Rawat aku

3102 Words
Meski pelan dalam mengemudi, pada akhirnya kami sampai di kompleks utama milik Alex. Aku tidak menyangka jika dia tinggal di kompleks yang begitu terkenal dengan para penghuninya dari kalangan elit. Cukup mampu jika benar tinggal disini. "Kamu lihat rumah paling utama itu? Dulu Sam tinggal disana, dan pindah setelah kejadian kakeknya meninggal," jelas Alex. Aku tertegun mendengarnya dan tahu kejadian di keluarga Samuel. Tapi aku tidak mau memikirkannya. Hanya diam membisu, melewati rumah yang begitu besar tapi tak berarti bagiku bila tak berpenghuni. Terpikir jika Sam benar ada pun, itu tak mungkin karenaku. "Jangan melamun! Dia gak akan datang meski kamu memandangi rumahnya selama itu," ucapan Alex mengejutkanku. Mobil berhenti di sebuah rumah yang tak jauh dari rumah Sam. Keluar dari mobil antara aku dan Alex kali ini. Melihat sekitar halaman rumahnya yang cukup luas. "Kamu tinggal disini?" tanya Ku. "Hmm." "Seorang ...." "Heem," sela Alex. Berjalan memasuki rumah yang cukup besar mengikuti langkah Alex yang kini sudah duduk di sofa yang luas dengan nuansa putih disana. Duduk sembari menatapku dengan mata lemahnya. Aku menghampirinya dan duduk di sampingnya. "Kau tidak terpikirkan jika Sam ada dan akan membawamu kan?" tanya Alex di sampingku. "Mimpi, aku hanya heran. Kamu ini pemalas, tapi tinggal di rumah mewah begini," balas Ku. "Kau ini, tentu saja karena pekerjaan, aku tinggal disini!" seru Alex. "Tidak percaya kapan kamu bekerja, setiap saat mengganggu aku," tukas Ku. "Terserah kamu lah, Cha. Sekarang kamu rawat aku yang lagi sakit ini!" seru Alex. Menoleh ke arahnya menatap dengan penuh tanya. "Kamu sakit, tapi kenapa mencurigakan?" tatap Ku. "Apanya yang curiga? Bukankah kamu sudah sentuh dahiku?" balas Alex. "Coba ku sentuh sekali lagi." "Lakukan," angguk Nya. Seketika detak jantungku berhenti saat tanganku di atas dahinya memastikan suhu badan Alex. Tapi, tangan mematuk tatapan Ale berada tepat di hadapanku dengan penuh arti, tangan masih mengatung di dahinya pandanganku juga turun menatapnya. Mesti berwajah pucat dan tak bersemangat, tapi tidak mengurangi parasnya yang tampan. Membuatku terkagum akan ciptaan Tuhan yang ada di hadapanku, dulu aku tidak menyadari jika Alex bisa setampan ini sekarang. "Bagaimana, panas tidak?" tanya Alex membuyarkan diriku. Meski canggung melepas tanganku, tapi ucapannya apa adanya. Memang suhu tubuhnya begitu tinggi sampai tanganku tidak merasa nyaman, juga detak jantung yang berdetak tak beraturan yang semakin membuatku tidak bisa berpikir jika aku terkagum pada Alex. "Apa aku bodoh, sampai mengagumi pria yang hampir tiap hari mengejekku," gerutu batinku. Duduk disamping Alex benar-benar mengejutkan dan semakin canggung. "Bagaimana, kenapa kau malah jadi bisu?" teriak Nya lagi, mengejutkanku. "His, kau ini tidak sabaran. Aku sedang memikirkan obat apa yang bagus buatmu!" seru Ku. "Tidak perlu, aku sudah berobat dan obat ada disana!" tukas Alex sembari menunjukan bingkisan obat dari dokter di atas meja. "Lalu jika kau sudah berobat, untuk apa mengajakku kesini untuk menemanimu minum obat?" tanya Ku. "Iya memang harus seperti itu. Jika tidak, untuk apa aku memintamu datang," balas Alex. "Kenapa harus aku yang menemanimu? Bukankah cukup kau sudah berobat dan meminum obatnya itu akan membuatmu cepat sembuh," jelas Ku. "Percuma saja, jika tidak ada kamu bagaimana aku akan meminum obat dengan tangan lemah dan badanku juga tidak kuat menggigil sedari tadi," ucap Alex. Aku mengangkat sebelah alis tidak percaya jika pria tampan yang sempat aku kagumi barusan berbicara hal yang tidak masuk akal dengan wajah polosnya. "Apanya yang tidak bisa apa-apa, tangan lemah badan menggigil. Kau baru saja mengemudikan mobil mu, bahkan berbicara tanpa henti menggerutuiku," protes Ku. "Perawat tidak diperbolehkan untuk merutuki pasien, sebaiknya kau buatkan aku makanan! Rasanya badanku sangat lemah sampai tidak mau jika harus memakan masakan cepat saji di luaran sana," ucap Alex. Benar-benar tidak habis pikir jika pria seperti Alex bisa berbicara dan bertingkah lemah dihadapan ku dengan perasaan tidak bersalah sepertinya. "Baiklah, karena kau sudah membantuku. Dengan terpaksa aku harus membantumu juga," balas Ku. Meski tampak malas tapi aku tetap bangun dari duduk hingga berjalan pergi meninggalkan Alex menuju dapur yang cukup luas di sana bahkan lemari pendingin pun isinya lengkap dengan bahan makanan. "Dia ... Aku kira selalu beli makan di luar," gumam Ku. Tanpa pikir panjang, aku memasak lebih tepatnya ku butmat bubur khusus untuk orang sakit. Setelah selesai menyiapkannya dan membawa semangkuk bubur dan memberikannya pada Alex yang masih berbating di sofa. "Hmm, makanlah!" seru Ku menyimpan mangkuk bubur di atas meja. "Apa itu?" tanya Alex. "Makananmu." "Itu saja?" tanya Alex. "Hmm," angguk Ku. "Ini ...." "Makan!" sela Ku dengan tatapan tajam. "Hmm, berikan padaku?" pinta Alex. "Di depanmu masih minta aku memberikannya?" tanya Ku. "Bukankah tanganku tak bertenaga?" "Hah?" Aku terperangah menatap tajam wajah melas Alex yang berpura-pura lemah. "Hmn, baiklah tuan muda yang manja!" Pada akhirnya aku duduk di samping Alex saling berhadapan dan mengambil mangkuk bubur yang sempat ku buat untuknya dan mencoba untuk menyuapi Alex, meski dengan wajah kesal ku dibuat olehnya. "Aw aw ... Ini masih panas!" seru manja Alex membuatku menatap dengan sangat tajam ke arahnya. Menghela nafas menghadapinya aku meniupi bubur yang masih panas dan menyuapinya perlahan kepada Alex. Satu persatu ku suapi Alex memakan buburnya meski perasaan kesel menyerang diriku. Tapi aku tidak bisa berbuat apapun ketika saat kesentuh dahi pria yang ada di hadapanku masih terasa panas, dengan suhu yang sangat tinggi dan pada akhirnya aku suapi hingga habis mangkuk yang ada di tangan menyimpan mangkuk di atas meja. Memberiakan nya minum dan meraih kotak obat yang ditunjukkan oleh Alex, hingga aku memberinya minuman obat untuk pria itu setelah selesai minum ya aku bereskan kembali hingga membersihkan beberapa sisa makanan. Kembali duduk disampingnya Alex mencoba memastikan suhu tubuhnya lagi, meski terlihat Alex tersenyum-senyum sendiri setiap kali apa yang kulakukan kepadanya. "Bukankah, seharusnya kamu tidur di dalam kamar saja? Sepertinya cuaca hujan kemarin yang membuat suhu tubuhmu menjadi tidak baik seperti ini," ucap Ku. "tidur di kamar denganmu?" tanya Alex. "Dasar bodoh untuk apa aku tidur denganmu yang sakit kamu, bukan aku!" tegas Ku. "Jangan pergi, selain aku masih belum sembuh. Kau juga tidak akan tahu jalan pulang," tegas Alex. "Ya aku tahu, tapi aku tetap harus bekerja dan juga sepertinya ada hal yang harus aku kerjakan," jelas Ku. "Apa itu?" tanya Alex. "Hmm, urusan wanita," tegas Ku. "Hah?" "Sudahlah, aku harus ke kamar mandi!" seru Ku bergegas pergi ke kamar mandi tanpa menghiraukan Alex yang masih terperangah melihat aku yang pergi ke kamar mandi sesekali kulihat dia yang juga sudah berjalan menaiki tangga ke kamarnya. "Astaga, di saat seperti ini malah datang!" gerutu Ku. Kebingungan harus bagaimana, tanpa tahu solusinya. Aku hanya terdiam di dalam kamar mandi, datang bulan yang tidak tepat saat aku sedang berada di rumah orang lain tanpa persiapan. Sementara aku sedang kebingungan di dalam kamar mandi apalagi celana yang kukenakan juga terdapat bercak merah yang sempat membuatku malu melihatnya. Cukup lama berada di dalam kamar mandi tanpa mencoba untuk keluar tapi aku aku bersikeras untuk meminta tolong kepada seseorang. Tapi mengingat hanya ada beberapa orang contact number teman-temanku di jalan ponsel membuatku tidak habis pikir bahwa menyimpan banyaknya kontak orang lain mungkin akan jauh lebih berguna dan bermanfaat di sela-sela seperti saat ini. "Apa yang harus aku lakukan jika seperti ini? Apakah aku harus pulang saat ini juga sepertinya ide yang bagus," gumam Ku. Terdengar di luar sana bunyi bel pintu begitu sangat jelas dan tidak ada yang mencoba untuk membuka pintu. Apalagi Alex memang sudah berada di kamarnya, kali ini terpaksa aku membuka pintu kamar mandi itu hanya bagian kepalaku saja yang keluar mencoba untuk memperhatikan kan rumah yang sama sekali tidak ada penghuninya. Selain aku dan Alex di sini seseorang di luar sana membunyikan bel rumah berulang kali hingga membuatku bergegas menghampiri pintu depan dan membukanya. "Kau memintaku membeli barang-barang yang benar-benar membuatku malu di supermarket tadi!" gerutuan seseorang pria mengenakan hoodie warna biru muda tertegun melihat aku yang membukakan pintu untuknya. "Kamu siapa?" tanya Ku. "Ini ... pesananmu," ucap Nya memberikan beberapa bingkisan ke hadapanku. "Tapi aku tidak pesan apapun," balas Ku "Ya, tapi kekasihmu itu yang memesannya. Sepertinya memang aku yang salah duga, apakah dia baik-baik saja?" tanya Nya. "Maksudmu ... Alex?" balas Ku. Dia hanya mengangguk untuk menanggapi pertanyaan ku yang juga sedikit canggung takut dia memperhatikan keadaanku. "Hmm, kalau begitu aku pergi dulu. Jika ada sesuatu hubungi lah aku. Aku ada di sekitar kompleks. Katakan pada Alex," ucap Nya bergegas pergi begitu saja tanpa mencoba untuk masuk ke dalam rumah. Apalagi sampai berbincang dan bertemu dengan Alex. "Pria yang sangat sama anehnya dengan Alex yang ada ada di atas sana," gumam Ku. "Kamu membicarakanku Nona?" Suara Alex mengejutkanku hingga membuatku merasa canggung, takut Alex menyadari apa yang terjadi kepadaku. "Ini pesananmu, tadi temanmu itu terburu-buru mengantarnya dan dia juga sudah pergi," ucapku memberikan beberapa bingkisan kepada Alex. "Itu untukmu, aku turun hanya karena haus saja!" seru Alex, dia beralih dan pergi tanpa menghampiriku. Apalagi sampai bertanya tentang apa yang terjadi kepadaku hingga dia pergi ke dapur tanpa berbicara lagi. Aku terdiam tanpa untuk terlalu banyak bertanya kepada Alex. Aku membuka beberapa bingkisan yang ada di tangan, hingga terkejut mendapati isi bingkisan yang sama sekali tidak pernah kubayangkan, jika bingkisan itu berisi tentang beberapa merek pembalut dengan jumlah yang sangat banyak. Dan juga satu bingkisan lagi setelan pakaian yang membuatku tersenyum senang mendapatinya. Meski ada banyak pertanyaan yang ingin aku antarkan kepada Alex. Tapi aku memilih untuk bergegas masuk ke dalam kamar mandi lagi dan menyelesaikan masalahku. Aku yang sama sekali tidak pernah kuduga terjadi kepadaku di saat-saat yang tidak tepat bahkan di rumah orang lain lebih tepatnya di rumah Alex. Senyum bahagia dan perasaan lega setelah mencuci pakaianku yang kotor dan aku mengganti baju dengan pakaian yang pas di belikan oleh Alex tadi. Pakaian santai yang menyenangkan dan nyaman ketika hanya mengenakan stelan kaos di saat seperti ini. Keluar dari kamar mandi, aku kesulitan mencari tempat dimana bisa menjemur pakaianku. "Di ujung dapur paling kiri!" seruan Alex di sofa ruang tamu terdengar sangat jelas sedng memberitahuku. Mendengarnya aku tersenyum dan bergegas pergi menuju dapur dan tempat dimana untuk menjemur pakaian ku yang baru saja aku cuci. Seragam kerja ku masih utuh tapi aku gantungkan jika pulang nanti baru aku ambil lagi titik perasaan senang dan mulai membaik meskipun ada begitu banyak hal yang ingin kutanyakan kepada Alex. Tapi cukup berterima kasih kepadanya karena tahu kondisiku dan masalah yang sedang menimpa diriku perasaan canggung. Saat aku berjalan menghampirinya Alex masih merebahkan tubuhnya di sofa dan melihat ke arahku. Duduk di tepi sofa di samping Alex aku mencoba untuk berterima kasih kepadanya. "Tidak perlu berterima kasih, kau cukup rawat diriku itu sudah jauh lebih baik." Alex berbicara sebelum aku mengucapkan kata terima kasih kepada-nya membuatku tampak kesal hingga memajukan bibirku dan menatapnya dengan tajam. "Siapa yang mau berterima kasih kepadamu, itu adalah kewajibanmu siapa suruh juga kau membawaku ke sini tanpa membiarkan aku mengganti pakaian dan juga sampai sesuatu hal terjadi kepadaku," gerutu Ku Alex menatap ke arahku dengan sangat tajam tanpa berbicara, mata sayunya terlihat seakan-akan dia menahan panas di suhu tubuhnya yang begitu tinggi. "Siapa yang menyuruhmu untuk turun? Bukankah pasien seharusnya tidur di kamar?" alih Ku mengubah suasana antara aku dengan Alex. "Jodi bilang kalau dia membeli semua ukuran perempuan. Jadi berapa nomor ukuran mu?" Pertanyaan Alex membuatku terkejut hingga tanpa sadar aku memukul kepalanya membuat dia meringis kesakitan mendapati pukulanku. "Biar tahu rasa kamu bertanya kepada wanita yang sedang dalam fase seperti ini!" tatap Ku dengan tajam membuat dia mengerutkan tubuhnya dan mengangguk memahami peringatan dari aku. "Bukankah hanya ukuran saja?" tanya Alex. "Tetap tidak perlu tahu!" tegas Ku, di balas anggukan oleh Alex. "Kupaskan apel," pinta Alex, dia tertegun mendapati tatapan tajamku lagi. Sempat ingin tertawa melihat wajahnya yang merasa bersalah itu, tapi aku tahu dia sedang sakit dan harus merawatnya dengan baik hingga sembuh. Apalagi, dia sudah membantuku banyak hal yang menyulitkanku. Pada akhirnya aku mengambil buah apel yang ada di atas meja dan mengupasnya mengupasnya dengan perlahan dan juga menatap tajam ke arah Alex. Meski di dalam hati rasa ingin tertawa ketika melihat wajah Alex seperti anak kecil yang merajuk kali ini, dia benar-benar menggemaskan tapi hal yang tidak mungkin bagiku berbicara lembut lagi kepadanya. Meski aku tahu semua yang lakukan adalah yang terbaik untukku, apalagi terdengar begitu menyenangkan ketika ada seorang pria yang mementingkan tentang hal-hal kecil dan pribadi wanita dan dia dapat memahaminya. "Kau ini wanita teraneh yang pernah kutemui, kadang kau begitu menakutkan, menyebalkan juga menggemaskan. Tapi kau juga seperti wanita gila yang tertawa sendiri tanpa ada hal yang harus ditertawakan." Ucapan Alex membuatku tersadar dan menghentikan lamunanku tentang dirinya dan dan aku juga menyesali mengatakan Alex yang begitu menggemaskan bagiku. Aku mengupas kan apel juga menyuapinya benar-benar adalah hal yang membuatku semakin malas dengan apa yang terjadi kali ini sepertinya ini sudah sangat larut. "Bukankah, seharusnya aku pulang?" tanyaku. "Kau mau pulang atau aku yang harus mengantarkan mu?" balas Alex. Aku tertegun mendengar pertanyaan dari Alex ada benarnya juga hal yang tidak mungkin bagi aku meminta Alex mengantarku. Tapi tidak mungkin juga bagiku pergi seorang diri tanpa tahu arah. "Bisakah kamu meminta temanmu untuk mengantarku pulang?" tanya Ku. "Dan aku yakin mereka tidak akan mau untuk melakukannya," balas Alex. "Kenapa, bukankah pria tadi dia mau melakukan perintahmu, apalagi sampai mencarikan pembalut dengan merek yang banyak untukku?" tanya Ku lagi. "Itu karena dia bodoh dan dan aku pintar, jadi orang bodoh memang harus selalu menuruti orang pintar," jelas Alex. "Tidak ada teori seperti itu, hanya ada kesombonganmu saja di dunia ini," protes Ku. "Baiklah-baiklah, tunggu aku baikan. Nanti aku akan mengantarmu pulang, tapi jika perasaanku masih tetap sama saja terpaksa kau harus menginap di sini. Ada kamar lain di rumah ini, kamu bisa tidur di sana," jelas Alex. Ucapannya terlihat serius kali ini membuatku merasa kasihan kepadanya hingga tanpa sadar tanganku kembali mengecek suhu tubuh Alex terdiam dan memastikan bahwa suhu panas yang sempat tinggi tadi. Kini mulai reda hingga membuatku tersenyum tapi aku tersadar apa yang sudah aku lakukan hingga tanganku yang masih di atas dahi Alex tertahan dipegang olehnya. Aku dan dia saling bersitatap satu sama lain dengan pandangan yang tidak bisa diartikan, apalagi ditambah detak jantungku yang berpacu semakin kencang setiap kali berada di hadapan Alex, apalagi posisi sangat dekat seperti saat ini. "Kenapa ada pria yang begitu, membuatku terpesona. Meski dia sedang dalam keadaan sakit seperti ini?" batin Ku. "Apakah kau sangat menyukai ketika menyentuh dahiku?" tanya Alex. Aku tertegun mendengar ucapannya mencoba untuk melepas tanganku. Tapi tangan Alex yang begitu hangat membuatku tidak bisa melepas tanganku di atas dahinya Alex. Bahkan menyentuh pinggangku memperdekat posisi diriku dengan dirinya. Hingga saat aku mencoba untuk bangun Alex menarikku lagi dan hal yang paling tidak pernah kuduga ketika pria itu malah mencium bibirku. Bibir yang begitu lembut masih terasa hangat dari suhu tubuhnya, membuatku membulatkan kedua mata tidak percaya dengan apa yang terjadi kali ini apalagi Alex semakin mempererat pegangan tangannya di pinggangku hingga membuatku aku semakin tidak bisa bangun dari posisiku kali ini. Hal yang sama sekali tidak kuduga ketika tenaga seorang pria yang sedang sakit masih saja tidak bisa ku kalahkan meski hanya untuk melepas pegangan tangannya. Apa lagi pegangan tangan Alex satunya lagi, dia meraih kepalaku hingga ciumannya masih melekat di bibirku, meski tidak ada balasan dari ku tapi aku tidak lagi mencoba untuk melepas ciumàn itu hingga Alex sendiri yang melepasnya. Bangun dari posisiku duduk dengan perasaan canggung kali ini kurasakan, apalagi Alex juga ikut duduk di sampingku tanpa berbicara sepatah kata pun perasaan yang tidak bisa kuungkapkan dan tidak memahami apa yang terjadi. Bahkan debaran jantung yang semakin kencang membuat diriku semakin salah tingkah, hingga saat aku mencoba untuk bangun dari posisi dudukku. Tapi kuurungkan dan menoleh kearah Alex yang juga menoleh ke arahku hingga membuat kami saling bersitatap satu sama lain. Dan lagi dengan jarak yang sangat dekat apa lagi bibir yang sempat mencium ku terlihat sangat dekat sekali hingga Alex memiringkan kepalanya dan mencium bibirku aku lagi. Terasa sangat konyol ketika aku malah diam saja saat ia melakukannya atau mungkin juga karena aku yang sudah lama tidak pernah mendapatkan ciuman seperti ini lagi. Apalagi dengan perlakuan yang sangat lembut seperti yang dilakukan oleh Alex kurasakan, perasaan panas di tubuhku mulai naik hingga aku mencoba menahan nya dan menyentuh tubuh Alex agar membuatnya melepaskan ciumân itu. Tapi dia sama sekali tidak melakukannya melainkan menarik tubuhku dan memperdalam ciuman kami hingga dia menyandarkan tubuhku di sandaran sofa dan ciumân nya masih berlangsung dia lakukan dengan waktu yang sangat lama. Tapi kali ini aku menerimanya dengan nafas teratur, hingga ku balas ciuman ya dengan lumatan yang sama persis apa yang dilakukan oleh Alex kepadaku. Cukup lama apa yang kami lakukan di ruang tamu duduk di sofa berciumàn tanpa henti dilakukan antara aku dengan Alex. Meski tidak lebih dari sebuah ciumàn, tapi cukup membuat kami kehabisan nafas hingga Alex melepasnya dan tersenyum tipis menatapku. "Memang ya, jika dengan orang yang berpengalaman begitu menyenangkan," ucap Alex. "Dan Kamu mengaku masih sendiri tapi berciumân, sepertinya kamu sangat ahli dalam hal ini," balas Ku. "Jujur saja, aku hanya melakukannya satu kali dengan teman sekolahku dulu. Tapi aku yang tidak bisa dia memarahi itu bahkan memutuskanku," jelas Alex. Aku tertegun mendengarnya tapi wajah Alex tampak sedang bersungguh-sungguh "Terdengar sangat konyol, tapi itulah yang terjadi kepadaku sampai-sampai membuatku mencari situs untuk memperbaiki cara berciumàn ku. Tapi berujung aku sama sekali tidak memiliki seorang kekasih sampai saat ini rasanya membosankan sekali memiliki seorang kekasih, apalagi wanita yang sama seperti seperti mantanku itu. Dia bahkan protes kepadaku atas kemampuanku terutama adik kecilku yang diremehkan benar-benar sangat membuatku kesal kepadanya," jelas Alex lagi. Saat aku mendengarnya terdengar seperti lelucon tapi aku memang tidak bisa menahan hal yang Alex ceritakan hingga membuat pria itu tetap tersenyum tipis melihat aku yang tertawa menertawakannya. "Lalu, apakah sekarang kau sudah merasa jauh lebih pandai dari sebelumnya?" tanya Ku dengan senyum tertahan. "Kau boleh mencobanya, tertawalah sepuasmu. Aku tidak akan marah hanya saja sepertinya kamu masih belum puas dengan kinerja aku dan aku masih harus jauh giat mempelajarinya lagi," jelas Alex. "Iya, meski sempat rasanya aku ingin menggigit bibirmu itu. Saat kamu tidak melakukannya dengan baik, tapi cukup lumayan bagi kamu yang untuk kedua kalinya menciûm bibir seorang wanita?" ucapku. "Ya, tapi tetap saja kamu adalah wanita pertama yang aku cium dengan sungguh-sungguh, karena mantanku itu aku sama sekali tidak bersungguh-sungguh menciumnya, melainkan hanya ingin membuktikan kepada dirinya bahwa aku juga bisa melakukannya meski ujungnya tetap saja hasilnya sama aku payah dalam hal itu," jelas Alex. Meski terdengar jahat saat aku menertawakan pria yang ada di hadapanku itu. Tapi cerita Alex memang benar-benar menguras perut hingga aku tertawa tanpa henti mendengar ceritanya apalagi masa lalunya. Pria dengan paras tampan seperti Alex memiliki pengalaman yang begitu lucu bagiku tentang hal yang sangat lazim untuk dilakukan tapi cukup menyenangkan untuk bercerita di malam hari bersama dengannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD