Nana duduk di depan pamannya. Dia melihat pamannya sedang serius dengan pekerjaannya. Nana merasa hari ini sedang ditawan penjahat yang suka menculik gadis di bawah umur dan dibawa ke sebuah apartemen mewah. Ya, memang Candra ingin Nana menemaninya, meski tidak bisa ia menyentuh Nana lebih dalam.
Otak nakal Nana mulai merangkai hal yang tidak semestinya dibayangkan Nana. Dia mengingat kejadian saat malam hari di dapur. Kejadian tiga bulan yang lalu, yang kadang Nana ingin merasakan lagi dan terpaksa menuntaskan keinginannya dengan membaca cerita dewasa.
“Na, kenapa lihat paman seperti itu?” tanya Candra yang melihat Nana sedang menatap lekat dirinya dengan tatapan kosong.
“Ah, tidak apa-apa, Paman. Aku hanya sedang lihat paman yang serius bekerja,” jawab Nana. “Nana ke kamar, Paman,” pamit Nana dan langsung masuk ke dalam kamar.
“Iya, sana istirahat. Paman sebentar lagi selesai,” jawab Candra.
“Kalau paman selesai berarti pulang dong,” ucap Nana.
“Nanti malam pulangnya!” tegas Candra.
“Huh....!” Nana berdecak kesal dan langsung meninggalkan pamannya ke kamar.
Candra hanya tersenyum melihat keponakannya yang kesal itu dan mungkin sudah ingin pulang. Tapi, Candra tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Tiga bulan lamanya dia sangat merindukan menyentuh tubuh keponakannya, yang Candra yakin keponakannya pun sangat ingin disentuh dirinya lagi.
“Tidak tahu kenapa, tubuh Nana menjadi candu untukku. Meski hanya menyentuh dengan jari saja, aku ingin mengulanginya. Aku tidak akan merusak dia. Belum waktunya dia aku jadikan mainan di ranjang. Mungkin menunggu Sisca yang akan pergi kembali ke kotanya, baru aku jadikan Nana mainanku di ranjang,” gumam Candra.
Candra menyelesaikan pekerjaannya lebih cepat, karena dia ingin mengajak keponakannya berenang. Apartemen mewah dengan private pool di dalamnya. Nana sedang mengerjakan beberapa tugasnya, karena pamannya bilang ingin pulang malam. Nana juga terpaksa bilang dengan ibunya kalau dia di rumah Yuni mengerjakan tugasnya, dan dia juga mengode Yuni jika ibunya menanyakannya pada Yuni.
Yuni pun juga seperti itu, jika dia janjian dengan pacarnya diam-diam, pasti bilang main di rumah Nana. Sekarang gantian Nana yang kongkalikong dengan Yuni, karena sedang di culik om-om ganjen.
“Ya, om ganjen, sukanya nyulik gadis di bawah umur. Tapi, aku suka, upss... enggak suka, tapi menantang kali ya sama om nya sendiri? Daripada Yuni dengan om-om yang gak karuan,” gumam Nana.
Nana mengemasi bukunya setelah sudah selesai menyelesaikan tugas sekolahnya. Nana merasakan kantuk, padahal hari sudah menjelang sore. Nana melihat jam dinding, sudah hampir jam tiga sore, dan sudah tidak baik untuk tidur siang.
Nana keluar melihat pamannya yang sudah memakai bathrobe dan wajahnya masih terlihat basah.
“Sudah bangun tidurnya?” tanya Candra dengan mendekati keponakannya.
“Nana tidak tidur, Nana ngerjain tugas dari tadi,” jawab Nana. “Paman habis mandi?” tanya Nana.
“Paman habis renang, haus mau ambil minum,” jawabnya.
“Ada kolam renang?” tanya Nana.
“Ada, tuh di sana,” jawab Candra dengan menunjukan ke belakang.
“Na, pakai baju renang kalau mau renang, jangan pakai daster!” seru Candra yang melihat keponakannya senang karena ada kolam renang yang cukup mewah.
“Enggak, Cuma mau main di sisi kolam saja!” jawab Nana dengan teriak.
Nana memang senang sekali renang. Dia kangen rumah mewahnya yang dulu. Hampir setiap sore dia berenang, sekarang dia harus tinggal di rumah eyangnya, ada kolam renang, tapi selalu kotor karena jarang dibersihkan. Nana duduk di sisi kolam dengan kakinya masuk ke dalam kolam.
Candra mendekati keponakannya yang sedang duduk di sisi kolam, dia membawakan jus buah untuk Nana.
“Ini diminum.” Candra memberikan jus untuk keponakannya dan duduk di sampingnya.
“Ini minuman tidak dikasih obat perangsang, kan?” tanya Nana dengan menatap tajam wajah pamannya.
Candra terkekeh mendengar ucapan keponakannya itu. Tidak menyangka keponakannya tahu obat seperti itu, padahal umurnya masih enam belas tahun.
“Kamu tahu obat seperti itu dari siapa, Nana?” tanya Candra.
“Dari teman Nana lah!” jawabnya.
“Yuni?” tanya Candra.
“Siapa lagi kalau tidak dia. Nana Cuma akrab dengan Yuni saja sih,” jawabnya.
“Kamu sudah tahu siapa sebenarnya Yuni?” tanya Candra.
“Tahu kalau dia pacarnya rekan kerja paman yang bernama Felix, kan?” jawab Nana.
“Kamu tahu itu?” tanya Candra dengan menaikan satu alisnya.
“Iya, aku tahu, kenapa memang?” Nana balik bertanya pada Candra.
“Ya kamu tahu sendiri, Felix sudah punya anak istri, kan?” jawab Candra.
“Sebelas dua belas sama paman!” tukas Nana.
“Kamu tidak mau seperti Yuni? Biasanya kan teman akrab pasti satu frekuensi,” ujar Candra dengan terkekeh.
“Sama paman maksudnya? Nana masih sedikit punya otak yang benar paman! Apalagi Nana di sekolahan sangat disegani guru-guru. Nana tidak mau nama Nana cacat di sekolahan, apalagi Nana satu tahun mendapat beasiswa,” ucap Nana.
“Iya paman tahu,” jawab Candra dengan mengusap kepala Nana.
“Kalau sudah lulus sekolah mau, kan?” tanya Candra dengan mengusap lembut pipi Nana.
“Paman sadar gak sih aku keponakan paman?” tanya Nana.
“Keponakan, iya kamu keponakan aku, tapi keponakan dari kakak iparku, bukan dari kakak kandungku, jadi gak ada masalah, kan? Yuni saja bisa jadi simpanan Felix, masa aku tidak bisa jadiin Nana simpenan Candra?” gurau Candra dengna terkekeh di depan Nana. Nana mencubit lengan pamannya dengan keras.
“Sakit, Nana! Paman bercanda, masa iya paman mau jadiin kamu simpanan paman? Tapi, kalau memang takdir menyuruh kamu jadi simpanan paman apa boleh buat?” ucap Candra dengan terkekeh melihat Nana yang menghunuskan tatapan tajam pada dirinya.
“Enggak lucu tau!” tukas Nana.
“Na, kamu mau renang?” Candra menawari keponakannya yang memang suka berenang.
“Enggak bawa baju ganti, aslinya pengin sih,” jawabnya.
“Ada tuh baju, tadi paman suruh orang suruhan paman untuk beliin baju renang, tenang komplit sama dalaman juga,” ucap Candra.
“Benarkah?” Nana memastikan kembali.
“Iya, Na, tuh ada di atas meja kerja paman. Sudah ada bathrobe juga di sampingnya,” jawab Candra.
Nana langsung bergegas berganti pakaian ranang. Sudah lama dia tidak berenang, jadi dia niat sekali untuk berenang.
“Heran sekali, paman membelikan baju untukku kok pas gini?” ucap Nana dengan lirih setelah memakai baju renangnya yang pas di tubunya, dan membuat tubuh seksinya terpampang jelas.
Nana membasahi tubuhnya terlebih dulu, dan memakai Bathrobe. Dia berjalan menuju kolam renang. Nana sudah melihat pamannya sedang berenang. Candra melihat Nana yang membuka bathrobenya dan bersiap turun ke kolam renang.
Candra menelan ludah melihat tubuh keponakannya yang seksi terbalut pakaian renang yang sangat tipis. Nana langsung berenang, dia tidak peduli pamannya yang dari tadi mengiringinya di samping Nana.
Candra memeluk Nana dari belakang, saat Nana sedang menyandarkan tubuhnya di sisi kolam.
“Kamu seksi, Sayang,” bisik Candra.
“Paman, jangan aneh-aneh deh!” tukas Nana dengan menyingkirkan tangan Candra yang sudah memeluknya.
“Na, yakin kamu tidak mau merasakannya lagi? Paman tahu kamu ingin merasakannya lagi,” ucapnya lirih di telinga Nana yang membuat merinding lehernya.
“Paman, jangan seperti ini,” ucap Nana, namun tatap matanya menyiratkan Nana ingin disentuh Candra.
“Jangan seperti ini tapi kamu menikmtinya, Na,” ucap Candra dengan meremas d**a Nana.
“Uhmmm...,” lenguh Nana merasakan remasan lembut Candra di dadanya.
Candra mencium bibir Nana, tanpa penolakan dari Nana, Nana pun membalas ciuman pamannya. Ciuman mereka semakin memanas. Nana pun mengalungkan tangannya ke leher Candra, mengimbangi ciuman Candra yang semakin memanas. Lidah mereka saling membelit, tangan Candra pun tidak mau diam, dia menjelajahi setiap inci tubuh Nana.
Ciuman Candra semakin kebawah, dia bermain di d**a Nana dengan mulut dan lidahnya. Nana semakin tidak karuan mendapat perlakuana pamannya seperti itu. Desahan kecil lolos dari mulut Nana saat Candra dengan lahap menghisap dua gundukan sintal di d**a Nana, dan memainkan biji kelereng kecil yang masih ranum di ujung gundukan sintal itu dengan lumatan lembutnya.
“Paman, uhmmm....” Nana meremas kepala Candra dan membuat candra semaki panas ingin melakukannya lebih dalam.
Tangan Candra menyusup ke bagian bawah inti milik Nana. Mengoyak lubang yang masih tertutup rapat. Namun, Candra sadar, dia tidak ingin menyentuhnya dalam. Dia hanya menyentuh biji kacang milik Nana yang membuat Nana semakin kerasa mengeluarkan lenguhannya.
“Paman....ahhhh...” Nana semakin merasakan tubuhnya bergetar hebat karena hasratnya sudah ingin tersampaikan.
Candra menuntun tangan Nana untuk meyentuh miliknya. Mata Nana menatap sayu penuh gairah saat merasakan benda keras milik pamannya yang ia pegang dengan tangannya.
“Iya, begitu, Sayang... ouhh..,” racau Candra.
Nana semakin cepat menggerakkan tangannya. Yang membuat Candra semakin mengeluarkan suara erangan karena menikmati apa yang Nana lakukan. Jari Candra pun semakin mengoyak bagian inti Nana, Nana sedikit menjerit saat hasratnya tersampaikan lagi. Candra menaikan tubuh Nana di sisi kolam, membuka kaki Nana lebar-lebar dan menikmati milik Nana dengan lidahnya.
Nana semakin menggelijang hebat, pamannya terus mengoyak bagian inti Nana dengan lidahnya. Menyesapnya dengan lahap, membuat Nana semakin mengeluakan erangan yang membuat Candra semakin memanas.
Nana mengeluarkan hasratnya, dan Candra melahap habis semua apa yang dikeluarkan Nana. Candra duduk di samping Nana, memeluk Nana yang sudah lemas karena perbuatannya. Candra menciumi wajah Nana dengan mata yang masih terpejam merasakan aliran darahnya yang masih mengalir deras.
Nana merasakan tangan Candra menuntun tangannya ke arah bawah milik Candra. Nana tidak peduli dengan rasa yang masih bergelenyar dalam dirinya. Nana kembali bermain milik pamannya dia tak segan-segan mengulumnya hingga semua hasrat pamannya tumpah di dalam mulutnya. Erangan Candra semakin keras, merasakan nikmatanya apa yang Nana lakukan. Mereka bermandi peluh di sisi kolam renang. Nana menelan cairan milik Candra yang ada di dalam mulutnya, tanpa Candra suruh, dia merasakan getir di dalam mulutnya. Candra mengambilkan minuman Nana, agar rasa getir di dalam mulut Nana hilang.
Nana tidak menyangka dirinya akan melakukan hal seperti ini dengan pamannya. Dia tidak pernah menduga pamannya akan melakukan hal yang membuat dirinya melayang, menikmati surga dunia yang Yuni ceritakan katanya sungguh nikamat. Dan kini dia merasakannya, meski tidak langsung berhubungan badan, tapi dia benar-benar merasakan nikmat yang tiada duanya.
“Terima kasih, Sayang,” ucap Candra dengan mencium kening Nana.
“Aku mau pulang,” ucap Nana dengan menunduk dan menangis, menyesali apa yang telah ia lakukan dengan pamannya.
“Sayang, maafkan paman, oke kita pulang, bersihkan dulu badan kamu.” Candra memeluk Nana.
Nana melepas pelukan pamannya, dia langsung bangun dari sisi kolam, dan berjalan. Namun, kakinya lemah, tidak ada daya untuk berjalan. Candra menggendong Nana ke kamarnya dan menyuruh Nana mandi. Nana masih menangis dan duduk di tepi ranjang. Candra berjongkok di depan Nana, dia menyeka air mata Nana dan terus meminta maaf pada Nana.
Lama mereka berdua di dalam kamar. Tangisan Nana semakin mereda. Semua sudah terlanjur, Nana pun merasakan kenikmatan apa yang tadi ia lakukan. Candra mencium bibir Nana dengan lembut. Bukannya menolak ciuman pamannya, tapi Nana membalasnya dengan penuh gairah lagi.
Mereka kembali melakukan hal yang tak semestinya mereka lakukan. Meski Candra tidak memasukan miliknya, mereka saling memuaskan dengan cara lain.