Sport Jantung

646 Words
“Nissa! Kamu sakit? Wajah kamu pucat. Panggil dokter segera, Niss. Atau kamu perlu istirahat?” Tatap Kinanti menikmati raut wajah sang pengasuh yang memucat sejak dia menceritakan mimpinya yang langsung membuat Nissa ketar-ketir. ”Ahh! Eng-enggak, Nyonya. saya baik-baik saja…” jawab Nissa tergagap. ”Nissa…kamu jangan bohong!” Tegas Kinanti membuat Nissa semakin bergetar. ”Bo-bohong apa maksud, Nyonya? Sa-saya tidak berbohong…” sahut Nissa membuat Kinanti merasa senang melihat ekspresi wajah wanita yang dengan lancang telah menghianatinya. ”Kamu sedang tidak enak badang, tapi kamu malah ngaku sehat. Itu bikin saya sedih, Nissa. Kamu gak boleh gitu, dong. Kalau memang lelah pengen istirahat, kamu istirahat. Atau, kalau kamu mau pulang kampung juga boleh…” ucap Kinanti membuat Nissa menelan ludahnya dengan tubuh bergetar. ”Saya mungkin pusing karena sedang halangan, Nyonya. Jadi sedikit kuang darah. Nanti saya minum obat saja…” ”Heii…jangan begitu. Kamu membuat aku seolah aku adalah kriminal. Kalau kamu sakit, kamu harus istirahat, Nissa…” ucap Kinanti membaut Nissa semakin tak berkutik. “Kamu gak usah kawatirin saya. Saya akan berada di sekitar kamar saja. Paling saya minta ke kamu, sebelum kamu istirahat, siapin obat saya saja. Sudah itu saja, makan siang saya, minta asisten chef anterin saja. Kamu tidak perlu dua puluh empat jam melayani saya….” Kinanti sengaja meremas jemari Nissa yang berubah dingin seperti es. ”Loh…tangan kamu dingin banget, Niss. Gak bener ini…kamu beneran meriang. Udah sana, kamu istirahat…minta saja asisten rumah ini anterin obat untuk saya. Sekarang kamu istirahat…” ucap Kinanti menahan tawa. ”Ta-tapi, Nyonya…nanti tuan Amar marah kalau saya tidak menjaga Nyonya dan tidak berada di sekitar nyonya…” ucap Nissa lagi membuat Kinanti tertawa kecil. ”Kamu gak usah kawatir, saya paham suami saya. Mungkin dia pengen melihat aktivitas saya dua puluh empat jam, makanya dia bayar kamu untuk menjadi matanya….” Ucap Kinanti membuat Nissa menegang dan bibir terbuka. Lalu Kinanti menyadari perubahan sang asisten pribadinya. “Iya, dia gak percaya cctv, makanya dia menyewa kamu buat gantiin dia kasih perhatian sama aku. Beruntungnya aku menikah dengan pria seperti dia…” ucap Kinanti sengaja memancing sang pengasuh. ”Tapi, apapun itu. Pokkoknya saya mau kamu istirahat sekarang. Saya bisa menyiapkan sendiri. Tinggal panggil asisten rumah saja…” ”Tapi, Nyonya. Semua orang tidak di izinkan ke kamar ini…” jawab Nissa mencoba mencegah Kinanti berinteraksi dengan orang lain selain dirinya. ”Sudah, kamu gak usah kawatir. Kamu mau suami saya malah marah sama saya, karena mat-matanya sakit tapi tetap harus melayani aku?” Tanya Kinanti dan Nissa menundukkan kepalanya. Lalu Kinanti melanjutkan kalimatnya. “Walaupun suamiku dari keluarga yang sangat miskin. Tapi dia tidak akan tega melihat orang seperti kamu di paksa bekerja dalam keadaan sakit…” ”Baiklah, Nyonya. Nanti jangan lupa minum obat setelah makan siang…” Nissa merogoh saku bajunya dan mengeluarkan botol bening yang berisi pil. Kinanti berusaha membaca tulisan yang ada di botol, sayangnya dia sama sekali tidak bisa membacanya. “Oke, terimakasih sudah baik dan patuh pada suamiku. Tapi, kamu jangan lupa…bahwa yang menggaji kamu itu aku. Jadi, kamu harus patuh pada perintahku.” Tegas Kinanti membuat Nissa menautkan dahi. ”Maksudnya, Nyonya?” ”Maksudnya, ketika saya mengatakan kamu harus istirahat, maka kamu harus istirahat. Saya tidak mau ada pekerja saya yang sakit dan sampai teraniaya bekerja dengan saya.” Ucap Kinanti tanpa basa-basi. Dia sengaja menekankan beberapa kalimat yang membuatnya bisa menyindir dengan leluasa. “Baik, Nyonya…” ucapnya lalu meninggalkan Kinanti yang duduk menatapnya dengan sinis dari belakang. ”Dasar wanita sialan! Beraninya dia membuat aku seperti ini. Aku tidak akan tinggal diam. Aku harus membalas dendam pada kalian yang menghianatiku!” Tegas Kiannti dengan jari terkepal. Sedangkan Nissa yang langsung menuju kamar, dia mengunci pintu kamar, dia berjalan mondar-mandir mengigit kukunya sampai kandas dan tanpa sadar kukunya berdarah, seperti biasa manakala sedang terserang kepanikan, Nissa selalu menggigit kuku tangannya
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD