Zavon melesatkan mobilnya menuju sebuah bar yang cukup diketahuinya. Ia dan beberapa temannya sering datang ke bar itu, sekedar untuk melepas penat dan kebosanan yang terkadang datang tanpa di kira-kira.
Tidak lama, keduanya sampai di sebuah bar. Bar yang tidak akan menerima pengunjung jika tidak sesuai dengan persyaratan mereka. Bukan sebuah bar yang main-main, yang mana semua kalangan bisa masuk. Sama sekali, tidak.
"Maaf. Dia masih SMA, tidak memenuhi syarat untuk masuk." Ucap penjaga itu, melarang Zavon dan Vira masuk. Sebenarnya, penjaga itu tahu betul siapa Zavon, tapi aturan tetap lah aturan.
Zavon melihat Vira yang menunduk, ketakutan. Tangannya gemetar, sama sekali tidak berani untuk melihat siapapun. Perempuan ini sebenarnya hanya terbawa emosi sementara saja. Mengambil keputusan yang sangat beresiko, hanya untuk menyembuhkan patah hatinya.
"Aku antar pulang saja!" Putus Zavon. Menarik tangan Vira kembali ke mobil. Sampai di depan, pintu pun sudah terbuka untuknya, dia menarik tangannya lagi. Menatap Zavon seperti menantang. Sangat berbeda ketika mereka sudah berdua saja.
"Kamu janji membiarkanku masuk ke bar. Jangan jadi pria yang pengecut!" Tantang Vira.
Zavon menghela nafas kasar, memijat pangkal hidungnya kesal. Terpaksa, ia menggunakan cara kotor agar bisa masuk tanpa syarat yang harus diagungkan.
"Halo, pa!"
Zavon agak menjauh dari Vira. Ia menghubungi Dante, papanya. Hanya perintah papanya lah yang bisa menjadi tiket masuknya dengan bebas. Hanya saja, cukup sulit. Ia harus menjanjikan sesuatu agar apa yang dia inginkan tercapai.
"Tolong, sekali ini saja. Zavon janji akan mengambil alih untuk mengatur acara peringatan pernikahan papa dengan mama. Bagaimana?" Tawar Zavon. Ia agak ragu tawarannya diterima oleh Dante.
"Kamu bersama seorang perempuan?" Tanya Dante di seberang sana. Cukup lama bagi Zavon untuk mengiyakan pertanyaan Dante.
"Kamu bisa menjamin tidak akan melakukan apapun padanya?" Tanya Dante lagi.
"Tentu saja. Zavon hanya menolong teman saja, bukan maksud mau melakukan hal yang tidak-tidak." Jawab Zavon. Di rasa akan mendapatkan hal yang diinginkan, Zavon berjalan mendekati penjaga tadi.
"Baiklah, biarkan papa bicara dengannya."
Zavon memberikan ponselnya pada penjaga tadi. Membisikkan kalau papanya lah yang akan bicara dengannya.
"Iya, Tuan?" Tanya penjaga itu.
Zavon menghampiri Vira yang sedari tadi sudah melihatnya dari kejauhan. Perempuan yang takut, tapi terpaksa berani karena kekesalan dan kekecewaan yang di alaminya.
"Ayo, masuk!. Tapi ingat, jangan lebih dari satu gelas. Setelah itu aku akan mengantarmu pulang. Ini adalah pertemuan kita yang terakhir kalinya." Ungkap Zavon. Vira mengangguk dan mengikuti Zavon menghampiri penjaga itu.
"Baik, Tuan. Saya akan teruskan nanti." Ujar penjaga itu kemudian memberikan ponsel tersebut pada Zavon.
"Silahkan masuk." Ujarnya mempersilahkan Zavon dan Vira untuk masuk.
Suara hingar-bingar mulai terdengar. Aroma yang sudah bercampur jadi satu. Entah itu dari asap rokok, parfum dari setiap pengunjung hingga dari minuman yang dituangkan di setiap meja. Terlebih, seperti lautan manusia di tengah bangunan ini, melenggak-lenggokkan badannya, meresapi setiap alunan musik yang terdengar merdu di setiap penikmatnya.
Vira bersembunyi di belakang tubuh Zavon. Menarik kain jas yang digunakan pria itu dengan erat. Bahkan Zavon juga tidak mau melepaskan genggaman tangannya pada Vira agar perempuan itu tetap merasa aman dalam penjagaannya.
"Tetap pegang tanganku. Jangan lepas!" Perintah Zavon, mengatakannya dengan suara lantang akibat ributnya ruangan ini.
"Satu gelas minuman. Tanpa alkohol!" Pesan Zavon di bartender. Dengan cepat, Vira memukul bahu Zavon.
"Lalu untuk apa kita kemari kalau minum minuman tanpa alkohol? Aku membutuhkan alkohol saat ini juga!" Ujar Vira keras kepala. Ia menatap Zavon menantang, seperti tidak ada takut sama sekali.
Zavon menghela nafas pasrah. "Low alkohol, satu gelas saja!" Pesannya lagi.
Vira dudukdi kursi stand sambil menunggu pesanannya di buat. Terlihat begitu santai, melihat keadaan yang lainnya. Sedangkan Zavon sama sekali tidak bisa menenangkan dirinya sendiri. Ia melihat ke arah kanan-kiri, menjaga Vira. Bahkan tangannya melingkari pinggang Vira tanpa sadar.
"Bisakah kamu menghempaskan tanganmu itu dari pinggangku? Sangat menggangu!" Ujar Vira.
Kini giliran Zavon yang menatap perempuan itu tajam. Di suruh untuk melepaskan, bukan berarti Zavon menurut begitu saja. Ia semakin menarik pinggang Vira, lebih dekat dengannya. Setidaknya, meski di benci oleh perempuan ini, tapi perasaannya tidak lagi gundah.
"Aku bukan lah tipe orang yang suka di suruh-suruh. Jadi, selagi aku masih berusaha nurut padamu, jangan tantang emosiku lagi. Kamu akan rugi," bisik Zavon, tepat di dekat telinga Vira.
Ekspresi Vira seketika berubah. Ia memperbaiki letak duduknya dan berusaha untuk tetap fokus. Meski begitu, tidak mudah sama sekali untuk tidak perduli.
"Hello, cantik!" Goda salah satu pengunjung yang tiba-tiba saja datang dalan langsung menggoda Vira. Tangan pria itu menyentuh bahu dan berlanjut ke rambut Vira. Padahal Zavon belum lengah sama sekali, tapi pria itu begitu berani mengganggu Vira. Dia tidak melihat ekspresi Zavon yang sudah ingin mencakar mulut busuknya.
Langsung saja, Zavon menghempas tangan pria yang terlihat mabuk itu. Menatapnya tajam.
"She's my girl!. Don't you dare, rubbish!" Ujar Zavon, terdengar begitu kasar. Vira menatap Zavon yang membelanya begitu berani.
Pria mabuk itu pergi begitu saja setelah dibentak oleh Zavon. Sebelumnya, ia sempat mengacungkan jari tengahnya untuk Zavon.
"Dia bahkan tidak menyakitiku, jangan terlalu kasar seperti itu." Ucap Vira. Menatap Zavon yang berapi-api.
"Not your business. Setelah satu gelas, baru pergi dari sini. Aku tidak mau tahu, kamu harus turuti perintahku atau kamu pulang sendiri!" Ancam Zavon. Vira tertawa kemudian mengangguk.
"Terlalu memaksa membuatku sering tidak suka." Gumamnya pelan.
Segelas minuman sudah jadi, dengan kadar alkohol yang rendah sesuai dengan pesanan. Tanpa menunda-nundanya, Vira langsung meneguknya dalam sekali tandas. Bahkan Zavon sampai menganga lebar.
"Cukup!" Ujar Zavon, keras.
Tidak mau mendengar, Vira meminta segelas lagi kepada bartender tersebut. Zavon sempat meralat pesanan Vira, tapi dengan cepat Vira membungkam mulut Zavon dengan tangannya.
"This is my body, and not your business too." Ungkap Vira, tersenyum begitu manis membuat Zavon tak berkutik. Ia membiarkan telapak tangan perempuan itu menempel erat di mulutnya.
Tersadar, Zavon melepaskan tangan Vira dan langsung pergi meninggalkan perempuan itu. Ia harus mengendalikan perasaannya saat ini, atau dia sendiri akan dikendalikan dengan begitu hebatnya sampai tidak menyadari apa yang harus dilakukan.
Cukup lama, kesadaran Vira sudah di bawah kendali alkohol. Meski kadarnya yang begitu minim, akan tetapi ini adalah pertama kalinya bagi Vira. Ia pusing, menggumamkan sesuatu tidak jelas, bahkan tertawa tidak jelas.
"Ini minumannya,"
Sekali lagi, hanya satu kali tandas. Setelah itu, Vira turun dari kursi, berjalan keliyengan tak jelas menuju bagian tengah, tepatnya ke arah lautan manusia itu melenggak-lenggokkan badannya. Mencoba membaur, setiap kali melangkah akan ada saja yang mencoba mengganggunya. Ada saja yang mencolek bahunya, bahkan sampai memaksa untuk mengikutinya. Di bawah kendali alkohol, Vira menjadi seseorang yang begitu berani.
"Hai!" Sapa seseorang. Vira sontak berhenti. Ia menatap pria itu intens. Membayangkan kalau yang ada di depannya saat ingin adalah Juna, mantan pacarnya. Ia menunduk, menyembunyikan tangisnya yang sudah meronta keluar.
"Hei, jangan nangis. Aku tidak menyakitimu, cantik." Ujar pria itu. Ia memeluk Vira, mencoba menenangkan pria itu. Tanpa sadar, Vira juga memeluk balik pria itu. Membayangkan kalau yang dia peluk adalah mantan pacar yang sangat dicintainya itu.
"Dasar b******k!"
Bugh!
Bugh!
***
Sampai di toilet, Zavon menenangkan detak jantungnya yang begitu rajin, tidak seperti biasanya. Terlalu cepat. Melihat pantulan dirinya di depan cermin dekat wastafel, membayangkan dekatnya wajah Vira, membuatnya tersenyum tidak jelas.
"Vira..." Gumamnya.
"Baru kali ini aku merasa tidak tenang, hanya karena satu perempuan. Satu perempuan yang berani melawanku. Perempuan dengan senyum termanis yang pernah ada. Perempuan dengan--"
Seketika Zavon berhenti bergumam tidak jelas. Menatap dirinya yang sudah berubah kala dekat dengan Vira. Begitu berbeda.
"Astaga, sadar Zavon!" Ujarnya, menepuk pelan pipinya sendiri. Bahkan ia sampai menyipratkan air pada wajahnya sendiri.
Setelah cukup tenang, jantungnya berdetak normal, Zavon memutuskan untuk menyudahi aktivitasnya di toilet itu. Dengan ceria, menghampiri tempat terakhir Vira. Namun, ia tidak menemukan perempuan itu.
"Kemana perempuan yang tadi ada di sini?" Tanya Zavon tidak sabaran. Ia gelisah, menatap ke arah sekitar. Perasaannya kembali gundah setelah berusaha keras untuk tetap tenang beberapa waktu yang lalu.
"Saya kurang tahu, tapi sepertinya dia ikut menari dengan yang lain." Jawab salah satu bartender.
Tanpa menyia-nyiakan banyak waktu, Zavon langsung menyusuri lautan manusia itu. Cukup sulit karena yang dihadapi adalah orang yang tak mau kesenangannya di ganggu. Bahkan ada yang sempat melontarkan sumpah serapahnya kepada Zavon. Ia tak perduli. Hanya satu yang ia perdulikan saat ini, menemukan perempuan yang telah memporak-porandakan perasannya dengan begitu mudahnya.
Ia berhasil menemukan perempuan itu, akan tetapi dalam keadaan yang membuat emosinya semakin terpancing. Mengepalkan tangan, pertanda emosi sudah tak bisa ditahan. Dengan cepat, Zavon menuju dua orang yang berpelukan itu. Kasar, Zavon menarik tubuh Vira dan berhasil terlepas. Tanpa bertele-tele, Bogeman mentah langsung Zavon layangkan pada pria yang sudah berani memeluk perempuannya.
Bugh!
Bugh!
"Stop!" Teriak salah seorang, mencoba melerai.
"Berani-beraninya kamu menyentuh Perempuanku!. Aku saja tidak pernah melakukannya, kenapa kamu dengan begitu mudahnya?" Tanya Zavon, kelewat emosi. Seakan tidak kenal ketenangan, Zavon terus melayangkan Bogeman mentahnya pada pria itu.
"Stop it!"
Tubuh Zavon langsung terhempas kala ia ditarik oleh salah satu pria berbadan atletis dengan pakaian serba hitam. Ia langsung bangun dan menarik kerah pria yang mencoba melerai perkelahian Zavon dengan pria itu.
"Tugas kalian hanyalah menjagaku, bukan menggangguku!" Bentak Zavon.
"Ini salah satu bagian dari tugas kami yang diperintahkan langsung dari Tuan Dante." Ungkapnya, tidak terlihat takut sedikit pun dengan tatapan tajam Zavon.
"Jangan ikuti aku atau kalian akan kehilangan pekerjaan!" Ancam Zavon. Melepas kerah pria itu dengan keras dan menarik tangan Vira untuk keluar dari lautan manusia ini. Di tengah perjalanan, Zavon mengambil salah satu gelas yang di bawa oleh bartender, kemudian meneguknya.
"Kita mau kemana?" Tanya Vira setengah sadar.
"Jangan banyak tanya atau kamu akan menyesalinya, Vira!" Bentak Zavon. Vira malah tertawa.
Tidak bisa bersabar, Zavon langsung mengangkat tubuh Vira seperti karung beras. Semakin membuat perempuan itu tertawa, menggumamkan hal yang tidak jelas.
"Kamu sudah mabuk, b**o!" Bentak Zavon.
***
"Kenapa kamu tidur di sampingku dalam keadaan tak berpakaian sedikit pun?"