Avgld 6

4726 Words
Kejadian kemarin membuatnya meringis, sakitnya masih terasa. Tamparan yang Avitha terima membekas di pipi mulusnya, bahkan semenjak kejadian kemarin setiap dia menyisir pasti ada rambutnya yang rontok. Tak terasa air mata jatuh meluncur dari matanya, dunianya terasa menghilang. Baru kali ini, dia diperlakukan hina oleh seorang lelaki. Tanpa dia sadari bel sekolah berbunyi dua jam yang lalu, sekolah pun sudah sepi. Dia memutuskan untuk pulang, namun saat membuka pintu rooftop Avitha dikejutkan dengan kedatangan Galdin. “Avitha!” Ucap Galdin seraya menarik Avitha ke dalam pelukannya. Satu jam setelah bel sekolah berbunyi. Hari ini Galdin memutuskan untuk menjemput Avitha, bahkan dia sudah menunggu Avitha setengah jam sebelum bel pulang sekolah berbunyi. Entah mengapa setelah melihat kemarahan Satria membuat Galdin merasa khawatir kepada Avitha. Galdin rasa kini Avitha tengah dalam bahaya, Satria mulai bergerak mengkerahkan seluruh anak buahnya untuk mencari keberadaan Avitha. “Udah satu jam bel bunyi, kenapa gue belum liat Avitha ya?” Tanya Galdin pada dirinya sendiri seraya keluar dari mobil lalu mendudukkan bokongnya pada kap mobil. Sekolah yang Avitha tempati perlahan kosong, sedari tadi Galdin mencoba fokus mencari keberadaan Avitha yang siapa tahu ada di salah satu kerumunan beberapa siswa yang bergegas pulang. “Gue juga gak liat Zacky.” Gumam Galdin. Galdin melihat segerombolan siswi yang sedang berjalan ke arahnya, “O M G ada Galdinl!” seru seorang siswi.  Merasa ada yang mengenalnya, Galdin beranjak dari duduknya lalu menghampiri mereka. “Hi Galdin!” Sapa seorang bernama Fiona saat Galdin melihat name tag nya. “Hi!” Sahut Galdin seraya tersenyum, “kalian lihat Avitha gak?” Lanjut Galdin membuat Fiona dan teman yang lainnya mendadak kesal.  “Ck, maksud lo si Babu hm? Kayaknya semua cowok nyari dia deh, tadi anak sekolah tetangga. Rame rame lagi.” Tanya Fiona dengan jengkel. “Tadi juga gue liat dia ke belakang sekolah, kayaknya dia mau ke kantin belakang deh. Ish genit banget yah dia, itu kan tempat khusus buat kakak kelas sekolah sebrang yang bandel semua.” Sahut salah satu teman Fiona. “Ga tau, pokoknya gue nyari Avitha. Yang nyari banyak? Cowok semua?” Tanya Galdin dengan kesal, karena ada yang berani memotong pembicaraannya. “Ck, Babu kayak dia banyak yang nyari guys. Setau gue, mereka anak motor gitu, tampangnya juga sangar semua. Kayaknya dia beneran punya bakat jadi babu deh, soalnya dicari sana sini.” Ujar Fiona dengan nada yang seperti tengah mengejek Avitha. “Cih. Bahkan Babu lo gak ada pun, masih tetep lo gosipin. Berarti emang Babu lo itu istimewa.” Sahut Galdin sembari tersenyum sinis. Fiona terdiam karena merasa kalah dari Galdin, “Ish.” Umpatnya seraya menghentakkan kakinya dan berlalu meninggalkan Galdin, “Kristal lo jangan ngomong sama dia. Ayo!” Lanjut Fiona. Galdin menahan salah satu tangan teman Fiona dengan kencang, “lo temen kelasnya kan?” Tanya Galdin tajam. Galdin pernah mendengar nama Kristal keluar dari mulut Avitha, katanya Kristal itu teman Avitha namun ada satu kejadian yang membuat Kristal menghianatinya dan memilih bergabung dengan Fiona. “Jawab Kristal!” Desis Galdin. “Auhh, iya gue temen kelasnya. Setahu gue dia gak ke kantin pas istirahat, terus dia juga gak masuk pelajaran setelah istirahat.” Jelas Kristal. “Kenapa dia gak ke kantin?” “Ya gue gak tau lah, lepasin dulu cekalannya Galdin. Sakit. ” Pinta Kristal. “Avitha bilang, lo sama dia dulu sahabatan.” Ucap Galdin. “Ck, Avitha cerita apa aja ke lo. Dia gak ke kantin gara - gara Zacky gak ada, si Zacky bolos dari pelajaran pertama. Biasanya Avitha suka pergi sama Zacky ke kantin, tapi kayaknya dia pergi ke Rooftop sekolah deh.” “Lewat mana?” Tanya Galdin. “Gak tau, soalnya Cuma Avitha sama Zacky yang tahu tempatnya. Mendingan lo tanya sama Zacky aja deh, Rooftop sekolah sama Rooftop yang suka di pake Avitha beda tempat.” “Ya udah sono, thanks ya. Nanti gue atur jadwal buat lo ketemu sama si Zacky deh.” Balas Galdin yang langsung membuat Kristal menoleh. “Lo tau Zacky?” “Yap, dia sepupu gue. Nanti gue kabarin waktunya lewat Avitha aja, sekarang gue mau nyari dia dulu.” Pamit Galdin. “Aaaaa makasih Galdin, ya udah sana. Sekalian bawain dia makan sama tas nya di kantin, dia suka nitipin ke gue buat naro tas nya di kantin. Gue cabut duluan.” Skip Galdin sudah sampai di kantin, matanya mencari keberadaan tas milik Avitha. Sebelum itu dia memesan makanan terlebih dahulu, “Bu, masih ada Bakso nya? Saya mau pesan satu mangkok.” “Masih ada dek, adek bukan anak sekolah sini ya?” Tanya Mbak kantin. “Bukan bu, saya mau jemput pacar saya di sini. Oh iya, apa ada yang menitipkan tas di sini?” “Ada dek, biasanya yang suka nitip itu Avitha. Tapi sudah satu jam dia tidak mengambil tas nya.” “Kalo boleh saya tau, jalan ke atap sekolah ada berapa ya bu?” “Setahu ibu, ada dua pintu. Yang pertama suka di pake buat nyimpen barang, dan satu lagi udah di gembok jadi gak bisa di pakai lagi.” Jelas Ibu kantin. “Tempatnya dimana aja bu?” “Yang suka dipake ada di lantai tiga tepatnya ujung lorong paling kanan, satu lagi di belakang sekolah paling ujung dekat kantin belakang.” “Oh iya bu, makasih ya. Ini uangnya bu, sekalian saya pinjem mangkuk dulu, nanti saya kembaliin ke sini.” Pamit Galdin seraya memberikan satu lembar seratus ribu. “Kembaliannya buat ibu, jangan di masukin ke uangan penjualan. Itu uang saku buat ibu.” Lanjut Galdin. Ibu kantin kaget, “Loh dek, ini kelebihan banyak. Bakso nya juga Cuma sepuluh ribu.” “Ga papa bu!” Teriak Galdin saat sudah mencapai pintu kantin. Kini Galdin tengah berdiri di antara tangga untuk naik ke atas, dan gerbang menuju belakang sekolah. “Katanya rooftop yang sering dipake sekolah beda sama rooftop yang dipake Zacky, terus tadi ada yang bilang Avitha pergi ke kantin belakang sekolah. Berarti.......” Ada jeda sedikit dalam ucapan Galdin, “Belakang sekolah.” Ucap Galdin sembari sedikit berlari hampir saja dia tersengkur jika tak ada seorang cowok menahannya, kejadian itu membuat nampan yang dia pegang goyang sehingga kuah bakso yang berada dalam mangkuk tumpah membasahi nampan. “Ck. Jangan ngebut Bro! Lo gak lagi lomba lari kan?” Sinis seseorang di hadapannya. Galdin menghiraukan ucapan pemuda itu, matanya teralihkan pada kuah yang berpindah tempat. “Anjir kuah baksonya.” Umpat Galdin. “Ck, lo ngapain di sini Galdin?” “Terserah gue lah.” Sahut Galdin. “Ciih, cepet beresin urusan lo. Keburu si Zodit dateng.” “Hmm, nih pegang. “ Ucap Galdin seraya menyerahkan nampan yang berisi mangkok itu dan pergi menuju tangga dekat kantin belakang sekolah. Sesampainya di atap, Galdin hendak meraih gagang pintu dan bertepatan dengan itu pintunya terbuka. Menampilkan sosok yang sudah dua jam ini dia cari, Avitha. Galdin menatap Avitha prihatin, penampilannya berantakan, matanya sembab, dan pipi nya merah. “Avitha!” Panggil Galdin saat Avitha menubruk tubuhnya, kini Avitha tengah menangis di pelukan Galdin. “Hiks, gue takut Galdin.” Tangis Avitha. Galdin berusaha menenangkan Avitha, di usapnya punggung kecil gadisnya. “Ssssst. Sssst. Galdin disini Avitha, ada Galdin kamu gak usah takut. Ini Cuma salah paham doang.” “Galdin jangan pergi, Galdin udah janji sama mama buat gak ninggalin Avitha, Galdin juga ngejanjiin bang Sam buat gak ninggalin aku.” Lirih Avitha. “Iya Galdin inget, udah ah jangan nangis. Sini liat Galdin.” Titah Galdin seraya sedikit melonggarkan pelukannya dan mengangkat kepala Avitha agar bisa bertatapan dengannya. ‘Cup’ ‘Cup’ “Percaya sama aku, semuanya bakal baik – baik aja. Galdin mengecup kedua mata Avitha bergantian, lalu turun untuk menyejajarkan hidungnya dengan milik Avitha. Dia menggesekkan hidungnya, yang membuat Avitha kegelian. “Galdin ish, geli.” Ucap Avitha sambil menjauhkan wajahnya. “Haha, eh kamu kenapa kok merah mukanya? Hahaha” Tawa Galdin pecah saat melihat wajah Avitha yang sudah seperti kepiting rebus. “Apaan, enggak merah kok.” Sanggah Avitha seraya mengusap wajahnya beberapa kali. “Haha, itu telinganya ikutan merah.” Kekeh Galdin. “Bodo ah, awas gue mau pulang.” Kesal Avitha seraya mendorong bahu Galdin yang menghalangi jalannya. “Ck, marah nih.” Ledek Galdin seraya menyusul Avitha. Di dalam mobil. Keadaan hening, Avitha masih enggan mengajak Galdin berbicara. Begitu pun dengan Galdin, pikirannya terbagi dua, dia harus fokus menyetir dan memikirkan bagaimana caranya supaya Avitha tidak marah lagi. “Vi.” Galdin memanggil Avitha sangat pelan. “Avitha!” Panggil Galdin kembali karena merasa diabaikan. “Vii ih, Galdin nangis loh nih.” Ancam Galdin yang membuat Avitha menoleh. “Cowok kok cengeng.” Sarkas Avitha seraya mengibaskan rambutnya. Seketika Galdin memberhentikan mobilnya, dia menatap lurus jalanan di depannya. Selang sepuluh menit, akhirnya Avitha memberanikan diri bertanya. “Kok berhenti sih Galdin?” Tanya Avitha tanpa menoleh. “Galdin!” “GALDIN!” Kesal Avitha seraya menoleh menatap Galdin. “Lo? Astaga!” “Kok berhenti sih Galdin?” Tanya Avitha tanpa menoleh. “Galdin!” “GALDIN!” Kesal Avitha seraya menoleh menatap Galdin. “Lo? Astaga!” Avitha kaget saat melihat Galdin tengah menangis tanpa mengeluarkan air mata. “Lo.” Tunjuk Avitha sekali lagi, “Aishh, ck.” Lanjut Avitha sedikit mengumpat. Galdin menangis dalam diam, tak berani menatap Avitha pandangannya lurus menatap jalan di depannya. “Ck harusnya disini yang cengeng tuh cewek.” Gerutu Avitha masih terdengar oleh Galdin. Galdin menatap Avitha, matanya merah begitu pun hidungnya. “Berarti Galdin gak boleh nangis dong?” Tanya Galdin membuat Avitha mengacak kasar rambut Galdin.   “Tadinya gue mau nanya sama lo, lo apain adek gue sampe bertingkah kayak gitu?” Tanya Samuel balik. “Sam, kok Avitha pake seragam kayak gue ya?” Tanya Fiona. “Tante Dina, om Deni Avitha kenapa ya?” Tanya Galdin pada orang tua Avitha. “Mana tante tahu Galdin, kamu kan yang dari tadi sama Avitha.” Sahut Dina. “Ooooh tadi kamu jemput Avitha ya Galdin?” Tanya Deni membuat Galdin mengangguk. “Kamu turunin dia dimana?” Tanya Deni kembali. “Tadi Galdin turunin di gerbang om.” Ucap Galdin dengan polosnya. “Astagfirullah pah.” Ucap Dina pada Deni. “Abis nurunin Avitha, kamu bawa Fiona masuk mobil kan? Terus kamu anterin ke sini?” Tanya Deni kembali pada Galdin. “Iya om, kok om tau?” “Ck, jadi itu masalahnya. “ Ujar Samuel seraya masuk ke dalam rumah berniat menyusul Avitha di ikuti dengan Deni dan Dina yang menyisakan Fiona dan Galdin. “Ternyata Galdin gak peka orangnya.” Gumam Fiona yang masih terdengar Galdin, Fiona ikut masuk ke dalam dan meninggalkan Galdin yang tengah berpikir keras. Galdin menepuk jidatnya keras, dia menggerutu. “Vi!” Teriak Galdin yang baru menyadari kejadian beberapa menit yang lalu, sungguh Galdin sangat loading lama untuk persoalan ini, lelaki itu segera bergegas menyusul Avitha ke dalam kamarnya. SKIP Malam ini sangat menegangkan bagi Avitha, setelah mendapat ceramah panjang dari abangnya tadi setelah pulang sekolah. Bagaimana tidak menegangkan, sore tadi Avitha sudah menyetujui permintaan Samuel yang menyuruhnya untuk tidak lagi menyembunyikan identitasnya, baik di sekolah maupun di sosmed. Avitha sudah membuat grup di sekolahnya terkejut akan pernyataan yang Avitha berikan, hal itu membuat seluruh sekolah di bandung gempar membicarakan seorang Avitha Pouril alias Avitha si kaca mata tebal. Semua ini atas bujukan Samuel dan Galdin, kedua lelaki yang sangat Avitha sayangi sampai Avitha tak bisa menolak semua keinginan mereka. Malam ini juga Samuel akan mempertemukan Avitha dengan Satria, Delva dan Priclla adik dari Satria dan pacar dari Delva. Avitha masih ragu untuk bertemu dengan Satria, dia masih ketakutan melihat wajah Satria. Tapi berkat rengekan Galdin yang memintanya untuk berani, Avitha mengiyakannya asal dia harus ditemani Galdin di sampingnya. “Semua udah siap Zack?” Tanya Sam pada Zacky yang tengah menyiapkan makanan untuk nanti bakar bakaran. “Beres bang.” Sahut Zacky. “Sip dah, nanti anak anak kesini jam delapan, masih ada sisa tiga puluh menit lagi, sini lo ikut gue.” Ajak Sam. Di dalam kamar Avitha. “Galdin, kok aku deg degan ya?” Tanya Avitha seraya memainkan rambut Galdin yang tengah tiduran di paha Avitha. “Mana sini aku pegang yang.” Ujar Galdin hendak menjulurkan tangannya pada d**a Avitha. ‘PLAKK’ “Modus.” Ledek Avitha sembari menggeplak tangan Galdin dan menghempaskan kepala Galdin dari pahanya.  “Ish yang sakit.” Ringis Galdin mengusap kepala dan tangannya bergantian. “Apaan manggil yang, gak cocok banget dengernya kalo keluar dari mulut kamu.” “Emang aku ngomong apaan tadi?” Tanya Galdin usil. “Gak tau, emang kamu bisa ngomong?” Acuh Avitha saat tau kemana arah pembicaraannya. “Yah galtot deh.” Ucap Galdin pura pura sedih. Saat tengah asik saling meledek, Avitha dan Galdin mendengar keributan dari belakang rumah tepatnya depan kolam renang, mereka bergegas keluar menuju balkon untuk melihat apa yang terjadi. Sampai sebuah teriakan membuat Avitha mendadak gemetar ketakutan, “ AVITHA!” Samuel tengah menatap Satria dengan pandangan penuh kemarahan, sejak awal kedatangan Satria dan Delva kekesalan Samuel meningkat. Tatapan tajamnya seolah mampu membunuh kedua lelaki di hadapannya, Samuel tak terima kalau adik kesayangannya ada yang menyakitinya bahkan seujung kuku sekalipun. Bukannya Samuel tak berani menghadapi Satria, dia sudah tahu betul kelakuan temannya yang satu itu. Sekalinya membenci seterusnya tidak akan bisa berubah, apa yang Satria benci tak boleh terlihat lagi olehnya. Satu kejadian dimana mantan pacar adiknya selingkuh dan Satria mengetahuinya, besoknya pacar selingkuhan adiknya masuk rumah sakit. Samuel adalah ketua dari sekelompok geng di Bandung, mereka terkenal kejam bukan karena jago membunuh lawan, cara mereka mematikan lawan bukan dengan membunuhnya tapi mereka merusak pikiran musuhnya, membuat musuhnya mengalami trauma berat sehingga tak banyak targetnya mengakhiri hidup mereka dengan bunuh diri. “So, ngapain lo nyuruh gue kesini bawa Priclla segala.” Tanya Satria. “Lo lagi nyari Avitha kan? Cewek yang lo liat di Cafe bareng Delva.” Balas Samuel. “Iya lah, gue masih nyari info tentang itu cewek.” “Gue tau.” Ucap Samuel dengan muka tenangnya. “Lo tau Sam? Kasih tau gue dia tinggal dimana bro?” “Kalo gue kasih tau, lo harus ikutin satu perintah gue.” Nego Sam.  “Cih, emang lo siapa gue?” Sinis Satria meludah di samping Samuel. Samuel memandang Satria jijik, “Lo lupa, gue adalah ketua yang memimpin semua geng kota ini. Lo gak boleh lupa, kalo lo masih berada jauh di bawah gue.” Tutur Samuel seraya menaikkan alisnya sebelah. Satria terpancing emosinya, “Anj*ng lo emang!” “Bang udah lah, gak usah cari gara – gara.” Cela Delva hendak meraih tangan Satria agar menjauh dari Samuel. “Diem b*****t!” Sentak Satria pada Delva, seraya menyentakkan tangannya yang di cekal Delva. “Abangh.” Lirih Priclla ketakutan saat melihat abangnya begitu kasar. Satria mengabaikan ucapan adiknya, dia semakin maju ke depan lalu meraih kerah baju Samuel dan mencengkramnya, “jelasin sama gue, siapa cewek itu?” “Cih, ini yang paling gue gak suka dari lo Sat sama kalian semua, lo terlalu lemah buat ngatur emosi.” Tenang Samuel seraya menatap mata Satria penuh kesinisan, serta memandang anak buahnya yang baru saja datang dari arah pintu. Melihat tatapan sinis ketuanya, mereka kembali masuk ke rumah dan menunggu di ruang tamu. Satria terdiam, jauh di dalam hatinya dia sangat membenarkan ucapan Samuel. “Oke kasih tau gue sekarang, gue turutin perintah lo.” “Gue mau, lo. jauhin. adek. gue. Jangan ganggu dia.” Tekan Samuel tepat di depan muka Satria. “Ck, ngapain gue ganggu adek lo kenal aja kagak.” Sahut Satria seraya melepas cengkramannya pada baju Sam. ‘UHUKK’ Batuk Delva tiba – tiba, hal itu membuat Samuel tersenyum tipis. “Oke, gue pegang kata – kata seorang Satria.” Tegas Samuel memandang remeh Satria, “Gue panggil adek gue sekarang.” Lanjut Samuel. “AVITHA!” Panggil Samuel dari belakang halaman. “DEK, TURUN LO!” Teriak Samuel saat melihat Avitha di balkon atas tengah menatap ke arahnya seraya ketakutan. Penerangan ke balkon Avitha sangat minim, membuat Satria dan Priclla tak bisa melihat jelas siapa perempuan itu. “GALDINIOR DINO GENDONG ADEK GUE TURUN!” Titah Samuel pada Galdin. “SIAP BANG!” Galdin menjawab seraya langsung menggendong Avitha bridal style. Satria merengut, “Galdin geng kita Sam?” Samuel mengangguk, “Yap, mereka lagi deket dari sebulan yang lalu. Paling juga besok jadian.” Sahut Sam seraya pergi ke meja dekat kolam untuk mengambil minum. - - - “Galdin ih, lepasin gue. Gue gak mau ketemu mereka, kata Zacky geng yang di pimpin bang Sam itu pada bahaya semua.” Rengek Avitha seraya berontak dalam gendongan Galdin. Galdin mendengus, “Gak semua Avitha.” Balasa Galdin dengan sabar. “Lo tau dari mana? Apa lo bisa buktiin?” Cicit Avitha sedikit diam karena cape. “Buktinya gue sama Zacky baik sama lo, kita semua punya titik bahaya masing – masing Avitha, tapi bahaya itu gak berlaku buat lo.” Tutur Galdin seraya mengecup Avitha yang masih dalam gendongannya. Avitha melongo tak percaya, “lo?” Tanya Avitha kaget. Galdin mengangguk, “Iya, gue sama Zacky masuk geng. Hehe.” Cengir Galdin. Avitha mencubit d**a Galdin sangat kencang, membuat pemiliknya meringis. “Auh.” “Ish, kalian semua itu ya nakal banget. Kalo aja mama sama papa gak ke Jakarta, udah aku aduin kalian biar kena poukul papa.” Sungut Avitha kesal. Galdin hanya cengengesan tak jelas, hal itu semakin membuat Avitha semakin gemas padanya. “Ishh, awas ya kalian nanti Avitha hukum.” Ancam Avitha seraya berontak minta turun, “Turunin, udah deket juga.” Galdin menurunkan Avitha dan berkata, “Tadi aja sok – sok an nolak gak mau kesana eh sekarang jalan sendiri ke sana.” Oceh Galdin. “Mau gak mau juga udah terlanjur masuk kandang yang isinya harimau semua.” Sahut Avitha seraya menatap Galdin sinis, “eh enggak deng, ada satu kucing.” Lanjut Avitha. “Maksudnya?” “Gak ah.” Lalu pergi meninggalkan Galdin sendiri, Sesampainya di halaman, Avitha disuguhkan pandangan tak enak. Di pinggir kolam ada Samuel berdiri menatap tajam Satria dan teman – temannya bergantian yang ternyata mereka sedang menatap tajam Avitha, di samping Satria ada seorang gadis seumuran dengannya yang tengah memeluk lengan Delva di sampingnya dengan erat, pandangan gadis itu naik – turun memperhatikan penampilan Avitha yang hanya memakai kaos putih kebesaran dengan bahan yang sangat tipis dan celana jeans setengah paha yang hampir tak terlihat oleh baju yang Avitha kenakan. Walaupun cahaya minim, kaos tipis kebesaran milik Avitha itu sangat cukup menerawang, apa lagi bagi yang melihatnya dari kejauhan. ‘Sepertinya gue salah kostum deh, mana sih si Galdin sialan, pake maksa gue make baju ini lagi, dasar TOD sialan’ Batin Avitha mengumpat. Avitha melihat Zacky duduk di kursi yang tersedia di pinggir kolam, lelaki itu terdiam memperhatikan penampilan Avitha. Avitha semakin gelisah kala Satria mendekat ke arahnya, seprtinya waktu berjalan lambat. Langkah Satria mendadak melambat, tatapannya masih tetap tajam, namun kali ini pandangannya turun ke bawah.  Hal itu semakin membuat Avitha panas dingin, sepertinya nanti dia akan kena marah Samuel dan Zacky. “A – Galdin.” Cicit Avitha pelan berusaha mencari keberadaan Galdin, tapi matanya tak menangkap sosok Galdin.  ‘Galdin gue mohon bantu gue, Bang Sam ngapain diem aja coba, Zacky udah gak ada harapan lagi’ Batin Avitha. Tiba – tiba ada seseorang yang datang membalikkan badan Avitha dan menarik Avitha ke dalam pelukannya, Avitha mengenal aroma ini. Baunya seperti wangi parfum Galdin, “A – Galdin.” Galdin membuka sweater hitam miliknya, lalu memakaikannya kepada Avitha. “Maaf ya, aku lupa gak nyuruh ganti baju.” Ucap Galdin. Dengan cepat Avitha mengangguk, “makasih ya.” “Lo adek Samuel?” Tanya Satria langsung saat sudah di hadapan Avitha dan Galdin. Avitha mendadak gemetaran saat mengetahui Samuel sudah di hadapannya, melihat itu Galdin menggeram marah. “Ya bang, dia adek bang Sam sekaligus CALON PACAR GUE.” Tekan Galdin. “Ckckck, Sam ternyata adik lo cantik ya. Apalagi kalo lagi pake blush di pipi kirinya.” Ujar Satria seraya menatap Sam dengan senang saat melihat hasil karyanya yang begitu indah. Samuel memelototkan matanya baru menyadari kalau pipi Avitha merah sebelah, hal itu membuat Satria mengangkat kedua tangannya seraya mundur lima langkah. “Ok ok Sam, gue mundur nih. Lagian ya, gue gak ada niat jahat kok. Gue Cuma mau ngasih rona pipi adek lo yang sebelahnya lagi tadinya.” Ledek Satria hendak maju kembali. “Cukup Bang!” Teriak Zacky seraya bangkit lalu menghampiri Galdin dan Avitha. “Ck, santai aja kali Zack.” “Sorry bang, gue gak bisa santai kalo nyangkut Avitha.” Balas Zacky dengan dingin. “Ooo, tadi Galdin calon pacarnya sekarang lo siapanya? Calon suaminya? Atau calon selingkuhan? Upss, hahaha.” Sinis Satria seraya menutup mulutnya seolah dia sedang keceplosan. Dengan gerak cepat Galdin melesat menghampiri Satria, lalu . . . . ‘BUGHH’ “b*****t emang lo bang!” Sinis Galdin seraya terus memberi pukulan pada wajah Satria. Satria yang belum siap menerima perlakuan Galdin hanya bisa pasrah dan berusaha mencari kelengahan lawannya. Tepat disaat Avitha ingin menghentikan ada seseorang yang menyandranya, orang itu mencekik Avitha dari belakang lalu menjambak rambut Avitha dengan kencang. “AVITHA!” “Arghh.” Teriak Avitha kesakitan, tiba – tiba ada yang mencekik dan menjambak rambtnya. Galdin menghentikan pukulannya saat telinganya menangkap suara jeritan Avitha, dia menengok ke belakang lalu tatapannya beralih pada Prisclla yang sedang menjambak Avitha. Dalam hitungan detik, Prisclla mengeluarkan sebuah pistol yang entah dari mana dia dapatkan. Pistol itu ditempelkan di punggung bagian kiri Avitha, yang jika di tembak akan mengenai jantungnya langsung. “PRISCLLA!” Teriak Delva yang sudah kecolongan aksi brutal pacarnya. Zacky yang memang sedang menahan beberapa teman – teman Satria yang hendak menghentikan Galdin tak bisa melakukan apa – apa saat melihat sahabatnya tengah di siksa. Prisclla menyeringai tajam, “Gue udah neken setengah pelatuknya, lo gerak dikit gue tembak lo.” Ancam Prisclla. Delva meraba kantong celananya, senjatanya tidak ada. Besar kemungkinan senjata yang di curi Prisclla itu miliknya. Saat malam hari, seluruh anggota geng yang di pimpin Samuel memang diperbolehkan untuk membawa senjata sebagai alat perlindungan dan jaga – jaga kalau ada musuh yang mengepungnya. ‘s**t!’ Umpat Satria dalam hati. Galdin berdiri lalu menarik Satria yang sudah lemah untuk berdiri, dia pun mengeluarkan kunci mobil miliknya lalu mengarahkan ujungnya tepat di samping leher Satria. “Lo tembak dia paling langsung mati, gue tusuk lehernya abang lo bakal kesakitan. See, lo harus tau cara membunuh lawan yang tepat.” Ujar Galdin tersenyum setan. Prisclla ketakutan sekarang, niatnya menyandra Avitha adalah untuk menyelamatkan dirinya dan Satria supaya bisa keluar dari rumah ini. “Lo takut?” Ledek Galdin semakin menekan ujung kunci mobilnya, membuat darah dari leher Satria keluar. “Gu – gue gak takut.” Yakin Prisclla, “i – iya gue gak takut.” Lanjutnya seraya meyakinkan dirinya kembali.  “Cuih, adek lo penakut ya Sat.” Bisik Galdin tepat di telinga Satria yang setengah sadar, “Lo mau apa hah?” Tanya Galdin pada Prisclla. “Gue mau lo biarin gue sama abang gue keluar dari sini.” “Abis itu lo bunuh Avitha kan?” Tanya Galdin. “Gue bakal lepasin dia.” Balas Prisclla cepat. “HAHAHAHA Prisclla – Prisclla, lo pinter juga ya. Lo udah bisa nebak ya, orang cupu yang datang di undang ke markas Samuel gak akan bisa kembali dengan jiwa yang sehat.” Tawa Zacky pecah saat mendengar penuturan Galdin. “Anjir ngakak, HAHAHAHA” Tawa Zacky. Prisclla tersenyum miris, harapannya untuk pulang dengan selamat sudah pupus. “Kalo gitu gue bunuh dia aja.” Datar Prisclla seraya menunjuk Avitha dengan dagunya. Avitha menegang saat mendengar ucapan Prisclla, kemana abangnya saat dia sedang dalam keadaan seperti ini, tiba – tiba pandangannya tertuju pada tangan kanan Galdin. Avitha tersenyum samar melihatnya, dia teringat akan permainan kertas, gunting, batu yang pernah Galdin ajarkan waktu kecil. ‘Lima jari untuk berdiri tegak, gunting untuk bersiap – siap, dan batu untuk jongkok.’ Batin Avitha tersenyum senang. Tangan Prisclla semakin bergetar, entah ini rencana bagus atau tidak hanya yang dia tahu mau dia membunuh Avitha atau tidak pun pasti dia tak akan bisa selamat. Tangannya mulai menekan perlahan pelatuknya, posisi kakinya dia siapkan agar bisa menahan hentakan dari peluru nanti. Avitha menatap Galdin dengan penuh keyakinan, membuat laki – laki itu mengangguk. ‘Kertas.’ Batin Avitha seraya menegakkan badannya. ‘Gunting.’ ‘DORR!’ “BATU!” Teriak Avitha seraya berjongkok, bertepatan dengan itu terdengar bunyi tembakan satu kali dari arah belakangnya. “ARGGHHHH! NOOOO!” Teriak Prisclla. Dengan mata terpejam Avitha masih berjongkok, seluruh badannya bergetar lemas tak berdaya. Tangannya berusaha menopang badannya, lututnya mulai melemah dan terduduk di rumput, kedua telinganya dia tutup dengan tangannya. “Are you okay?” Tanya Zacky yang menghampiri Avitha, “Biar gue yang urus Avitha, lo urus Satria sama Prisclla aja.” Titah Galdin yang mendapat anggukan dari Zacky. “Sini – sini.” Ucap Galdin meraih Avitha ke dalam pelukannya lalu mengusap punggungnya. “Galdin, gue takut.” Tangis Avitha semakin menjadi saat melihat Satria terbaring kaku di atas rumput dengan d**a yang tertembak, pandangannya menuju Prisclla yang tengah terduduk lemas seraya menatap mayat kakaknya, tak lupa dengan kakinya yang terkena tembakan. “Gue ingetin sekali lagi sama kalian, jangan pernah berani ngusik kehidupan pribadi seseorang lagi!” Ucap seseorang yang Avitha ketahui ternyata suara Samuel. Dengan perlahan kesadaran Avitha mulai menghilang, Galdin membawanya ke dalam rumah. -- Avitha terbangun dengan keadaan lemas, hidungnya mencium bau obat – obatan, dia mendengus kasar kala matanya menatap ke tiap pojokan ruangan. “Ck, pasti di rumah sakit.” Gerutu Avitha. Kedua lengannya terasa berat, pandangannya turun dan betapa terkejutnya dia saat melihat kedua sosok yang dia sayangi lah penyebab tangannya pegal. “Zacky!” Bisik Avitha menggoyangkan tangan kirinya, membuat tidur Zacky terganggu. “Eh udah bangun?” Tanya Zacky seraya mengusap wajahnya tanpa melepas pelukannya pada tangan Avitha. Avitha mengangguk, “lepas dulu pegel.” Lirih Avitha, yang langsung membut Zacky melepaskannya dan segera beranjak berdiri berniat ke kamar mandi. Tangan kiri Avitha sudah bebas, matanya menatap wajah Galdin yang sangat lucu ketika tertidur, Avitha tidak berniat untuk membangunkan Galdin, tangannya mengelus lembut rambut Galdin. “Enghh.” Lenguh Galdin merasa terganggu, bukannya terbangun Galdin malah semakin mendusel – dusel kepalanya di lengan Avitha. Melihat itu Avitha terkekeh, “Hey boy, bangun.” Usap Avitha mengelus kembali rambut Galdin. “Boy, bangun heh.” Ucap Avitha saat melihat Galdin semakin nyenyak tidurnya. “Bentar lagi mah, Galdin janji enggak akan kesiangan lagi kok.” Sahut Galdin masih belum sadar. Avitha semakin terkekeh kala melihat Galdin menganggapnya sebagai mamanya, bibirnya berkedut menahan tawa. Tanpa Avitha sadari, Samuel yang sedang duduk di sofa tengah memperhatikan tingkah lucu adiknya. Sebenarnya ingin sekali Samuel berada di samping Avitha, tapi sayang dia kalah oleh kedua curut itu. Samuel melangkah mendekati Avitha dan Galdin, dia menepuk bahu Galdin kencang. “Bro, si Powl ilang. Lo di cariin induk nya woy!” Teriak Samuel, membuat Galdin tersentak bangun. Avitha melihat tatapan Galdin yang menunjukkan keterkejutan dan ketakutan bersamaan, dia menutup mulutnya agar tak tertawa kencang. Bersamaan dengan itu, Galdin melihat Zacky keluar dari kamar mandi. Dia langsung berlari memeluk Zacky sangat erat, “Aaaaa mama, Lior takut sama mama nya si Powl.” Rengek Galdin seraya menenggelamkan kepalanya pada d**a bidang Zacky. Zacky yang kaget tiba – tiba ada yang memeluknya sangat kencang, dengan reflek dia mendorong Galdin kencang membuat Galdin terjengkang ke belakang, sampai – sampai punggung terbentur ujung ranjang kasur Avitha. “Galdin!” Teriak Avitha tak kalah kaget melihat reflek dari Zacky, bahkan Zacky pun tak menyangka dia punya kekuatan sebesar itu. Avitha ikut meringis saat melihat Galdin tengah mencoba berdiri, dengan cepat dia melepaskan selang infus di tangannya. Avitha tahu Galdin tak akan marah kepada Zacky, karena lelaki itu belum sepenuhnya sadar. Dia turun dari ranjang dan menghampiri Galdin yang tengah mengelus punggungnya. Berbeda dengan Avitha yang mendekati Galdin, Zacky malah menjauhi Galdin dengan wajah penuh cengengesan, dia berlundung di punggung Samuel. “Sakit.” Ringis Galdin seraya mengerucutkan bibirnya. Avitha mengangguk, “Iya sini dulu coba, duduk dulu.” Ajak Avitha seraya menuntun tangan Galdin ke pinggiran ranjang. “Ambilin tissue basah, Zack.” Pinta Avitha. “Nih.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD