"Kau tuh tahu itu aib. Kenapa dikasih tahu sih?"
Sepupunya masih dongkol soal kasusnya gagal menikah tempo hari. Disaat Khayra sudah mulai move on dan tak mau memikirkannya lagi, eeh malah diungkit lagi oleh keluarganya sendiri. Ia sudah sibuk dengan mengajar di taman kanak-kanak dan juga membantu di LSM-nya Mira.
"Aku bilang begitu bukan bermaksud mengumbar aib, kak. Dari pada nanti setelah menikah, dia gak bisa terima hal itu. Kecewa dan perasaannya berubah, lebih baik begini."
"Kalau udah terlanjur menikah, gak bakal juga langsung diceraikan begitu. Kan bisa dibicarakan baik-baik. Calonmu juga gak sempit--"
"Kalo gak sempit, dia gak bakal langsung mundur waktu itu, kak."
Ia sudah malas berdebat dengan hal itu. Menurutnya, jawabannya sudah jelas kok. Karena kalau mau menerima masa lalunya, ia pasti sudah menikah sekarang. Namun ia tak menyesali apapun sih. Ia punya keyakinan kalau Allah itu tak tidur. Ia percaya sekali.
"Tapi seenggaknya kalau sudah menikah...."
Sepupunya nyengir. Tahu kalau ia masih belum berhenti. Ya masih tak terima saja. Ia tak mau Khayra menjadi bahan gunjingan tetangga karena pernikahannya batal meski sebenarnya itu sudah terjadi. Tenang saja. Khayra sudah kenyang kok. Dari usia melewati 25 tahun dan teman-teman dekatnya juga sudah menikah semua. Lalu ia akan perduli?
Ia tidak suka mengikuti standar atau timeline hidup orang lain. Ia punya waktunya sendiri. Ia lebih suka ikut aturan Allah kok. Karena ia percaya kalau segala sesuatu yang direncanakan oleh Allah sudah pasti terbaik. Ya kan? Jadi untuk apa ia khawatir?
Untuk sekarang, ia tidak sedang dalam waktu terburu-buru untuk mencari calon lagi. Ia ingin memberi jeda waktu untuk dirinya sendiri. Menurutnya, menyisihkan waktu untuk diri sendiri adalah hal terpenting. Bukan kah kita memang harus tetap bahagia meski sendiri?
"Mau aku kenalin sama orang kantorku gak? Kan kemarin itu gak jadi karena kau keburu terima lamaran itu mantan calon suamimu yang sialan itu."
Ia terkekeh. "Gak perlu," tukasnya.
"Kenapa?" tanyanya. Lalu matanya berbinar. "Udah nemu yang baru ya?"
Khayra mendengus. Memangnya harus melulu punya pengganti? Baginya hidup itu harus santai.
"Kalo pengen bahagia kan gak harus berdua."
Sepupunya mengerucutkan bibir. "Tapi kalo berdua itu beda kali, Ra. Bahagianya tuh lebih terpancar. Kau harusnya lihat deh, banyak tuh yang menikah terus bahagia banget hidupnya. Kau juga harus gitu. Pasti bahagia deh abis menikah."
"Pernikahan itu bukan penentu kebahagiaan. Dan lagi, kalo nikah dan semua orang bahagia. Kenapa masih ada yang cerai?"
"Ih kamu tuh ya, Ra. Gak ngerti esensinya deh. Di mana-mana orang nikah itu pasti bahagia, Ra. Beda gitu loh. Mukanya juga makin terpancar. Apalagi kalo pengantin baru. Kau belum nyoba sih. Kalau dah nyoba nanti pasti nyesel deh. Nyesel karena nikahnya gak dari duluuu!"
"Takdir apapun ya gak perlu disesali. Kan jalan terbaiknya yang atur itu Allah."
"Iiish. Emang gak bisa ya ngomong sama kau!"
Lama-lama ia jengkel dan memilih pergi. Khayra geleng-geleng kepala. Padahal sepupunya waktu menikah itu ya bahagianya cuma sebentar kok. Cuma beberapa bulan. Setelah itu banyak drama dengan mantan suaminya. Ya mantan suami pertama. Sekarang sudah menikah lagi karena ia memasang standar kebahagiaan itu dengan status sudah menikah. Katanya orang yang hidup sendiri itu gak kan pernah bahagia. Ih kata siapa?
Kalau sama dia, Khayra memang tak pernah akur sih. Selalu saja berdebat. Karena pola pikir Khayra memang sebegitu realistisnya sejak dulu. Ia juga tak pernah mau bereaksi pada suatu hal secara berlebihan. Ia ingat tuh bagaimana drama sepupunya dulu ketika ditinggal mati sang pacar pertama. Wuiih galaunya parah banget. Sampai setiap hari ke kuburan lah. Lebih mengerikannya lagi ya, foto profilnya di berbagai akun media sosial ya foto batu nisan dan tanah cokelat beserta bunga-bunganya. Apa gak seram itu?
Menurutnya, kalau bukan jodohnya ya gak perlu berlebihan seperti itu lah. Harusnya juga malu karena pacaran itu kan artinya sedang berbuat dosa. Berbuat dosa kok bangga? Ya itu lah tanda-tanda kiamat semakin dekat.
Ia juga bukan orang yang suci sih. Ia punya masa lalu yang kelam dan mengerikan. Hingga terkadang itu lah yang membuatnya pasang surut dalam mencari jodoh. Karena masih ada ketakutan. Seandainya calon suaminya tahu seberapa kengerikannya masa lalunya dan mungkin bertemu dengan orang-orang dari masa lalu yang pernah mengenalnya, akan bagaimana reaksinya?
Ia tak bisa membayangkannya.
"Gak usah dipikirkan. Kau tahu bagaimana dia dari dulu. Ummi juga tak mau kau mengikuti pola pikir para sepupumu. Nikah itu bukan karena sudah punya pekerjaan dan lalu tak tahu harus berbuat apalagi sehingga menikah menjadi jalan terakhir. Menikah itu bukan sesuatu yang mudah. Perlu pemikiran yang sangat panjang. Mau usia berapapun kau menikah, tak masalah. Gak ada istilah terlambat dalam hal apapun. Karena orang yang mau tobat diusia senja pun masih Allah terima taubatnya."
Ia tersenyum tipis. Beruntung sekali karena mendapatkan ummi yang begitu luar biasa sangat mendukung segala keputusannya. Meski tak mudah. Karena hidupnya benar-benar penuh liku.
"Terus mau ke mana?"
"Aku mau ke LSM kayak biasa."
Umkinya menatapnya dari atas sampai bawah. Hanya mengenakan gamis biasa.
"Pakai itu?"
Ia balik menatap umminya. Selalu agak curiga kalau sudah begini.
"Iya. Emangnya harus pakai apalagi?"
Umminya justru mengulum senyum.
@@@
Mira membuka tirai sedikit. Matanya melotot begitu melihat siapa yang baru saja turun dari motor yang diparkir di parkiran mobil. Hahaha. Sengaja malah diparkirkan di sebelah mobil Wirdan yang mahal itu. Mira terkekeh melihat aksinya. Adam memang suka jahil begitu. Ia buru-buru berjalan keluar. Tentu saja memanggil salah satu karyawan untuk memberitahu suaminya kalau mereka kedatangan tamu.
Sementara ia mencari-cari ponselnya untuk menelepon Khayra. Memastikan kedatangannya hari ini. Kan sudah lama ia merencanakan ini. Meminta Adam untuk datang ke sini saja susah sekali. Jadi ini adalah waktu yang langka.
Wirdan baru saja keluar dari ruangannya. Ia langsung berjalan menuju area lobi dan melihat Adam sudah tiba di sana. Keduanya berpelukan. Soalnya ya sejak terakhir ya kira-kira hampir 3 minggu lah tak bertemu. Cukup lama kan? Akhirnya sekarang Adam bisa datang ke sini. Ia mengajaknya menuju ruangannya untuk membicarakan proyek yang ia janjikan.
"Nanti kau bisa bertemu mereka. Tapi aku hubungi dulu yang biasanya ngurus."
Ia mengangguk. Wirdan membuka pintu ruangannya dan mempersilahkan Adam untuk ikut masuk.
"Pasien HIV itu kau dapat dari mana?"
"Ada yang datang ke sini. Rata-rata karena memang gak ada yang ngurusin. Ada yang keluarganya jauh. Ada yang gak punya keluarga. Ya intinya memang gak mau menyusahkan keluarga. Lagi pula kau tahu tak mudah berhadapan dengan pasien HIV."
@@@