•••
Setelah kejadian ditaman belakang itu kehidupanku mengalami perubahan yang cukup signifikan, garis bawahi itu cukup. Karena sejak saat itu orang orang di sekolahku banyak sekali yang tadinya tidak mengenalku kini mereka sering membicarakanku, secara yang mereka tau aku adalah Seriel kekasih dari seorang Satria yang selama ini mereka puja tentunya bagi para kaum hawa.
"Kamu mau langsung ke kelas?" tanyanya padaku.
"Iya.." jawabku seadanya.
"Ya udah aku anter..." ucapnya.
Mendengar itu dengan cepat aku pun mencegahnya karena aku benar benar lelah, baru saja beberapa hari menjadi kekasihnya aku sudah memiliki beberapa julukan yang ah sudahlah.
"Gak usah aku bisa sendiri, kamu ke kelas aja..." tolaku yang langsung dihadiahi tatapan menyelidik darinya.
"Ayolah Satriaaa, aku bisa sendiri..." ulangku.
"Kenapa? Malu aku anter?" selidiknya yang berhasil membuatku memutar bola mata sebal.
"Ak-"
"Pagi sayaaang!" pekik seseorang.
Belum sempat aku menuntaskan kalimatku, tiba-tiba saja seorang wanita datang dan langsung memeluk Satria tepat di hadapanku.
Mungkin ini yang dinamakan sakit namun tak berdarah.
"Come on Tania... i can't breath..." ucap Satria.
Akhirnya gadis yang Satria panggil Tania itu pun melepaskan pelukannya dan kini beralih memegang lengan kanan Satria.
"Ak-aku pergi." tanpa menunggu apa pun aku langsung berlalu dari tempat itu dan berjalan menuju kelasku.
Apa aku bisa bertahan menjalin hubungan cinta sepihak? jawabanya tidak.
Sepanjang perjalananku menuju kelas, aku melihat sekumpulan kakak kelas wanita yang sudah dari jauh sana memandangku tidak suka dan benar, saja saat aku melewati mereka, mereka mulai menyindirku namun sudahlah persetan dengan itu.
"Eh denger deh, kalo lo punya pacar tapi lo gak dianggap gimana sih rasanyaaa..." ucap salah satunya pada yang lain walaupun aku tau kalimat itu ditujukan untukku.
"Terus kalo lo jadi pelampiasan gimana? Sakit gak sih? Atau di selingkuhin eh bukan di selingkuhin sih dijadiin cadangan hahaha..." ujar yang lainbya dengan menatapku dari ujung mata.
Inilah yang membuatku mulai membenci diriku sendiri kenapa harus dia yang ku Cinta, pria yang sama sekali tak pernah menganggapku ada walaupun memang benar Satria pernah bilang bahwa dia menyayangiku, hanya menyayangi, bukan Cinta.
Andai saja aku tidak mencintai dalam diam, andai saja aku punya keberanian untuk mengatakan 'bahwa aku mencintaimu jauh sebelum kamu jatuh cinta padaku' tapi sayangnya aku tidak memiliki keberanian itu.
Mungkin jika aku mengatakan itu Cintaku akan menjadi kisah Cinta Sepihak, tapi itu lebih baik, setidaknya dia tahu bahwa aku mencintainya dan mungkin saat aku tidak bersamanya lagi dia akan tau betapa beratnya menjadi diriku ketika dia berada diposisi itu, miris sekali bukan.
"WOY! Jalan, ngapain bengong di sana? Gak suka denger omongan kita?heuh?" sentak salah satunya yang sering dipanggil dengan nama Tania tepat di depanku.
"Siaal, kaget gue lagian kenapa gue bengong di sini yatuhaan what should i do?..." rutuku dalam hati.
"Hey gengs dia kaget haha... liat deh mukanya lucukan... pantes banget buat ditinggalin...!" tekannya diakhir kalimat.
Dengan cepat aku pun berlari meninggalkan mereka, entah siapa saja yang tak sengaja aku tabrak saat aku berlari tadi.
Sesampainya di dalam kelas aku langsung mendudukkan tubuhku di kursi dekat jendela agar aku bisa bersandar di sana.
"Lo gak cape apa tiap hari kayak gini?" tanya Meri dia adalah teman dekatku.
Aku meliriknya sekilas "Capelah..." lirihku.
"Ya udah sekarang lo cerita ke gue..." titahnya.
Aku menatapnya dan di detik kemudian aku langsung memeluknya erat menyalurkan segalanya, menangis hanya itu yang bisa kulakukan.
"Satria dia... dia pelukan sama cewek lain di depan gueee Mer..." ucapku yang masih memeluknya.
"Terus Lo diem aja?" tanya Meri melepas pelukannya.
Aku menggeleng.
"Lo nyegah itu, kan?" tanyanya lagi.
Aku menggeleng kembali dengan menghapus air mataku.
"Terus Lo ngapain pinter?"
"Gue pergi..." jawabku seadanya.
"Aelaah... harusnya Lo itu usir tuh cewek... dan bilang sama Satria kalo lo itu cemburu!" geram Meri.
"Gue gak bisa Mer!"
"Kenapa gak bisaaa? Heuh? Lo cemburu kan?"
Aku mengangguk cepat, mengiyakan bahwa aku memang cemburu.
"Ya terus apa lagi?" bingung Meri.
"Gue gak berhak buat cemburu!" lirihku.
"WHAT? What do you mean girl?" kagetnya tak mengerti.
"Karena yang dia tau, kalo gue itu gak suka bahkan cinta sama dia..." ucapku pelan.
"Sumpah ini gila, Lo jadian sama dia tapi... okay biar gue yang bilang kalo sebenernya itu Lo suka sama dia." putus Meri hendak berdiri, namun aku langsung mencegahnya.
Aku menggelengkan kepala memohon, "Jangaan... gue mohoon, dia... dia udah mau berusaha buat jatuh cinta sama gue dengan modal rasa suka dan sayang yang dia punya buat gue, biarin dia berusaha buat ituuu gue mohoon..." mohonku.
Dengan pandangan yang kembali seperti biasa bahkan mungkin rasa iba, Meri kembali duduk tepat di sampingku dan mencoba menyemangatiku.
"Kalo ini emang keputusan Lo, ya gue gak bisa ngapa-ngapain..." ucapnya dan aku pun menganggukinya.
"Tapi Satria baik, kan sama Lo?" tanya Meri kembali.
"Dia baik karena dia sendiri yang bilang kalo dia akan usahain itu,"
"Terus kalo dia nyakitin Lo lagi?"
Aku mengangkat bahuku tidak tau "Dia pernah bilang kalo gue jatuh cinta sama dia sebelum dia jatuh cinta sama gue, dia gak bakalan tanggung jawab kalo suatu saat nanti dia nyakitin hati gue."
Meri terlihat menggelengkan kepala tak percaya "ckck...segitu cintanya Lo sama dia... tapi gue bener-bener gak habis pikir sama cewek-cewek di sekolah ini, kenapa pada suka sama cowok dingin, jarang ngomong sekali ngomong nyakitin..." aneh Meri.
Aku pun tersenyum, "Itu nilai plusnya dari pada cowok yang suka nyinyir kayak mak lambe gerah, kan jyjyq!" candaku dan kami pun tertawa.
"Mungkin luarnya emang dingin, jarang ngomong tapi dia baik dan karena dia jarang ngomong ada yang meluk tiba-tiba aja gak protes sama sekali, saking baiknya ada yang meluk tiba-tiba aja gak berontak dengan alasan nanti dia malu kalo pelukanya aku tolak dan aku percaya itu." gumamku dalam hati.
Hingga beberapa saat kemudian guru sejarahku pun datang dan aku pun mengikuti pelajarannya sefokus mungkin dan sejenak melupakan ocehan, nyinyiran yang dilontarkan kakak kelasku terhadapku tadi.