Tawaran Masih Berlaku

1909 Words
Waktu satu minggu yang diberikan oleh Morgan nyatanya berlalu begitu cepat. Dan Anne sama sekali belum bisa mendapatkan guci antik yang sama dengan milik pria itu. Anne juga sudah berusaha keras untuk mencarinya di berbagai toko barang antik yang ada di sana. Tapi yang dia cari sama sekali tidak ada. Hingga akhirnya dia menemukan sebuah website toko online yang menjual berbagai barang-barang antik. "Oh Tuhan, terimakasih sudah berbaik hati padaku!" gumam Anne yang kegirangan saat menemukan guci yang dia inginkan. Gadis itu kembali memastikan jika website yang dia buka adalah toko online terpercaya. Karena banyak sekali bukti testimoni dari banyak pelanggan yang puas, akhirnya Anne mencoba untuk menghubunginya. Namun yang membuat Anne sampai syok adalah, harga dari guci tersebut mencapai puluhan juta. Wah, bahkan jika dia nekat untuk membelinya, pasti uang tabungannya akan terkuras habis. Tapi demi harga diri agar tidak dimanfaatkan, Anne akhirnya membelinya. "Lebih baik kehilangan uang daripada dimanfaatkan untuk urusan pribadi." Ini adalah pilihan yang sudah Anne pilih. Maka dari itu, dia benar-benar harus merelakan tabungannya yang sudah dia kumpulkan sejak tahun-tahun lalu. Memang tak semuanya habis, tapi pengeluarannya kali ini hanya untuk membeli guci mencapai 70% dari tabungannya. "Baiklah Anne, kau tinggal meminta waktu tambahan sampai guci itu sampai kemari." monolognya. Anne bergegas keluar dari kamarnya untuk pergi menemui Morgan. Jam segini biasanya pria itu belum pergi ke kantor. Karena kamar para pelayan berada di bagian paling belakang mansion tersebut, Anne harus lewat melalui pintu samping yang mana tembus dengan dapur utama. Di sana, dia melihat Betty baru saja selesai mendorong troli sisa sarapan pagi sang tuan. Yang mana berarti, pria itu sudah pergi sekarang ini. "Bibi, apa Tuan Morgan sudah pergi ke kantor?" "Iya, dia baru saja pergi. Tapi bukan ke kantor. Tuan Morgan berangkat ke Swiss," "Apa?!" pekiknya tanpa sadar. "Maaf, Bibi." lanjutnya yang sadar jika dirinya sudah membuat Betty terkejut akan pekikannya. "Memangnya kau ini kenapa tiba-tiba menanyakan Tuan Morgan? Kau ada perlu dengannya?" Anne menggeleng, lalu tak ada sedetik langsung mengangguk yang mana membuat Betty mencebik. "Jangan bilang kau baru saja membuat kesalahan lagi?" "Bibi, jangan berburuk sangka padaku begitu. Aku hanya ingin bertemu dengannya untuk memberikan aku waktu lagi." "Soal guci itu?" tanyanya dan Anne menganggukkan kepalanya dengan cepat. "Sudah aku katakan dari awal, susah untuk mendapatkan guci yang sama apalagi itu adalah guci antik. Tidak mungkin ada banyak, paling tidak hanya memilliki satu kembaran saja." "Tapi Bi, aku sudah menemukan guci yang sama. Aku bahkan sudah memesan dan membayarnya. Tujuanku menemui Tuan Morgan karena ingin meminta perpanjangan waktu sampai guci itu tiba." Betty sontak mengerutkan keningnya begitu mendengar ucapan Anneliese. "Memangnya kau dapat dari mana gucinya?" "Dari website online terpercaya yang menjual barang-barang antik." "Kau yakin terpercaya? Berapa harganya?" "Bibi, aku tidak bisa mengatakannya, itu sangat mahal." jawab Anne dengan jujur. Ya, jujur jika harganya memang sangat mahal. Tapi dia tak bersedia untuk mengatakannya. Betty sontak hanya geleng-geleng kepala saat Anne mengatakannya. "Kira-kira, berapa lama Tuan akan kembali?" "Tidak tahu, tapi tadi aku sempat mendengar percakapannya dengan Leo jika mereka membahas soal menginap selama 5 hari dan selanjutnya aku tidak begitu mendengar apa yang mereka bicarakan. Jadi, tidak pasti Tuan pulang kapan." Mendengar itu, Anne lantas terdiam. Sebenarnya ini bagus untuknya, sebab Morgan dipastikan tidak akan menagih guci yang dia janjikan saat ini. Padahal ini sudah jatuh temponya, karena tepat hari ketujuh. Tapi, tidak masalah. Sampai pria itu kembali, Anne berharap jika guci yang dia beli itu akan segera tiba. Bahkan jika boleh berharap lebih, sebelum pria itu kembali, guci itu sudah sampai di sini. +++ Hari demi hari berlalu dengan begitu cepat. Anne sedang merutuki kebodohannya di dalam kamarnya sendiri. Gadis itu benar-benar sudah ditipu oleh orang yang tak bertanggung jawab. Anne sama sekali tidak menaruh curiga pada toko online barang antik kemarin. Semuanya yang diperlihatkan begitu nyata dan tidak ada celah sama sekali. Bodohnya, kenapa Anne tidak cek-cek yang lainnya juga sampai akhirnya dia mengalami penipuan. Dia sudah mentransfer uangnya untuk guci antik yang dia pesan secara penuh. Tapi barangnya bahkan sudah satu minggu belum datang juga. Nomor toko online tersebut juga tidak bisa dihubungi. Apalagi yang membuat Anne syok adalah, website online toko barang antik itu sudah tidak bisa diakses kembali. Dari situlah, Anne sadar jika dia menjadi korban penipuan. "Bodoh! benar-benar bodoh kau Ann! Bagaimana bisa sampai kena tipu begini?!" Anne terus berdecak, dan mengumpati dirinya sendiri. Dia sangat menyesal karena tidak teliti dalam memilih toko online. Dia benar-benar merugi puluhan juta yang seharusnya dia gunakan untuk mengganti guci milik sang tuan. Rasanya ingin sekali menangis sekaligus marah. Karena ini benar-benar diluar dugaannya sekali. Untuk pertama kali dalam hidupnya, Anne kena tipu. Jika begini, dia harus bagaimana? Melaporkannya? Tentu saja jika dia melapor perlu menunggu waktu untuk dilakukan penyelidikan. Karena semuanya memerlukan proses. Selain itu, dia juga harus menyiapkan begitu banyak bukti untuk melaporkan kasus penipuan yang dia alami. "Kenapa jadi sial begini?!" Anne menggeram kesal sambil memukul kasurnya sendiri. Ah, dia benar-benar ingin sekali berteriak marah. Marah karena dia begitu ceroboh. Terlalu mudah percaya jika itu benar-benar toko yang terpercaya. Tapi nyatanya benar-benar zonk. Sibuk menyesali perbuatannya sendiri, tiba-tiba saja pintu kamarnya diketuk beberapa kali. Hal itu membuat Anne langsung menarik napas panjang dan menghembuskannya agar lebih tenang. Karena jujur saja, saat ini dia sedang emosi, kesal, dan marah. Dadanya terasa sesak karena tahu dirinya menjadi korban penipuan. Anne membuka pintu kamarnya dan mendapati Allegra yang berdiri di sana. "Ann, Tuan Morgan memanggilmu. Dia— eh, kau kenapa? Sakit?" Allegra menilik wajah Anne yang nampak muram, tidak seperti biasanya. Jadi, dia berpikir jika Anneliese ini sakit. Padahal bukan karena itu dia nampak seperti ini. "Tidak, aku baik-baik saja." "Oh, ya sudah kalau begitu cepatlah ke ruangannya. Tuan Morgan baru saja pulang, jangan membuatnya menunggu. Takut-takut jika dia marah. Biasanya orang yang sedang kecapekan suka begitu kan? Marah-marah tidak jelas." Allegra terdiam sejenak sebab Anne tak merespon ucapannya lagi. Gadis itu terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu, tapi Alle masa bodoh. "Cepatlah Ann, aku pergi sekarang." ujar Alle yang memilih untuk pergi saja sekarang. Sepeninggal Allegra, Anne langsung bergegas ke ruangan Morgan. Lagi-lagi dia harus mengalami kegugupan. Tapi kali ini jauh lebih parah, sebab dirinya tak bisa mendapatkan guci antik itu. Yang ada justru dirinya rugi puluhan juta karena kena tipu. Tapi dengan hati yang mantap, gadis itu memberanikan diri untuk masuk ke dalam. Dia melihat Morgan sudah berdiri di tengah ruangan dengan pandangan lurus ke arah pintu. Seolah tahu jika dirinya akan tiba. "Tuan, Anda memanggil saya?" "Sudah mendapatkan gucinya?" tanya balik Morgan langsung to the point. Mengabaikan pertanyaan gadis itu sebelumnya. Anne sontak terdiam sambil menundukkan kepala. Dia bingung harus memulai mengatakannya dari mana. "Waktu yang kita sepakati di awal hanya satu minggu. Ini bahkan sudah mundur satu minggu, Anne. Bukankah harusnya ini menguntungkan dirimu?" Morgan melangkah maju dan berhenti tepat di hadapan Anneliese yang masih diam. Pria itu tentu saja menatapnya sedikit curiga. "Di mana gucinya?" "Tuan—" "Sudah ku duga, dari raut wajahmu saja kelihatan jika kau tidak bisa mendapatkan guci yang sama persis dengan milikku yang sudah kau rusak." sela pria itu begitu Anne mendongakkan kepalanya untuk mempertemukan tatapan dengannya. "Maaf Tuan, saya memang tidak mendapatkannya." jawab gadis itu dengan jujur. Anne sekarang bingung sekali, antara meminta waktu lagi atau tidak. Jika dia meminta waktu lagi, kemungkinan besar dia juga tidak akan bisa menemukan guci yang sama. Morgan sontak melipat kedua tangannya sambil menatap Anne dengan tatapan penuh percaya diri. Inilah yang dia maksud. Bahwa Anne tidak akan mungkin bisa mendapatkan guci antik itu. Karena memang tidak ada lagi. "Dengar Anne, guci yang kau pecahkan itu adalah guci antik yang ku dapatkan dari hasil pelelangan di Beijing tahun lalu. Untuk mendapatkannya saja, aku harus bersaing dengan banyaknya kolektor. Jadi, apa menurutmu ada guci kembarnya?" Pupil mata Anne melebar sempurna. Gadis itu jelas saja terkejut. Jika dilakukan pelelangan bukan tidak mungkin jika itu adalah guci antik yang tiada duanya. "Kau ingin tahu berapa harganya? Oke, akan aku beritahu. Guci antik itu berharga kurang lebih 321 milyar." Anne sontak menganga dengan bola mata yang melotot terkejut. Dia tak pernah membayangkan jika harga guci antik itu mencapai 321 milyar. Mendengarnya saja sudah membuat Anne hampir ingin pingsan di tempat. "Bukannya aku berniat untuk meremehkanmu. Tapi aku memberikanmu kesempatan untuk menggantinya karena kau sendiri begitu percaya diri jika akan menggantinya dengan guci yang sama dan asli. Tapi setelah mendengar ini, apa kau masih berpikiran jika ada guci lain yang sama dengan guci yang sudah kau rusak?" Anneliese semakin tidak bisa berkata-kata sekarang. Kepalanya terasa mau pecah, sebab mau mendapatkan uang dari mana? "Aku memberimu satu kesempatan lagi, hanya dalam waktu 24 jam, jika kau tidak bisa mengganti barang itu, maka bersiaplah untuk mendekam di balik jeruji besi. Aku tidak akan segan-segan untuk menuntut mu." Kepala Anne terasa seperti baru saja dipukul oleh benda yang keras begitu mendengar ucapan Morgan yang tidak akan segan-segan untuk menuntutnya. Siapa juga yang mau dipenjara? "Tuan, tolong jangan lakukan itu. Saya mohon!" Anne sampai berlutut di lantai demi memohon agar pria itu tidak bertindak sampai ke ranah hukum. "Atau...." Morgan sengaja menjeda ucapannya yang mana membuat Anne langsung mendongak menatapnya. "Tawaranku dua minggu yang lalu masih berlaku. Kau bisa memilih, mengganti barang yang kau rusak atau menjadi kekasih pura-puraku. Pilihan ada di tanganmu, Anne." Setelah mengatakan itu, Morgan langsung melangkah untuk keluar dari ruangannya. Tapi, dia mendadak berhenti tepat di samping Anneliese. "Jika kau memilih menggantinya, maka kau harus siap untuk konsekuensinya. Besok pagi, serahkan barangnya padaku." ujar Morgan lalu benar-benar melangkah keluar meninggalkan ruangannya. Anneliese masih berlutut di tempatnya. Terjadi pergolakan batin yang hebat. Di sisi lain dia tidak mau terlibat dalam urusan pribadi seseorang. Tapi di sisi lainnya, dia tidak mungkin bisa mendapatkan barang yang ternyata dari faktanya saja tidak mungkin ada barang yang sama jika itu benar-benar antik dan didapatkan dari hasil pelelangan. Belum lagi harganya mencapai 321 milyar, uang dari mana dia bisa mendapatkannya? Dipenjara hanya karena memecahkan guci antik? Oh tidak, bagi Anne hidup dipenjara sama dengan hidup di neraka. Maka dari itu, dia memutuskan untuk mencari aman. Anne sontak berdiri dan bergegas keluar dari sana. Mengejar sang tuan yang mungkin belum jauh meninggalkan ruangan. "Tuan! Tuan Morgan tunggu!" Mendengar namanya dipanggil, Morgan sontak menghentikan langkahnya. Pria itu, memang sengaja memperlambat langkahnya sedari tadi. Pria itu tersenyum menyeringai karena tahu jika gadis itu pasti akan memanggilnya. Ya, Morgan tahu jika Anne pasti tak punya pilihan lain. "Tuan..." Morgan berbalik dan mendapati Anneliese sudah berada di depannya. Gadis itu menatap Morgan tanpa keraguan. "Apa?" "Kapan saya harus mulai menjadi kekasih pura-pura Anda?" Morgan mengerutkan keningnya dan menyahut, "maksudmu?" "Saya memilih opsi lain yang anda berikan. Ya, saya menerima tawaran untuk menjadi kekasih pura-pura Anda, Tuan." I GOT IT! teriak Morgan dalam batinnya. "Jadi, ini keputusan finalmu?" tanya Morgan memastikan dan Anne mengangguk. "Keputusan yang tepat. Baiklah Anne, besok pagi setelah sarapan, temui aku. Mengerti?" Anne mengangguk dan menyahut, "baik Tuan, saya mengerti." Morgan tersenyum tipis, lalu berbalik dan kembali melanjutkan langkahnya. Ekspresinya langsung berubah menjadi datar dan sangat dingin. Ya, tentu saja karena yang ada di pikirannya saat ini, waktunya dia balas dendam pada sang mantan istri dengan membuatnya menyesal. Sementara itu, Anneliese langsung kembali ke kamarnya dengan perasaan yang tidak menentu. Dia terpaksa harus memilih opsi lain, agar tak dijebloskan ke dalam penjara. Dia tak bisa membayangkan jika sampai berakhir di balik jeruji besi. Namanya pasti akan buruk dan itu juga akan mempengaruhinya di masa depan. Tidak! Anne tidak akan pernah mau di penjara. Setidaknya, sang Tuan hanya ingin menjadi kekasih pura-puranya hanya sebentar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD