Soto Kesukaan Lukas

1280 Words
Luna dan Lukas memutuskan untuk tidak sarapan. Awalnya Luna bertanya-tanya mengapa Lukas tidak mengajaknya sarapan di rumah. Luna sempat berpikir buruk lagi, yaitu tentang hubungan Lukas dan ibunya yang memang cukup dingin. Rupanya, laki-laki itu ingin mengajak Luna sarapan soto di tempat langganan Lukas sebelum mereka berangkat ke sekolah. Keduanya sudah siap untuk berangkat. Ketika turun ke lantai satu dan berpapasan dengan ibu Lukas, laki-laki itu sama sekali tidak menyapa ibunya. Ia langsung melipir saja ke dapur untuk mengambil dua botol air mineral yang biasanya memang ready stock di rumah ini. Sedangkan Luna, perempuan itu menyempatkam untuk menyapa Ibu Lukas. "Selamat pagi, Tante," katanya dengan senyum sumringah. Ibu Lukas pun menanggapi dengan sumringah juga. Tentang sikap Lukas padanya, hal tersebut sepertinya sudah biasa karena tidak ada raut kesedihan di sana, atau mungkin memang Ibu Lukas pandai sekali menyembunyikan kesedihannya karena putranya yang tidak akrab dengannya. "Langsung mau berangkat? Kok pagi-pagi banget?" tanya Ibu Lukas sambil menatap jam di dinding yang baru menunjukkan pukul enam pagi. "Iya, Tante. Kata Lukas, kami mau mampir sarapan soto di tempat langganan Lukas." "Benae banget, Luna. Soto langganan Lukas itu enak trus seger gitu. Apalagi kalo makannya masih pagi-" "Ayo, Luna. Kita berangkat." Belum juga Ibu Lukas selesai bicara, Lukas sudah memotong saja sambil berlalu ke depan tanpa pamit pada sang ibu. "Ng ... Luna pamit dulu, Tante. " Luna sedikit bingung dengan sikap Lukas. Setelah ia salim pada Ibu Lukas, ia pun segera menyusul Lukas. "Lukas, kamu nggak pamit sama ibu kamu?" tanya Luna pada Lukas yang sudah masuk ke dalam mobil yang pintunya belum di tutup. "Nggak perlu, Lun. Ibu aku tau kok kalo aku mau ke sekolah, nggak perlu pamit-pamit lagi," kata Lukas dengan santainya sembari menegak sebotol air mineral. Luna hanya bisa mengembuskan napasnya samar. Ia tidak mau melanjutkan pertanyaan-pertanyaan yang masih menggumpal di otaknya. Biarkan saja semua ini hanya menjadi urusan Lukas dan Luna memang tidak berhak untuk mencampuri atau sekadar ingin tahu. "Ayo, Lun. Keburu rame warung sotonya." "Ah, iya."  --- Untuk sampai ke warung soto langganan Lukas tidak cukup lama. Kurang dari sepuluh menit, mereka sudah sampai saja di depan tenda berwarna biru dengan spanduk yang menampilkan berbagai menu yang tersaji di warung ini. Ternyata di warung ini bukan hanya menyediakan soto ayam saja, tetapi juga ada pecel, gado-gado, lotek, rawon, dan berbagai minuman.  Tidak perlu ditebak lagi, sudah pasti yang akan keduanya pesan adalah dua porsi soto ayam dan juga es teh atau teh hangat. Luna dan Lukas sudah duduk di bangku panjang yang disediakan. Karena jarak antar bangku mereka duduk dengan sang penjual yang sedang meracik hidangannya tidak terlalu jauh, makan Lukas hanya memanggil sang penjual dan menyebutkan menunya tanpa berdiri menghampiri ibu penjual soto itu. "Buk, saya mau soto pecel kayak biasanya ya," kata Lukas yang membuat Luna sedikit berpikir setelah mendengarnya. Pasalnya, Luna bingung apakah pagi-pagi begini Lukas akan sarapan dua porsi sekaligus yaitu soto dan pecel, atau mungkin Lukas hanya memesan setengah porsi saja.  Tidak lupa, Lukas menoleh pada Luna dan menawari dirinya. "Luna, kamu mau samaan atau gimana?" tanya Lukas menawari perempuan itu. "Nggak, Lukas. Aku cukup soto aja. Masa iya pagi-pagi aku sarapan dua porsi, soto sama pecel. Maruk banget!" "Bukan soto sama pecel, Luna, tapi soto pecel. Jadi nanti kamu makan pecel tapi pake kuah soto juga," kata Lukas menjelaskan pada Luna apa itu sebenarnya soto pecel. Luna sedikit menganga karena terkejut dengan penuturan Lukas. Bagimana tidak, pecel itu memakai sambal kacang, sedangkan soto itu berkuah. Jika sambal kacang dicampur dengan kuah soto dan dipadukan dengan sayuran rebus bayam atau daun pepaya, Luna benar-benar tidak bisa membayangkan. Kali ini ia sungguh geleng-geleng kepala dengan menu yang dipilih olek Lukas.  "Aku masih normal, Lukas. Aku mau soto aja," kata Luna yang sudah menjatuhkan pilihannnya pada soto. Ia tidak mungkin mau coba-coba makanan aneh di pagi hari yang cerah ini.  Lukas dapat memahami apa yang dikatakan Luna. Ia mengangguk. "Bagusnya gitu sih, dari pada nggak doyan. Nanti kamu bisa cicip punyaku deh." Luna sudah merinding saja. Ia tidak bisa membayangkan hal itu. "Nggak perlu, Lukas. Aku kan udah pesen soto." Luna menyengir menatap Lukas. Sementara itu Lukas membalas juga dengan menyengir. "Mau minum apa, Lun?" tanya Lukas kemudian. "Es teh manis aja, Lukas," jawab Luna yang tidka perlu berpikir panjang. Dirinya memang suka memesan es teh di mana pun ketika ia pergi keluar rumah untuk kost mencari makan. Lukas pun memutar tubuhnya lagi. "Sotonya satu, air mineralnya dua ya, Bu," kata Lukas sedikit mengeraska suaranya karena tempat ini berada di pinggir jalan raya yang pasti cukup gaduh dengan suara kendaraan yang berlalu lalang.  "Lukas, kan aku udah bilang minumnya es teh!" kata Luna mengoreksi pesanan yang diucapkan oleh Lukas.  "Nggak papa, Lun. Air putih itu baik buat kesehatan. Bukannya kamu setuju sama perkataan aku yang barusan?" tanya Lukas yang sudah merasa menang. Entah mengapa Lukas jahil sekali karena sudah bertanya tentang minuman apa yang ingin Luna pesan, eh tetapi Lukas malah memesan minuman lain.  "Ya kalo gitu tadi kamu nggak usah nanya aku mau minum apa!" balas Luna dengan ketus. Suasana hatinya cukup buruk karena Lukas bisa-bisanya berbuat seperti itu. Menurut Luna hal itu sangat menyebalkan sekali.  "Luna marah?" tanya Lukas. "Marah!" jawab Luna dengan singkat. Ia langsung menggeser duduknya dan membuang muka dari tatapan Lukas.  "Jangan marah, Lun. Maaf deh kalo bercandaan aku ngeselin buat kamu." Luna langsung kembali berbalik menatap Lukas. "Emang. Kalo kamu nggak bisa bercanda, lebih baik diem aja!" kata Luna dengan menampol pelan pipi Lukas.  "Tapi sekarang udah nggak marah, kan?" tanya Lukas dengan tatapannya yang menggoda, yang langsung membuat Luna menahan tawanya. "Jangan ditahan kalo ketawa." "Iya, iya. Udah nggak marah kok." "Nah gitu dong. Makasih, Luna, udah nggak marah sama aku." Wajah Luna kembali datar. "Hm ... sama-sama." Ngambeknya Luna sudah berakhir bertepatan dengan pesanan mereka yang sudah tersaji di atas meja. Ada dua mangkok di sana yang satu berisi soto ayam dan satunya lagi berisi pesanan Lukas yaitu soto pecel.  Luna pikir soto pecel itu kuahnya di[isah, ternyata benar-benar pecel dalam mangkuk yang disiram dengan kuah soto yang emnjadikan kuah tersebut menjadi keruh karena sambal kacang yang ada di pecel tersebut. "Kamu mau cobain nggak, Lun?" tanya Lukas sebelum mencicipinya. Ia sudah menyendok kuah yang hendak ia berikan pada Luna. Namun, Luna langsung menggeleng dan memundurkan wajahnya ketika sendok yang dipegang Lukas diarahkan kepadanya. "Nggak mau, Lukas!" katanya. "Cobain dulu. DIkit aja. Rasanya unik banget, Lun." Lukas masih memaksa saja. Akhirnya daripada kuah yang ada di sendok itu tumpah di bajunya, Luna memilih membuka sedikit mulutnya dan merasakan kuah pecel yang sudah tercampur dengan sambal kacang. Sangat sedikit sekali yang ia rasakan, tetapi mampu membuat kedua bola matanya membulat. "Gimana, Lun?" tanya Lukas yang antusias sekali menantikan respon dari Luna. Kali ini Luna tidak polos. Ia berlaga biasa saja padahal rasa yang masuk di mulutnya itu sangat unik dan enak dan bisa lidahnya terima. Tetapi, Luna harus menjaga imagenya supaya tidak malu karena telah menolak makanan itu sebelumnya.  "Rasanya biasa aja. Kayak soto campur sambel, aneh!" katanya yang langsung beralih sibuk meracik sotonya dengan sambal dan kecap. Lukas tidak banyak menanggapi jawaban dari Luna. Dirinya kembali fokus saja di mangkuk soto pecelnya dan langsung menikmati sesuap demi sesuap yang tidak terasa kini tinggal setengah. Luna memang menikmati juga soto ayam yang ia pesan. Soto ayamnya memang benar-benar enak, tetapi menu soto pecel yang dipesan Lukas jauh lebih membuatnya penasaran. Tetapi Luna cukup gengsi. Sebisa mungkin ia tidak boleh penasaran dengan rasa itu karena Luna bisa mencobanya juga ketika di Malang bersama dengan Nisa dan Desi. Pokoknya kali ini ia tidak mau membiarkan Luna untuk menang.  Akhirnya, dengan tenang, keduanya dapat menghabiskan sarapannya masing-masing, dengan Luna yang masih penasaran ingin lebih mencicipi soto pecel ini. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD