Tiba-tiba ada yang memencet passcode apartemennya. Ia tahu itu pasti Daffa. Siapa lagi yang mungkin berkunjung malam-malam dan berani langsung memencet kode kunci pintu?
Addara hanya diam. Ia baru saja selesai mandi dan mencoba menenangkan dirinya. Perutnya terasa lapar dan di lemari es tidak ada apa-apa. Dia baru saja kembali dari perjalanan dinas selama sepuluh hari dari Hongkong. Jadi sebelum pergi memang sengaja mengosongkan lemari es.
Akhirnya, ia hanya mengunyah coklat yang ada di tasnya. Setidaknya ia sedikit tenang dari rasa manis coklat ini.
Apartemen ini adalah semacam ruang kerjanya. Saat ia membutuhkan ruang untuk sendiri dan bekerja, Addara memilih apartemen ini. Daffa tahu, kalau ia menghilang pasti ada di sini.
Daffa akhirnya menyerah. Ia sepertinya mencoba beberapa angka tapi tidak berhasil membukanya. Suaminya itu mengetuk pintu berulang kali, “Ara, kita harus bicara! Aku tahu kamu ada di dalam. Buka pintunya!”
“Ara buka pintunya! Sampai kamu membukakan pintu, aku akan terus berteriak dan mengetuk.. Buka atau aku buat keributan!” Daffa terus saja berbicara.
Addara menarik nafas panjang.. Mau tidak mau ia harus membukanya. Ia membuang bungkus coklat yang telah habis, kemudian meminum air putih.
Sambil menarik nafas panjang, ia berjalan menuju pintu dan membuka pintunya. Daffa langsung masuk dan memeluknya.
Ada perasaan jijik di dirinya yang membuat Addara mendorong suaminya itu, “Jangan sentuh aku!” Daffa langsung berlutut di lantai, “Maafkan aku Ara.”
“Tidak! Daffa, langkahi dulu mayatku kalau kamu ingin kita berbaikan! Kelakukanmu terlalu menjijikan! Aku tidak akan pernah mau memaafkanmu,” Addara bicara dengan keras.
“Jangan lagi menginjakkan kaki di apartemen ini! Rumah, mobil dan yang lainnya, silahkan jadi milikmu. Aku hanya minta apartemen ini! Mulai besok, komunikasi kita hanya melalui pengacara," Addara melanjutkan ucapannya.
“Ara! Jangan sembarangan bicara! Hubungan itu tidak serius.. Aku tidak mungkin dengan perempuan itu. Hanya kamu Ara..” Daffa terlihat panik.
“A-APA??? Kamu pikir apa aku bisa menyentuhmu setelah melihat semua itu?? APA KAMU GILA??? DAN, KAMU BEGITU BERANINYA MELAKUKAN ITU SEMUA DI RUMAH KITA? DI KAMAR TIDUR KITA? KAMU PIKIR APA AKU AKAN BISA KEMBALI KE RUMAH ITU??? TIDUR DI KAMAR ITU? BERSAMAMU??” Addara meluapkan semua emosinya.
Addara terengah-engah, ia tahu kalau air matanya akan keluar, “Kamu pergi dari apartemenku! Ini terakhir kali kita ketemu. Jangan lagi kembali!”
Daffa tiba-tiba memeluknya, “Jangan! Ara jangan tinggalkan aku..” Addara mendorong tubuh suaminya, “Jangan memelukku! Daffa, Masih ada bau perempuan itu di tubuhmu! Dan kamu berani sekali menyentuhku!”
“PERGI DARI HIDUPKU! PERGI..!” Addara berteriak dengan keras. Kali ini, air mata mengalir di pipinya, “Sepertinya tiga tahun pernikahan tidak ada artinya buatmu.. Aku.. Aku.. Tidak akan bisa menerima perselingkuhan.”
“Ara! Jangan hanya menyalahkanku! Kamu, kamu selalu pergi. Perempuan itu mendekatiku.. Aku.. Aku.. Aku akui aku tergoda.. Tapi, kamu selalu pergi… Saat aku menginginkannya, kamu tidak ada..” Daffa tiba-tiba saja mencoba membela diri.
Addara membelalakkan matanya.
“A-apa?? Ini semua salahku???” Addara setengah tak percaya. “Aku tidak bilang begitu. Tapi, aku meminta pengertianmu, aku melakukannya bukan karena cinta. Ara, cuma kamu sayang..” Daffa kembali memeluknya.
“Lepaskan aku! Aku tidak sudi ada bau perempuan itu melekat ke tubuhku..” Addara meronta dan berusaha melepaskan tubuhnya.
“Kamu mau perempuan yang selalu ada di sisimu? Perempuan itu pilihan tepat bukan? Dia selalu ada di kantor dan dekat denganmu.. Tidak lagi perlu aku.. Sudah jelas dari ucapanmu kalau perempuan sepertiku tidak bisa memenuhi keinginanmu. Jadi, kamu sudah memilih..” Ara dengan tegas mengungkapkan perasaannya dan melangkah menuju pintu lalu membukanya.
“Daffa tolong keluar dari apartemenku. Sejak hari ini hubungan kita berakhir..” Ia mempersilahkan Daffa keluar dari apartemen itu, dan dari hidupnya.. Selamanya!
Suaminya itu langsung emosi, “Ara, banyak perempuan menginginkanku. Tapi, aku sudah memilihmu.. Tidak begini caranya. Kalau kamu membiarkanku pergi, artinya kamu sudah merelakanku untuk bersama perempuan lain..”
“Iya.. Iya Daffa, tanpa kerelaanku atau tidak, kamu sudah memutuskan bahwa ada perempuan lain dalam pernikahan kita,” Ara tahu pipinya semakin basah. Ia berurai air mata. “Jadi silahkan pilih perempuan manapun selain aku!”
“Aku ikuti kemauanmu! Kamu akan menyesal sudah melepaskanku!” Daffa merasa emosinya meningkat. Ia merasa sudah memohon dan meminta maaf, tapi Ara seperti tidak menghargainya.
Daffa melangkah pergi keluar dari apartemen itu. Addara menutup pintu apartemennya dan kembali menangis.
***
Aksa tiba di rumahnya, ia memilih untuk duduk di sofa ruang tengah. Tadinya, berniat untuk mampir ke rumah Maha, tapi ia memutuskan untuk membatalkannya. Entah kenapa pikirannya terus melayang pada perempuan itu.
Hatinya merasa sedih saat melihat perempuan tadi berurai air mata. Kenapa? Apa yang terjadi di rumah itu?
Siapa namanya? Perempuan yang cantik.. Tapi, bukan persoalan fisik semata, banyak perempuan cantik di luar sana. Entah kenapa, perempuan tadi memiliki tatapan yang mampu menghipnotis dan menyihirnya.
Ahhh.. Ia tidak boleh terus melamun. Aksa bangkit dari sofa, memikirkan perempuan itu hanya membuatnya lapar. Tadi ia pergi dengan niat menjemput Maha lalu makan malam. Tapi kejadian tadi merubah segalanya.
Aksa pun bergerak menuju dapur di rumahnya. Dapur dengan dengan fasilitas lengkap dan teknologi terkini. Ruangan khusus memasak itu terlihat jadi bagian paling dominan di rumahnya. Lemari es, oven dan kompor dari merek ternama yang menjadi interior dapurnya.
Tidak heran, dengan profesinya sebagai chef, Aksa memilih yang terbaik untuk dapurnya. Ia kemudian mengeluarkan dua senjata andalanannya. Pisau tajam dan talenan.
Aksa mengeluarkan asahan untuk mengasah pisaunya. Sudah menjadi kebiasaannya untuk mengasah pisaunya sebelum dan sesudah digunakan.
Ia membuka lemari es dan melihat bahan-bahan yang ada. Hmm.. Ada asparagus sisa kemarin. Aksa mengeluarkannya dan mulai memotong-motongnya. Ia pun mulai mengolah menjadikannya sup ayam asparagus sederhana.
Setelah jadi, ia mulai memakannya. Pikirannya terus-terusan melayang mengingat perempuan itu. Hhh.. Ia menyentuh dadanya, rasanya berdebar kencang terus menerus. Tak hanya itu, rasanya sulit untuk menutup mulutnya. Senyum terus tersungging dari mulutnya.
Hai cantik! Kapan kita bisa ketemu lagi?
***
Addara bangun dengan mata bengkak. Ah, setidaknya ia masih off hari ini. Perjalanan dinasnya dari Hongkong berakhir lebih awal satu hari, jadi baru besok pergi ke kantor.
Pekerjaannya sebagai jurnalis memang membuatnya sering bepergian. Tapi ia mencintai profesinya ini. Sudah hampir tujuh tahun ini ia bekerja di sebuah majalah bernama HYPELIFE. Sebagai jurnalis di bidang gaya hidup, ia seringkali meliput kegiatan fashion show ataupun food and restaurant review.
Dari awalnya hanya sebagai wartawan junior, hingga kini menjadi managing editor. Ia menikmati semua proses dalam dunianya yang begitu dinamis ini.
Saat ini, ia juga mencoba menulis sebuah buku. Begitu banyak hal yang ingin ia lakukan. Mengingat pembicaraan semalam dengan Daffa, Addara menjadikan kejadian kemarin sebagai pemicu.
Ia harus move on.
Addara mulai menyalakan ponselnya, dengan niat untuk berkonsultasi pada sahabatnya, Malika Airani mengenai jasa pengacara, sekaligus menceritakan semuanya.
Malika juga baru mengalami nasib yang sama. Suaminya berselingkuh dan akhirnya harus menghadapi perceraian. Addara tidak menyangka, apa yang terjadi pada Malika juga terjadi padanya.
Saat ponselnya menyala, ternyata ada pesan masuk dari nomor tak dikenal yang menuliskan :
“Mba dimana? Saya tunggu dekat area drop off tapi tidak ada. Jadi saya cancel."
Hah?? Addara langsung mengecek aplikasi taksi online yang ia gunakan semalam, ternyata pesanannya dibatalkan. Tak hanya itu, pengemudi taksi yang ia pesan menuliskan di chat :
“Mba, maaf saya cancel, saya coba hubungi tidak bisa. Dan saya cari juga tidak ada.”
A-apa? Lalu yang semalam mengantarnya siapa? Addara kaget luar biasa!