“Yash, mau ke mana lo?” ucapan Mbak Yosi menghentikan langkahku yang sudah mau segera pulang saat jam kantor sudah selesai.
“Balik Mba. Tenggo hari ini hehe ....” ucapku.
“Lah kan kita diundang Bu Laysi buat ngerayain proyek Hando, Yash. Lo berani nolak undangan dia?” ucap Bang Erik yang berhasil menghentikan langkahku saat itu juga.
“Hah? Kapan ngundangnya? Pas aku masih di luar tadi ya?” tanyaku akhirnya.
“Heem. Lo sih makan siang lama banget, untung gue bohongin bilang lo lagi di toilet mules-mules hahaha Udahlah ikut aja sebentar, ntar baru izin, Yash ....” ucap Mbak Yosi kemudian.
Aku pun tidak berani jika tidak hadir kalau Bu Laysi yang mengajak, bisa-bisa besok aku dipanggil menghadapnya. Akhirnya, aku pun merelakan keinginan buru-buru pulang dan mengistirahatkan tubuh dan pikiran akibat kejadian tadi siang dengan Roy.
Mengingat hal itu, aku tiba-tiba teringat tim kami merayakan keberhasilan tanpa Roy hari ini? Dia ‘kan sedang ada urusan mendadak katanya.
“Pak Roy nggak ikut acara ini?” aku kemudian bertanya.
“Katanya sih ntar nyusul. Ke mana sih emang dia?” tanya Bang Erik.
“Bu Laysi bilang sih tadi ada urusan sama pihak Hando. Yha paling ....” ucap Mbak Yosi kembali misterius sambil menaikkan kedua alisnya yang dibalas juga dengan kedua alis yang dinaikkan oleh Bang Erik.
“Ayolah berangkat!” akhirnya mereka berhenti bertukar informasi melalui pandangan dan berjalan untuk segera menuju lokasi di mana Bu Laysi mengajak tim kami makan malam bersama.
Sepanjang perjalanan, aku tidak bisa membohongi diri sendiri. Pikiranku terus mengulang-ngulang kejadian memalukan tadi siang di restoran. Hal itulah yang membuat aku banyak termenung sendiri di dalam mobil dalam perjalanan bersama Mbak Yosi dan Bang Erik.
“Woy Yash, kesambet lo bengong mulu! Kenapa sih?” tanya Mbak Yosi akhirnya.
“Hehe nggak Mba, capek aja. Tadi rencana pengen langsung nemplok di kasur padahal,” aku mencoba beralasan.
“Capek mah harus Yash, buat b***k korporat kayak kita. Mending capek fisik doang nggak sampe capek-capek menjilat ke sana ke sini hahaha ....” Mbak Yosi kembali mengeluarkan sindiran halusnya yang pasti ditujukan pada Roy.
“Mba ... belum jadi jelasin apa maksud bisnis menjilat ke aku lho!” aku mencoba mengingatkan Mba Yosi karena kali ini rasa penasaranku sudah tidak terbendung lagi.
“Hah belom? Aduh pantes Yasha uring-uringan yaaa ... Nih Yash, kantor kita ini nggak sehat sejak si anjing ada maen sama Bu Laysi. Nah itulah bisnis menjilat mereka,” penjelasan singkat dan membingungkan itu keluar lancar dari mulut Mbak Yosi.
“Ada main? Maksudnya Mbak?” tanyaku masih belum paham.
“Duh gimana ya nih Rik. Kalau gue yang cerita kayaknya nggak objektif banget. Coba deh lo yang cerita, Rik. Lo kan masuk ke Wind Creative pas lagi di masa-masa si anjing mulai ada maen sama Bu Laysi,” kembali Mbak Yosi berucap dan kali ini ucapannya makin membuat aku semakin berperasaan tidak nyaman.
“Gampangnya gini, Yash. Roy sama Yosi itu dulu calon terkuat buat jadi creative team leader. Kalau dari jalur tanpa pelicin sih, harusnya si Yosi yang naik ....” jelas Bang Erik sebelum terputus kembali oleh lontaran dari Mbak Yosi.
“Kenyataannya ada jalur yang licin ya Rik? Hahaha ....” Mbak Yosi berucap sambil tertawa.
“Iya ada jalur yang licin banget nih, Yash. Jalur yang licin itu hasil main belakangnya Roy sama Bu Laysi. Ini udah rahasia umum sih sebenernya, makanya gue bingung kok bisa-bisanya lo nggak tau?” penjelasan Bang Erik berhenti sampai di situ dan aku masih mencoba memproses informasinya.
“Yakin lo Rik cuma main belakang yang bisa bikin licin? Depan, atas, bawah, mana aja juga bisa kali hahaha ... Gue yakin sih si anjing udah main macem-macem sama Bu Laysi, wong udah berapa tahun yang lalu ‘kan dia diangkat,” kalimat terakhir dari Mbak Yosi akhirnya membuatku bisa menggabungkan semua informasi yang selama ini sudah kudengar.
“Maksudnya Pak Roy sama Bu Laysi ada hubungan?” ucapanku keluar pelan seperti gumaman tetapi mengharapkan jawaban.
“Nah itu! Pinter ya, Yashaaa!” ucap Mbak Yosi sambil mengusap kepalaku pelan.
“Sorry to say ya Yash, Bu Laysi itu nggak sekali dua kali nyari mangsa begini. Semua dapet timbal balik yang sama, posisi dan gaji. Roy sampe sekarang belum ada gantinya. Mungkin service dia masih memuaskan si Tante hahaha ....” ucap Mbak Yosi kembali dan saat kini dia melihat wajahku dia pun menyadari bahwa responku tidak biasa.
“Yash ... kok lo pucet banget? Lo segitu kagetnya? Woy Yash!” tegur Mbak Yosi mencoba menyadarkanku dan membantu menemukan kewarasan yang entah sudah lenyap ke mana.
“Hah? Iya mba?” aku mencoba menjawab namun tanganku gemetar. Aku menyatukan kedua tanganku dan memerasnya kuat-kuat untuk menyembunyikan perasaanku yang hancur setelah mendengar informasi mengenai Roy yang harusnya adalah kekasihku.
“Lo segitu aja udah kaget Yash? Belum selesai itu! Nih ya, Bu Laysi juga sering kasih rekomendasi service Roy ke beberapa rekan bisnis yang sekiranya punya proyek. Nah ini yang gue curiga dari Roy sama Alya kemarin,” kembali Bang Erik mulai mengungkap informasi baru lagi.
“Curiga gi-gimana Bang?” aku bertanya kini mulai gemetaran.
“Bisa jadi ini proyek kita menang hasil Roy jilat-jilat Alya rekomendasi dari Bu Laysi, Yash!” Mbak Yosi menjelaskan langsung dan bisa kumengerti sekarang. Sangat bisa kumengerti namun aku belum bisa menerima kenyataannya.
Akhirnya, aku memilih diam tidak akan mempercayai apapun sampai aku mengonfirmasinya sendiri pada Roy.
*****
Perayaan memenangkan proyek ini berlangsung dengan penuh keceriaan dari semua anggota tim, kecuali aku. Aku sejak tadi hanya menunggu-nunggu kapan waktunya tiba aku bisa bertemu dengan Roy dan mengonfirmasi semua yang baru saja kuketahui.
Mendadak perhatian banyak orang tertuju ke satu titik. Pandanganku pun kuarahkan ke sana dan aku melihat Roy baru saja datang bersama dengan Alya. Mereka terlihat akrab, terlalu akrab bahkan. Begitu juga antara Bu Laysi dan Alya, mereka terlihat tidak kalah akrab.
Pemandangan yang terlihat ini membuat Mbak Yosi dan Bang Erik pun saling bertukar pandang. Mereka berdua kemudian memandang ke arahku seolah berkata “Lihat tuh bener ‘kan dugaan kita?”
Pergolakan hati yang kualami berada dalam situasi ini pun membuat aku memutuskan untuk pergi lebih dulu. Aku tidak peduli lagi dengan Bu Laysi dan penilaiannya padaku. Saat semua orang sedang fokus pada Roy dan Alya, aku memutuskan untuk bersuara.
“Bu ... saya izin pulang lebih dulu karena sedang tidak enak badan,” tanpa menunggu jawaban persetujuan aku langsung berlari meninggalkan tempat perayaan.
Ternyata kejadian tadi siang belum cukup menyakitkan. Malam ini, aku kembali tersakiti. Aku berlari tak tentu arah, namun seketika terhenti. Ada sebuah tangan yang menarikku dari arah belakang.
Aku membalikkan badanku dan menemukan sosoknya di sana. Bukan sosok sejuk Ken, yang biasa ada di waktu yang tepat. Kali ini sosok Roy yang mengejarku sampai ke sini.
“Kamu sakit?” tanyanya.
Aku tidak ingin menjawab dan mencoba melepaskan pegangannya di pergelangan tanganku. Tidak berhasil, karena pegangannya kuat sekali.
“Yash, kamu sakit?” kembali Roy bertanya kali ini bahkan dengan menguatkan pegangannya di tanganku.
“Hati aku sakit,” aku menjawab lirih sambil menyorot matanya tajam.
Wajah Roy terlihat kebingungan dengan jawabanku, sehingga aku memutuskan untuk menjelaskannya saja “Aku udah tahu dari Mbak Yosi dan Bang Erik, kamu ternyata mendekati klien wanita untuk bisa memenangkan proyek. Termasuk juga proyek dari Alya ini ‘kan? Aku nggak bisa Roy kalau begini!”.
“b*****t itu si Yosi sama Erik!” umpatan mendadak keluar dari mulut Roy setelah mendengar penjelasanku.
“Kamu jangan dengerin mereka, Yash. Aku ‘kan udah pernah bilang mereka itu semua iri sama aku. Yang mereka bilang itu nggak bener, aku nggak begitu! Kamu mau aku lakuin apa supaya kamu percaya?” tanya Roy kemudian dan membuatku merasa sepertinya dia masih ingin mempertahankan hubungan ini.
Sejujurnya, aku pun ingin memberikannya kesempatan. Jadi aku mencoba menyelesaikan masalah keyakinanku selama ini pada Roy dengan meminta “Aku mau status kita pacaran diketahui sama orang kantor!”.
Roy terlihat membeku. Saat itu aku bisa melihat bahwa dia sepertinya tidak setuju dengan permintaanku. Namun saat aku akan berbalik pergi meninggalkannya, Roy kembali mencekal lenganku dan berkata “Kasih aku waktu! Dalam waktu dekat pasti aku akan kasih tahu status kita di kantor. Please Yash?” pintanya kini bahkan terlihat memohon dan lagi-lagi membuatku melemah dan mengalah.
“Oke dalam 1 bulan ini ya, Roy! Aku akan percaya kalau kamu nggak seperti yang mereka bilang kalau dalam 1 bulan ini kamu berani open status kita di kantor,” jelasku dan walau berselang beberapa detik akhirnya Roy menyanggupinya.
*****
Aku pulang ke rumah Nenek dengan menggunakan taksi online yang dipesankan oleh Roy. Dia menemaniku menunggu hingga taksi sampai dan aku pergi, sebelum kembali ke acara. Paling tidak, Roy masih menunjukkan perilaku yang pantas sebagai seorang pacar sesekali, batinku.
Saat dalam perjalanan di taksi onlie, aku mendapat pesan masuk dari nomor tidak dikenal.
From: Unknown number
Yash, sorry aku nggak sengaja lihat kamu sama Roy tadi. Kalian pacaran?
Nomor siapa ini? pikirku. Sehingga sebelum menjawab, aku mencoba berhati-hati untuk menanyakan terlebih dahulu.
From: Yasha
Ini siapa ya?
From: Unknown number
Ken.
Setelah pesan terakhir itu, aku kembali termenung hingga akhirnya pesan kembali masuk.
From: Ken
Aku sebenarnya bukan pertama kali lihat interaksi kamu sama Roy, yang sepertinya bukan hubungan atasan dan bawahan. Bener nggak?
From: Yasha
Salah. Roy itu atasanku di kantor Ken.
Begitulah aku menjawab seadanya agar tidak menimbulkan masalah lagi lainnya. Namun pesan berikutnya yang masuk darinya, membuat mataku terbelalak karena tidak menyangka.
From: Ken
Atasan then? Okelah. Kalau gitu kamu nggak mau cari atasan yang bisa memperlakukan kamu lebih baik, Yash? Gabung ke Breeze Crew aja mau?
Sepertinya Ken pun memahami bahwa perlakukan Roy padaku memang sudah sangat keterlaluan dan selalu saja kebetulan Ken menjadi saksi matanya. Buktinya pesan yang dikirimkannya seperti menyiratkan aku untuk mencari pekerjaan baru.
Aku pun sebenarnya ingin begitu. Sejak aku mulai merasa hubunganku dan Roy sebagai sepasang kekasih memburuk karena status rekan sekerja ini, aku juga beberapa kali punya keinginan untuk pindah kerja. Namun setiap aku bertukar pikiran dengan Roy tentang rencana ini, kata-kata andalannya bahwa aku tidak tahu terima kasih, aku tidak memiliki kemampuan, dan aku tidak akan bisa diterima di kantor lain pun membuatku langsung hilang kepercayaan diri.
Ya, sebenarnya jika diingat-ingat selama 3 tahun terakhir hubunganku dan Roy bukanlah hubungan yang sehat. Tapi dia pacar pertamaku, lelaki pertama yang menyatakan rasa sukanya padaku, jadi aku sangat mempercayainya. Atau mungkin terlalu mempercayainya?
Ting ...
Ternyata pesan masuk dari Ken lagi. Pesan yang sangat meneduhkan hati dan membuatku selalu merasa aku memang pantas dihargai.
From: Ken
Yasha kalau mau nolak tawaranku feel free ya. Aku nggak maksa, hati-hati di jalan dan tidur yang nyenyak ya. See you again!
*****
Satu bulan telah berlalu dan saat ini aku masih menunggu tindakan Roy untuk membuka status kami berpacaran di kantor. Selama satu bulan ini, aku mencoba bersabar. Ya, aku adalah Yasha si penyabar. Itulah yang selalu dikatakan orang disekitarku dan selalu coba kutunjukkan. Walaupun terkadang aku tidak sesabar itu sebenarnya.
Satu bulan ini juga hubunganku dengan Roy seperti berjalan di tempat. Memang selama ini sudah tidak ada kemajuan yang baik, tapi entah mengapa selama satu bulan ini kami benar-benar dingin. Mungkin bisa dikatakan kami seperti pasangan yang sedang break? Itu pun jika memang ada istilah seperti itu.
Namun aku tetap masih menyimpan harapan, bahwa di masa break kami ini Roy bisa semakin dewasa dalam hubungan kami. Ya, aku berharap Roy akan mengambil waktu ini untuk menyiapkan apa yang memang dia butuhkan untuk menyampaikan pada kantor status kami yang berpacaran. Karena kepercayaanku pada Roy itu, aku pun tidak menanggapi upaya Ken yang terus berusaha membangun komunikasi denganku.
Ken rutin mengajakku berkomunikasi melalui chat. Aku menanggapinya jika ada waktu, ya karena aku tida mau dikira mengkhianati Roy yang masih adalah kekasihku. Sesekali kami juga bertemu di berbagai kesempatan penawaran proyek. Tidak bisa membohongi diri, aku memang menyukai keberadaannya. Wajar saja keberadaannya seperti keberadaan angin untukku. Tapi aku masih Yasha yang percaya Roy akan memperjuangkan hubungan kami ini.
Jadi hari pertama setelah satu bulan waktu yang kuberikan untukknya aku mencoba mengajaknya bicara. Ini hari minggu dan harusnya dia tidak memiliki kesibukan untuk bertemu denganku.
From: Yasha
Kita ketemu sekarang ya? Bisa ‘kan?
From: Roy
Aku ada meeting di daerah Kuningan. Kamu mau kesini jam 12? Sekalian kita makan siang kalau mau ketemu!
Tanggapannya terlihat positif, jadi kembali aku merasakan sepertinya ada harapan untuk kelanjutan hubungan kami. Setelah mengiyakan tawarannya, aku pun segera bersiap menuju lokasi di mana Roy berada untuk segera mendapatkan kejelasan mengenai hubungan ini.
Aku bertemu dengan Roy di sebuah restoran privat, tempat biasa Roy memang bertemu klien. Saat memasuki ruangan itu, aku bisa melihat bahwa sebelumnya ada beberapa orang yang dijamu di sini dilihat dari banyaknya kursi yang tersedia.
“Yash ....” sapa Roy sambil memelukku.
Perlakuan yang kembali meluluhkanku. Setelah kami duduk dan Roy meminta kami memesan makanan dahulu, akhirnya aku mendapatkan waktu untuk memulai pembicaraan ini.
“Jadi gimana? Kamu udah tahu kapan mau kasih tahu kantor tentang status kita?” tanyaku.
Bersambung