Addara memperhatikan keduanya dan tertawa.. “Maha, maafkan aku. Tapi, apa kamu tertekan? Wajahmu merah padam dan seperti ada masalah..” Malika berbalik menatap Maha, “Serius kamu tertekan? Maha, kita partner sejati. Jangan memendam perasaan.” Addara terus saja tertawa. Ia paham sifat Malika, dan sepertinya ia tahu apa yang terjadi pada Maha. Pengacaranya itu mungkin tak bisa melawan kata-kata Malika. “Kenapa kamu terus tertawa?” Malika mengerutkan keningnya. “Ah Al.. Tidak semua akan paham sifatmu. Tapi, sepertinya kamu terlalu mendominasi sehingga membuat seorang pengacara sulit berkata-kata.” Maha menahan tawanya, tapi ia tak tahan lagi hingga akhirnya tertawa. Ucapan Addara on point sekali. Itu yang ia rasakan. Malika terlalu mendominasi sehingga membuatnya tidak bisa berkata-ka