Bab 7. Sisi Tersembunyi

1438 Words
Sedan mewah berwarna hitam meluncur ke kawasan Kins Enterprises. Pintu mobil terbuka perlahan, memunculkan pemandangan yang menarik seluruh perhatian. Orang yang selalu menyulut kegemparan itu adalah Kinsley Hawthorne. Sekretaris setianya—Theodore Bennett—sudah menunggu beberapa menit dengan sabar di lobi, segera menyatu dalam langkahnya menuju ruang pimpinan perusahaan. Ekspresi serius yang melekat di wajah mereka tak terpengaruh oleh senyuman orang-orang yang melintas, seolah-olah dinding tak terlihat tiba-tiba muncul dan memisahkan mereka dari dunia sekitar. "Selamat datang kembali, Tuan Hawthorne." "Bagaimana dengan data penjualan terbaru yang kuminta, Ted?" "Ya, Tuan Hawthorne. Penjualan terus meningkat, tapi ada beberapa area yang memerlukan perhatian lebih lanjut." "Berikan rincian mendalamnya saat kita tiba di ruanganku." "Tentu, Tuan Hawthorne. Saya juga sudah mempersiapkan pertemuan dengan tim pengembangan produk besok." "Periksa juga kontrak mitra potensial kita. Kita harus memastikan semuanya sesuai jadwal. Lalu, pastikan untuk mempersiapkan laporan keuangan terkini, itu akan membantu saat kita membahas rencana anggaran." "Akan saya lakukan segera, Tuan Hawthorne." Pintu ruang pimpinan perusahaan terbuka lebar di hadapan mereka. Tatapan mereka terpaku pada kehadiran tamu yang tak diundang. Tuan Hawthorne mengernyitkan alis dalam-dalam, menunjukkan kemarahan serta ketidakpuasan. "Saya akan kembali nanti, Tuan Hawthorne," ucap Theodore sambil undur diri. Natalie Foster, mantan istri yang sudah mengecewakan serta membuat kehidupannya hancur berkeping-keping. Pernikahan mereka dianugerahi seorang anak perempuan bernama Lilyana yang mengambil marga sang ibu karena hak asuh sepenuhnya jatuh ke tangan wanita itu. "Daddy!" Pandangan Tuan Hawthorne beralih pada sosok kecil Lilyana Foster. Lilyana berlari mendekatinya, membuat Tuan Hawthorne segera menangkapnya. Kepolosan dan keceriaan dari anak berusia lima tahun itu berhasil mengusir ketegangan yang sempat muncul di antara orang tuanya. "I miss you, Daddy," desis Lilyana manja sambil bersandar di bahu sang ayah. Tuan Hawthorne tersenyum, mengusap lembut kepala Lilyana. "Bagaimana kabar putri kecil Daddy?" Lilyana mendorong tubuhnya untuk melihat wajah sang ayah. Dia melamun sebentar, wajahnya memancarkan kesedihan. "Ada hal buruk terjadi." Tuan Hawthorne memandang Natalie, mencari jawaban dari wanita itu. Namun, Natalie tampaknya mengharapkan ayah dari Lilyana bertanya langsung, sehingga dia hanya mengangkat bahu. Tuan Hawthorne menatap putrinya yang masih terlihat sedih. "Apa yang terjadi, Sayang?" Lilyana menghela napas panjang. "Teman-teman di sekolah menertawakan Lily karena giginya ompong. Mereka bilang gigi Lily tak akan pernah tumbuh lagi. Benarkah, Daddy?" ucapnya dengan mata berkaca-kaca. Tuan Hawthorne tersenyum lega. Baru saja dia berpikir akan menghabisi siapa pun yang menyakiti putrinya, tapi ternyata masalah Lilyana tak seserius yang dia bayangkan. "Biarkan Daddy melihat gigimu." Lilyana mengangguk, lalu membuka mulutnya lebar-lebar. "A—aa ...." Tuan Hawthorne memperhatikan bagian gigi yang ompong dengan cermat, lalu berkata, "Tak apa, gigimu pasti akan tumbuh lagi. Daddy melihat seorang peri sedang beristirahat di sana." Lilyana mengatupkan bibir, ekspresinya berubah antara terkejut dan senang. "Sungguh?!" Tuan Hawthorne mengangguk yakin. "Ya, sekarang peri itu sedang bekerja keras untuk menumbuhkan gigimu kembali. Kau harus sabar, Sayang, karena itu butuh waktu." Lilyana tampak berbinar-binar mendengar cerita khayalan Tuan Hawthorne, sementara Natalie merasa tak senang dengan cara mantan suaminya menghibur sang putri. Bagi Natalie, mengungkapkan kenyataan tanpa ada embel-embel lain jauh lebih baik daripada menceritakan khayalan yang mengarah pada kebohongan. "Sekarang ...," ucap Tuan Hawthorne sambil menurunkan lembut Lilyana dari gendongan. "Bisakah Lily memberikan waktu untuk Daddy dan Mommy bicara sebentar?" Lilyana berdiri tegak dengan bantuan sang ayah, mengangguk penuh pengertian. Dia melangkah ke arah kursi jabatan dan duduk di sana, seolah-olah menggantikan posisi ayahnya. Benda-benda yang bersemayam di atas meja segera menarik perhatiannya. Natalie yang berdiri lebih dekat dengan Lilyana, perlahan beranjak ke sisi Tuan Hawthorne—yang lebih jauh. Mantan pasangan itu berbicara dengan suara rendah, berusaha agar percakapan mereka tak dapat dijangkau oleh pendengaran Lilyana. "Kenapa datang kemari? Aku sudah memperingatkan untuk memberitahuku lebih dulu jika Lily ingin bertemu." Natalie memandangi Tuan Hawthorne dengan serius. "Apa yang salah dari seorang anak yang ingin bertemu dengan ayahnya?" Dalam suasana yang berubah tegang, Tuan Hawthorne menambahkan, "Kita sudah sepakat mengenai hal ini, Natalie. Bagaimana jika Lily datang di saat yang tak tepat? Apa kau bisa menjamin kalau dia akan baik-baik saja?" Natalie menatap tak tentu arah, memikirkan kesepakatan yang sudah dilanggar. Dia sadar bahwa dirinya tak dapat menjamin keamanan Lilyana dalam pertemuan mendadak seperti ini, terutama di lingkungan yang tak aman seperti yang dimiliki Tuan Hawthorne. Tempat Tuan Hawthorne bukanlah lingkungan yang sesuai untuk putri mereka. Dengan segala musuh dan kompleksitas dalam kehidupannya, pertemuan tanpa pemberitahuan harus dihindari untuk melindungi Lilyana. "Lily memaksa untuk datang. Aku tak berdaya di hadapannya," ucap Natalie, tampak putus asa. Tuan Hawthorne mengusap wajahnya dengan tangan, mencoba menenangkan diri. Senyum di wajah Lilyana tak boleh lenyap karena pertengkaran kedua orang tuanya. "Apa kalian sudah makan?" tanya Tuan Hawthorne, menyingkirkan pemikiran tentang ketidaksetujuannya. "Sudah, kami pergi makan lebih dulu sebelum kemari. Oh-ya, kedatanganku kemari juga sekaligus memberitahukan padamu bahwa aku berencana mengajak Lily ke luar kota selama beberapa hari." "Ada acara apa? Kalian hanya pergi berdua?" "Hanya acara liburan. Rencananya kami akan pergi dengan Milton." Tuan Hawthorne mengerutkan dahi, baru pertama kali mendengar nama itu. "Milton?" Natalie mengangguk dan tersenyum. "Milton adalah kekasihku." Tuan Hawthorne terdiam. Wanita yang pernah menjadi istrinya sudah membangun dunia baru, sesuatu yang tak pernah terlintas di benaknya bahwa hubungan kasih sayang di antara mereka sudah berakhir. Pengakuan tadi ... cukup membuat rasa tak senang menyusup di dadanya. "Kins?" Tuan Hawthorne memfokuskan pandangannya kembali pada Natalie. Gemuruh di dadanya semakin mendidih saat melihat wajah wanita itu. Dengan cepat, dia mengalihkan perhatian pada Lilyana yang juga tersadar sedang diperhatikan. Senyuman Lilyana dengan gigi ompongnya menjadi cahaya yang meredakan gemuruh. Meski rasa tak nyaman masih tersisa, tapi Tuan Hawthorne berusaha keras menyingkirkan perasaan itu. "Apa Lily menyukainya? Kalau tidak, maka jangan paksa dia untuk pergi." "Lily sangat menyukai Milton. Kami pernah pergi bersama sebelumnya, waktu pun berlalu begitu menyenangkan." Tuan Hawthorne mengangguk pelan. "Baguslah." Natalie menganggap bahwa diamnya sang mantan suami setelah itu merupakan persetujuan untuk Lilyana pergi, lalu dia memilih tak berbicara lebih lanjut. Tetapi ada hal lain yang mengusiknya sehingga dia memutuskan untuk kembali membuka suara, "Beberapa orang wanita pernah datang padaku, mereka menanyakan soal hubungan kita." Sejak rumah tangga mereka berakhir, Tuan Hawthorne menunjukkan sisi gelap yang tersembunyi di dalam dirinya. Para wanita menjadi pion-pion dalam jaringan koneksi yang dibentuknya. Semua itu merupakan bagian dari dendam pribadi terhadap dunia yang mengucilkannya. Mungkin, wanita yang mendatangi Natalie adalah salah satu dari mereka. "Kau pasti sangat populer sekarang dan begitu mudah mendapatkan apa pun di dunia ini." Dulu, mereka berdua hidup dalam kesulitan. Natalie berjuang untuk bertahan, tapi akhirnya memutuskan untuk menyerah. Mereka tak langsung berpisah karena saat itu Natalie sedang hamil tua. Kesepakatan mereka adalah bercerai setelah Lilyana lahir. "Kau menyesal setelah mencampakkanku?" tanya Tuan Hawthorne, tatapannya memancarkan rasa penasaran. Natalie menggeleng, senyumnya tergores tegas. "Tidak, aku hanya berharap bahwa kehidupanmu menjadi lebih baik setelah kita berpisah." Tuan Hawthorne menyentil keyakinan Natalie dengan tatapan tajam. "Jadi, maksudnya kehidupanku yang sekarang sangat buruk, meski aku sudah mencapai puncak sekali pun?" ucapnya penuh ironi, di balik itu tersimpan luka masa lalu yang belum sembuh sepenuhnya. Atmosfer berubah drastis, suasana tegang menyelimuti ruangan. Detik yang bergulir terasa seperti membawa beban berat. Tuan Hawthorne menyeringai, wajah Natalie yang tak dihindari kali ini membuat api emosi semakin berkobar di matanya. "Kau tak menyadari? Di duniaku hanya ada kau dan Lily. Setelah upayaku menjaga pernikahan kita, kau memilih meninggalkanku. Di mana letak hatimu sebenarnya? Apa perasaanmu hanya pada harta semata? Kau bahkan tak memberiku kesempatan untuk mengubah hidup kita menjadi lebih baik." "Aku memberikanmu kesempatan, Kins. Empat tahun pernikahan kita, selama itu apa saja yang kau lakukan?" "Tidakkah kau melihatku sedang berusaha kala itu? Seandainya keluargamu tak ikut campur dalam rumah tangga kita, mungkin Lily tak akan merasakan perpisahan orang tuanya." "Keluargaku tak ada hubungannya dengan masalah kita." Tuan Hawthorne tergelak dengan nada merendahkan. "Bagaimana mungkin tak ada hubungannya, Natalie? Foster b******n hampir setiap hari merendahkanku dengan harta serta kekuasaannya." "Jaga bicaramu, Kins! Orang yang kau maksud adalah ayahku!" Tanpa mereka menyadari, pertengkaran mereka sudah diketahui oleh Lilyana. Anak kecil itu terlihat ragu-ragu mendekat. Tuan Hawthorne tersenyum bengis, menatap dengan dingin pada segala kemarahan yang terpancar dari mata Natalie. "Jika bukan karena Lily, kalian tak akan kubiarkan hidup dengan tenang." Sentuhan di pahanya membuat Natalie menunduk, menemukan Lilyana yang kini memandangnya dengan takut. Anak kecil itu juga sudah menyaksikan aura gelap dalam diri sang ayah dan membuatnya tak sanggup untuk sekadar menoleh. Apa yang dilihatnya jauh berbeda dari citra ayahnya. "Mom—my ...," lirih Lilyana. Natalie merangkul pundak Lilyana sebagai bentuk perlindungan. "Kita pulang sekarang," ucapnya sambil menatap mantan suaminya dengan tajam. Tuan Hawthorne mencoba menyentuh pundak Lilyana, memastikan bahwa masih ada pertemuan berikutnya, tapi Lilyana berusaha menghindar dan pergi meninggalkannya. Dua orang yang dicintainya itu hilang dari pandangan, seperti di masa lalu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD