harta yang dimiliki oleh mereka untuk Alex. Terdengar begitu menyenangkan ketika memiliki harta yang begitu banyak. Namun tampak sama sekali tidak terlihat kebahagiaan Alex memiliki kepuasan, di dalam segala harta yang dia miliki termasuk kedua orang tua angkatnya yang kali ini berada di luar negeri bahkan tidak bisa menemaninya menjadi saksi di pernikahan Alex. "Maafkan aku karena aku malah mengungkit masa lalumu." Aku mencoba untuk meminta maaf setelah apa yang kau katakan. "Dasar bodoh, apa yang kau katakan aku sama sekali tidak tersinggung dengan pertanyaanmu. Hanya saja memang adalah hal yang sangat tidak baik ketika kita bersedih disaat hal-hal bahagia menyambut kita berdua bagaimana sekarang giliranmu. Apakah mau hari ini juga pergi kesana dan bertemu dengan tua dan juga tantemu untuk meminta restu mereka?" balas Alex. Meski terdengar sangat terburu-buru namun aku tak tetap mengikuti apapun yang di katakan oleh Alex, hingga kami hari ini berencana untuk pergi ke rumah Umi ya dan meminta kesaksian mereka atas pernikahan kami. Berlangsung begitu cepat hari silih berganti, aku bahkan menjalani rutinitas perawatan seorang pengantin wanita dengan sangat baik. Pelayanan yang di berikan oleh mereka tampak membuat sekujur tubuhku puas akan hasil kerja mereka membayangkannya pun sama sekali tidak pernah ku pikirkan. Ketika bisa mendapatkan pelayanan spa yang sangat baik dengan fasilitas hanya untuk kalangan elit di dapatkan, hingga aku mendapatkan izin dari tanteku tinggal bersama dengan putri kecilku. Namun pada kenyataannya gadis kecil itu sama sekali tidak ingin berada dekat denganku apalagi sampai digendong oleh ku. Dengan waktu yang sangat lama dia sudah tumbuh besar hingga mengenali siapa yang sering bersama dengan dirinya dan tidak. Aku memang adalah seorang ibu yang sama sekali tidak dekat dengan putrinya. Sedari dulu memikirkan tentang kebutuhan hidup dan juga kebutuhan dirinya, tergantung kepada tanteku membuatku. Aku benar-benar bukanlah seorang ibu yang baik untuk dirinya, hingga pada akhirnya aku terdiam saat tanteku mengatakan bahwa aku tidak layak untuk mendapatkan putriku sendiri. Terkecuali anakku sendiri yang mau bersama denganku mendapati kenyataan seperti itu, tanpa terasa air mata berjatuhan begitu saja menyesali adalah hal yang terlambat. Namun tidak bisa ku kembalikan ketika putri itu sendiri tidak ingin berada dekat denganku apalagi sampai tinggal bersama dengan diriku ketika dia bahkan merasa asing dengan ibunya sendiri. Mungkinkah ini adalah kesalahanku karena melimpahkan putriku, aku di saat dia sedang bayi sedang membutuhkan diriku tapi aku malah disibukkan dengan segala pekerjaan dan juga kebutuhan yang sama sekali aku sendiri tidak membutuhkannya. Melainkan aku membutuhkan sentuhan keluarga yang malah aku sendiri yang meninggalkannya. Tanpa terasa mereka yang sedang memijat sadar bahwa aku menangis begitu saja. "Nona, apakah anda merasa tidak nyaman dengan pelayanan kami?" Pertanyaan dari seorang wanita membuatku tersadar, apa yang saat ini ini aku lakukan menangis di hadapan mereka. "Tidak, aku hanya menangis karena bahagia saja. Kalian melakukan pekerjaan dengan sangat baik selesaikanlah," jawab Ku. Mereka membalas ucapanku dengan anggukan dan tersenyum ramah, hingga aku kembali menyadarkan diriku dan tetap melangkah. Meski tanpa putri yang sudah aku lahirkan dengan susah payah dan tidak ingin bersama dengan diriku, kali ini. Sedih memang banyak perasaan sedih yang kurasakan namun akan jauh lebih menyakitkan ketika aku membiarkan putri ke sendiri menderita hidup bersama denganku yang bahkan dia sendiri tidak menyukai diriku sendiri. Meski aku sudah mengatakan bahwa aku adalah ibunya. Namun dia tetap saja menolak keberadaanku, gadis kecil yang baru berusia 1 tahun sudah mengenali orang-orang terdekatnya dan bahkan tidak ingin bersama dengan diriku yang sama sekali tidak pernah bertemu dengan dirinya, hanya sesekali dan dia terlalu berada dekat dengan tanteku hingga begitu lekat kedekatan mereka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD