Tuan Muda

1067 Words
Sembari memeluk kedua lutut, tanpa terasa air mata berjatuhan begitu saja, dengan rasa sakit dalam hati semakin menyesak di dalam d**a. Perasaan ingin bergegas pergi dari tempat yang membuatku sesak semakin berkemuruh. Hingga malam tiba, Alex sama sekali tidak ada jejak untuk kembali ke kamar. Meak di mencoba untuk mencari keberadaannya tapi hal tidak mungkin aku mencari dia di rumah yang begitu besar, bahkan aku sama sekali tidak mengenali tempat itu hingga aku memilih untuk tidur lebih awal meski waktu sudah menunjukkan jam 1 malam. Menatap langit-langit kamar saat aku terbaring di atas tempat tidur yang cukup besar, seharusnya ada Alex yang tidur di sampingku. Dia akan tersenyum setiap kali mengganggu aku tidur di sampingnya. Tapi, saat tau aku malah mengecewakannya bahkan membuat dia menjauh saja dari ku, membuatku tidak bisa mengatakan banyak hal apalagi menjelaskannya. Ciuman yang di lakukan Samuel memang membuatku bernostalgia dengan masa lalu. Tapi, yang terjadi jauh lebih menyakitkan ketimbang aku merasa bahagia bisa merasakannya lagi, karena ada suamiku yang merubah sikapnya hingga mengacuhkanku. Waktu berlalu begitu saja hingga aku merasa tertidur dalam sekejap dan sudah terdengar riuh kisruh para pekerja dan juga pesta pernikahan yang di selenggarakan hari ini. Saat aku terbangun dari tempat tidur tidak ada jejak suamiku di sana, namun saat aku melihat kearah sofa, Alex benar-benar tidur di sana tanpa mencoba untuk menghampiriku apalagi tidur di sampingku. Perasaan sakit di dalam hati semakin menyeruak ketika mengetahui bahwa Alex bahkan merasa muak dengan tubuhku ini. Berjalan pergi turun dari tempat tidur hingga aku masuk ke dalam kamar mandi, sempat ingin sekali melihat wajah suamiku. Namun dia memutar tubuhnya hingga membelakangi arahku. Berdiam diri di dalam kamar mandi cukup lama ku lakukan untuk melepas segala rasa sakit yang ku rasakan di dalam hati. Hingga menangis tanpa henti di bawah terpaan air untuk menutupi tangisanku. Andai semua yang ku lakukan adalah sebuah ketulusan mungkin tidak akan terjadi hal seperti ini. Aku lebih memilih Alex memarahi, dibanding dia mendiami diriku tanpa berbicara. Mungkin sudah sekitar 1 jam aku di dalam kamar mandi hingga perasaanku masih saja belum berubah ketika rasa sakit itu semakin menyeruak hingga air mata tak terbendung. Rasa rindu kepada saudariku dan juga pelukan Uwa Umiya, membuatku ingin bergegas pergi dari sini. Ruangan yang membuatku begitu sesak hingga hanya tangisan yang membuatku jauh lebih baik. Menarik handuk dan mengenakannya, aku berjalan keluar dari kamar di mandi dan sudah terlihat Alex berada di sana. Meski aku tidak menginginkan untuk keluar dari kamar tapi, sepertinya acara sudah hampir pada waktunya setelah aku melihat para tamu undangan sudah berdatangan. Sebuah ketukan di balik pintu membuyarkan diriku yang terdiam, hingga aku berjalan menghampiri pintu dan membukanya. "Nona, Tuan muda memberikan pakaian untuk anda kenakan. Apakah anda sudah siap untuk di rias?" Pertanyaan seorang pelayan membuatku mengangkat sebelah alis. "Maaf! Aku busa merias diriku sendiri. Sebaiknya kalian kembali saja dan melakukan pekerjaan kalian dan biarkan aku bersiap!" tegas ku. Mereka membalas ucapanku dengan anggukan. Namun tidak ada yang pergi dari sana hingga aku menutup pintu. Rasa tidak ingin aku mengenakan gaun dan pergi keluar tapi, hal yang tidak mungkin bagi diriku mempermalukan Alex di depan keluarganya. Hingga setelah aku merias diri, berjalan melangkah untuk keluar dari kamar. Meski enggan tapi, aku mencoba untuk memeriksa kembali mata sembabku hingga tidak terlihat, ku tutupi dengan riasan. Aku terkejut saat melihat Alex berdiri tepat di hadapanku saat aku membuka pintu kamar. Pria tampan dengan setelan jas hitam dengan kemeja putih, tampak terlihat begitu nyaman melihatnya. Namun bibirnya begitu rapat tanpa senyuman yang selam ini sering ku dapatkan apalagi sambutan hangat dari dirinya. Dia menyodorkan lengan tangannya untuk ku raih, meski ragu-ragu ku lakukan hingga kami berjalan meninggalkan kamar dan mengikuti acara pernikahan saudara Alex hingga selesai. Sepanjang acara Alex tidak berbicara sepatah katapun hingga aku melepas rangkulan tanganku di lengannya dan dia benar-benar berjalan pergi meninggalkanku. Semakin sakit di dalam hati ini saat mendapatinya. Entah aku yang cengeng atau mungkin aku yang merasa bersalah kepadanya bahkan tidak memiliki kemampuan untuk berbicara, menjelaskan dan meminta maaf kepadanya. Beberapa makanan dan minuman yang ada di hadapanku, ku ha iskan dalam sekejap untuk mencoba menenangkan perasaan hingga acara selesai dan pesta penyambutan para tamu, mereka saling bercengkrama berbincang satu sama lain selain diriku. Aku hanya menyibukkan diriku dengan beberapa makanan dan mencoba untuk menghindari Samuel yang sedari tadi menatap ke arahku. Setelah merasa sesak semakin terasa aku menyingkirkan makanan yang ada di hadapanku perlahan, berdiri dari duduk hingga aku berjalan seperti biasanya meski rasa ingin berlari begitu kuat namun, tidak aku lakukan. Hingga masuk ke dalam rumah meninggalkan ramainya pesta. Sebuah tangan menarik lenganku hingga di pelukannya. Aku semakin kesal saat menatap seseorang yang benar-benar dengan sesuka hati menarik diriku, menatapku dan memelukku. Samuel tidak memiliki hak itu hingga aku memilih menginjak kakinya dan terlepas dari pelukan yang begitu erat dia lakukan. "Tidak puaskan kamu, memperlakukan sesuka hatimu! Bukankah seharusnya kau menjelaskan sesuatu hal yang seharusnya kau jelaskan kepadaku dari beberapa tahun kebelakang. Dan sekarang kau bahkan jauh lebih menyenangkan ketika aku tersiksa seperti ini. Kau tau aku adalah istri dari saudaramu. Tapi, kau melakukannya dan menghina diriku tepat di depan suamiku sendiri. Aku tidak pernah menyangka jika ada pria yang seburuk dirimu, yang masih utuh dengan segala keegoisan tanpa mencoba untuk merubah diri apalagi merasa dirimu bersalah." Sempat air mata menetes di no pelipis mataku yang tidak bisa ku tahan. Mengatakannya membuat Samuel terdiam. Entah apa yang sedang dia rasakan namun, Samuel sama sekali tidak bicara untuk menanggapi tanggapanku. Hingga aku memilih untuk berbalik tapi, dia tetap saja menarik tanganku. Namun kali ini tidak memberikanku kepelukannya. "Aku bahagia saat mendengar kamu berbicara begitu banyak lagi di hadapanku," ucap Samuel. Mendengarnya seketika aku menjadi terdiam, seakan-akan apa yang selalu ku katakan adalah sebuah kesalahan. Hingga membuat semua menjadi merasa canggung termasuk suasana kali ini. Tapi, menjauhi Samuel adalah hal sangat tepat dengan situasi dan perasaanku yang bercampur aduk tidak bisa ku utarakan hanya tangisan yang berbicara saat aku mencoba untuk berbicara lagi kepadanya. Aku memilih untuk berlari yang sempat aku tahan hingga aku masuk kedalam kamar tanpa untuk menghiraukan pria itu lagi. Saat melihat Samuel menciumku saja, Alex mendiamiku sepanjang hari. Apalagi saat melihat aku berada di pelukan Samuel barusan tentunya akan membuat Alex semakin jauh dariku. Terdiam di atas tempat tidur rasanya ingin sekali bergegas keluar dari tempat seperti saat ini, tanpa memiliki perasaan yang tidak bisa ku utarakan ketika tidak memiliki tempat untuk berbicara.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD